Kerajaan Gehol Bulpusan VI

2:10:00 PM Gehol Gaul 0 Comments



Bale Temonan di Kerajaan Gehol bergetar oleh sorak-sorai kemenangan. Meski belum ada sesuatu yang sesungguhnya dimenangkan, namun kegembiraan tetap tak bisa dihentikan. Semua mata berkaca-kaca terharu campur bahagia. Kesulitan mereka saat ini mengenai kekeringan sawah akibat penguasaan air oleh tukang teluh akan sedikit terobati.

“Jadi, sudah diputuskan kalau kita akan membuat waluran dan membuat lewi. Hal ini sudah sesuai dengan yang dijelaskan oleh ulu-ulu kita Sun Geyo.” Demikian Gusti Hening bertitah disambut sorak sorai para peserta temonan.

“Setuju,” ujar para tamu Temonan yang bisa diikuti siapa saja tanpa memandang kasta dan jabatan tersebut.
“Aku perintahkan kepada para ahli bangunan dan ahli kayu untuk membuat lewi. Selanjutnya sambungkan bambu-bambu yang telah dibelak dan dipapas bukunya dan biarkan ia mengisi semua waluran yang ada di sawah dengan air.” titah Gusti Hening kemudian.


Maka sejak hari itu, hari dimana Sun Geyo mengungkapkan pemikirannya setelah melihat istrinya mencegah tumpahan kopi mengalir leluasa ke tanah di ruangan rumahnya. Kini, pemikiran sang ulu-ulu kemudian diterapkan di Cigunung. Sungai yang kecil dengan alirannya yang terbatas tersebut hendak disulap Kerajaan Gehol menjadi tempat petani mengairi sawahnya.

Mula-mula pihak kerajaan menentukan tempat mana yang cocok untuk dijadikan lewi. Setelah itu, tempat tersebut akan dikeruk sedalam mungkin agar air berkumpul. Setelah lewi terbentuk, maka air yang akan mengairi sawah melalui waluran akan dialirkan oleh bambu-bambu yang disambung. Sebelumnya, bambu-bambu tersebut akan dibelah dan buku-bukunya dipapas.

Seluruh warga Gehol yang sudah bisa bekerja tanpa kecuali diperintahkan ikut membangun lewi. Sun Geyo yang memiliki ide tersebut ditunjuk kepala pembangunan oleh kerajaan. Dia bertanggung jawab terhadap kelangsungan proyek yang baru pertama kali ada di kerajaan tersebut. 

Sun Geyo kemudian membagi semua penduduk menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok ia tugaskan sehari penuh untuk bertugas. Ia sendiri membagi semua penduduk ke dalam tujuh kelompok dimana satu kelompok berjumlah dua kali sepuluh orang. Artinya, setiap dua kali sepuluh orang kebagian tugas di proyek tersebut seminggu sekali. Tentu saja Sun Geyo yang tidak pernah berhenti bekerja. Ia sendiri didampingi dua ahli bangunan dan dua ahli kayu terbaik di kerajaan Gehol.

***
Melihat hiruk-pikuk di negeri Gehol tentu saja Ratu Balakasura tergerak rasa ingin tahunya. Keheranan menyelimuti benaknya demi mendengar pekik bahagia dari Kerajaan Gehol. Meski berjarak lumayan jauh, namun telinganya yang awas dan berselubung sihir mampu mendengar meski dari jarak ribuan kali panah mampu lepas dari busur sekalipun.

“Ada apa dengan mereka. Apakah mereka sudah kehilangan akal hingga bersorak-sorai menjelang ajal?” sungutnya.

“Aku akan mengintip apa yang terjadi di negeri keparat itu,” geramnya kemudian.

Maka perempuan yang telah ahli dalam segala jenis teluh itupun menyiapkan alat utuk dapat mengintip keadaan. Ia mengeluarkan mangkuk sakti yang dibuat dari tengkorak bayi. Tengkorak tersebut ia dapatkan dari negeri seberang saat bersekutu dengan lelaki yang hendak cepat menjadi kaya. Bayi adalah syarat utama yang ia minta guna memenuhi keinginan si lelaki tersebut.

Kemudia ia mengisi tengkorak tersebut dengan air Ci Hirup. Tak lupa darah kadal hijau bermata picak ia campurkan bersama dengan bunga kenanga yang hanya mekar di malam Jumat Kliwon. Setelah mencampurnya, perempuan itu lalu duduk bersila memejamkan mata dan berkomat-kamit.

“Long lolong lolong pilong, noong kana panoongan. Ningali kana kajauhan, menta rupa jiwa lan sagalana,” rapalnya dengan bahasa yang hanya dimengerti oleh kaum berilmu hitam.

Seketika air ramuan dalam tengkorak bayi kemudian bergejolak dan mengeluarkan asap tipis. Samar-samar wajah-wajah semangat mereka yang membangun lewi kemudian terlihat silih berganti. Lalu wajah Sun Geyo yang pernah mendatanginya memenuhi permukaan air dalam tengkorak. Wajah itulah yang kemudian membuat rasa marahnya bangkit dan membuat air dalam tengkorak muncrat kemana-mana. 

Lalu semua gambaran menghilang dan sunyi kembali menyelimuti. Ratu Balakasura berusaha sekuat tenaga meredam marahnya. Namun, tak urung ia menyemburkan kata-kata makian tak tentu arah.

(bersambung)

0 comments: