Kerajaan Gehol Bulpusan IV

11:17:00 AM Gehol Gaul 0 Comments



Kita tinggalkan sejenak Kerajaan Gehol yang akan bergejolak riuh menerima ide Sun Geyo keesokan harinya. Mari kita ikuti utusan Gusti Hening, Ki Patih Suyud Ana, menuju Negeri Sagara di barat laut sana.

Untuk menuju negeri yang gemah ripah loh jinawi tersebut bukan hal yang mudah bagi siapapun. Diperlukan perjalanan dengan kuda selama berhari-hari. Bahkan, sesekali harus rela berjalan kaki karena beratnya medan.

Negeri Sagara sendiri adalah negeri besar yang terletak jauh di atas puncak sebuah gunung yang terkenal sangat angker. Gunung tersebut menjulang mengangkangi daerah sekitar dengan keangkeran yang nyata. Kabut senantiasa selalu menggantung di puncak gunung. Hal ini membuat aura mistis kian terasa sebab ketinggian gunung yang tidak mudah diprediksi. Melihat puncak Sagara sama saja mengharapkan melihat pelangi saat hujan badai. 


Medan berat ke kerajaan besar tersebut konon sengaja dibuat agar tiada satupun kerajaan yang mampu menaklukkan negeri yang biasa disebut sebagai negeri atas angin tersebut. Di negeri tersebut, semua hal berjalan dengan damai dan tiada seorangpun yang berani melawan waluri.

Ki Patih Suyud yang berangkat dengan dua orang pengawal baru mencapai sebuah daerah yang saat dilewati dapat membuat seluruh badan bengkak-bengkak. Konon, daerah yang dimiliki makhluk-makhluk kuno ini sangat tidak bersahabat dengan manusia. Jika tak suka, para dedemit yang mendiami daerah ini akan dengan senang hati membuat seluruh tubuh pelancong menjadi babak. Karenanya, daerah tersebut dinamakan Babakan.

“Permisi, hem hem hem anak begog mau lewat,” ujar Suyud bersama dengan dua pengawalnya. 

Jampi-jampi di atas wajib diucapkan anak manusia yang akan melewati tempat keramat macam Babakan.

Selain para demit, daerah ini juga rawan karena banyak rampok dan begal. Bagi para pelancong, kedua golongan manusia lancung tersebut lebih ditakuti daripada makhluk-makhluk kuno penyebab babak. Suyud dan kedua pengawalnya yang memakai kuda nan gagah tentu saja tak luput dari hadangan para rampok dan begal.

“Berhenti wahai manusia berkuda,” ujar lelaki brewok yang hanya memakai cawat tersebut. “Turun dari kuda dan serahkan semua yang kau punya jika ingin selamat,” lanjutnya dengan suara membentak yang dibuat sekeras mungkin.

“Kalian mencari mati! Tahukah kalian saiapa aku?” ujar Suyud tak mau kalah. “Aku adalah wakil penguasa Gehol, kerajaan terkuat di pesisir Cigunung,” tambahnya dengan penekanan kalimat yang amat kuat dan berwibawa.

“Kami tak peduli,” ujar si pria brewok sambil terbahak. “Kamilah penguasa di kawasan Babakan, bukan kau atau Gehol,” ucapnya kemudian.

Si brewok kemudian menghunus kelewang yang ada di pinggangnya. Kemudian ia bersiut dan dalam sekejap delapan orang mengepung patih Suyud dan dua anak buahnya.

Demi mendapat perlakuan tersebut, sang patih dan anak buahnya segera saja menghunus senjata mereka. Masing-masing kubu sudah siap beradu nyawa demi harga diri, harta dan sebuah misi. Namun yang terjadi di luar dugaan. Kedua pihak justru malah tertawa terbahak-bahak dan saling mendekat untuk kemudian berangkulan.

“Kakang Suyud, apa kabar. Sudah lama kita tidak bercengkerama,” ujar si Brewok.

“Sukrama, Sukrama, kau masih saja tetap setia dengan jalan hidupmu. Apakan belantara Babakan yang angker ini mampu menghidupimu?” jawab Suyud berbinar.

“Tentu saja Kakang. Kini, belantara ini sepenuhnya menjadi milikku. Tak ada perampok dan begal lain yang berani bertindak tanpa perintahku,” si Brewok berujar sambil membusungkan dada bernada bangga.

“Ada apa gerangan Kakang Suyud lewat daerah menyebalkan ini?” tanya Sukrama.

“Aku hendak ke Negeri Sagara, Sukrama. Gehol sedang mengalami kesulitan besar. Air di negara kami dikuasai nenek jahat ahli teluh. Kami tak kuasa melawan kekuatan teluhnya. Berpuluh prajurit dan kesatria menemui ajal di tangan si perempuan kejam tersebut,” ujar Suyud menceritakan kesulitan negerinya.

“Bukankah itu bagus Kakang. Dengan demikian kau tinggal selangkah lagi mendapatkan tahta Gehol. Jika Gusti Hening raja Gehol mati di tangan si perempuan tersebut, maka kau dapat dengan leluasa mengambil alih tahta,” uajr Sukrama.

“Tidak semudah itu Sukrama. Aku memang ingin menguasai Gehol, tapi dengan adanya Ratu Balakasura, sulit bagiku untuk berkuasa dengan tenang. Ancamannya lebih besar dan lebih sulit ditangani daripada menggulingkan Gusti Hening,” ujar Suyud dengan nada resah.

“Bukankah sudah aku tegaskan bahwa kami yang ada di kawasan Babakan siap membantu Kakang Suyud,” tegas Sukrama.

“Aku tahu kalian pasti membantu. Tapi, aku lebih suka jika aku mendapatkan tahta dengan cara yang halus,” gumam Suyud.

“Lalu apa rencana Kakang?”

“Aku akan meminta bantuan Kakang Gajah yang mengabdi di Negeri Sagara. Aku berharap nanti terjadi pertempuran antara Ratu Balakasura, Kakang Gajah dan Kakang Hening. Doaku, mereka semuanya lampus dalam pertarungan tersebut,” terawang Suyud. “Dan dengan tanpa susah payah, akulah yang akan naik tahta,” ujarnya dengan senyum mengembang.

Sementara keduanya asyik membincangkan rencana jahat tersebut, malam telah dating perlahan menyelimuti bumi. Suar-suara burung hantu kian ramai terdengar. Lutung dan monyet seolah bersautan saling mengingatkan. Kabut pun mulai turun dengan lebatnya, membungkus Babakan dalam keheningan dan keangkerannya.

(bersambung)

0 comments: