Kerajaan Gehol Bulpusan V

2:14:00 PM Gehol Gaul 0 Comments



Sudah berhari-hari Gajah Putra Sunda tidak tenang. Jika ia tertidur, bayangan awan gelap memayungi negeri asalnya selalu menghantui. Saat siang hari, perasaan berat tertekan memenuhi jiwanya. Semedi dan olahrasa sudah dia lakukan untuk menetralisir perasaan gelap dalam jiwanya tersebut. Namun semuanya bergeming tidak mau hilang. 

“Saya mohon pamit Gusti Sagara,” akhirnya Gajah Putra Sunda menghadap rajanya. “Sudah beberapa waktu ini hamba sulit memejamkan mata. Bayangan buruk sepertinya akan terjadi di Kerajaan Gehol Paduka,” lanjutnya kemudian.

“Bayangan apa gerangan sampai-sampai Dinda Gajah begitu khawatir?” tanya Prabu Sagara, penguasa kerajaan Sagara.

“Entahlah Gusti, tapi hamba merasakan bahwa negeri leluhur saya membutuhkan bantuan,” katanya.

“Jika memang itu adalah panggilan jiwa yang sudah tak bisa kau hindarkan, restuku menyertaimu Dinda,” ujar Gusti Sagara kemudian.

Maka keesokan harinya berangkatlah Gajah Putra Sunda menuju kerajaan nenek moyangnya. Perjalanan yang ditempuh tentu saja akan sangat berat mengingat medannya yang berbahaya dan buas. Namun sebagai salah satu petinggi di Kerajaan Sagara, Gajah Putra Sunda tentu saja termasuk seorang yang linuwih. Kemampuannya berlari sama dengan kemampuan sepuluh kuda terbaik disatukan. Kekuatan fisiknya sama dengan sepuluh gajah dijadikan satu. Itu sebabnya ia yang bernama Pantun dijuluki Gajah Putra Sunda.

Jarak yang oleh manusia biasa harus ditempuh selama seminggu lebih dengan berkuda biasa bisa dilakukannya hanya dalam beberapa hari saja. Kini, dihari ketiga ia berlari dengan ilmu Kidang Kencananya, ia sudah memasuki wilayah barat kawasan Babakan. Demi memulihkan kondisi, ia akhirnya beristirahat tidur di daerah kawasan berpenghuni demit dan manusia jahat tersebut. Saat ia beristirahat di malam hari, ia memperkirakan bahwa dirinya sudah mendekati kawasan timur. Kawasan yang mendekati perbatasan Kerajaan Gehol.

Ketika sedang berusaha memejamkan mata, ia mendengar teriakan orang yang hendak berkelahi. Ia yang sudah tahu bahwa daerah Babakan penuh begal kemudian mendekati suara saling bentak tersebut untuk mengetahui lebih lanjut. 

“Patih Suyud Ana, ada apa gerangan dia di kawasan angker ini?” batin Gajah.

Ketika Patih Suyud dan dua anak buahnya telah menghunus pedang, Gajah Putra Sunda sebenarnya hendak ikut menerjang kawanan begal tersebut. Namun kejadian berikutnya membuat ia heran sekaligus teringat dengan pertanda yang dating berulang kali dalam mimpinya. 

“Inikah salah satu bukti bahwa Kerajaan Gehol memang dipayungi awan gelap?” kembali ia berbisik dalam hati.

Sepanjang malam itu, kemudian Gajah tidak memejamkan mata. Obrolan Patih Suyud Ana dan kawanan begal pimpinan Sukrama membuatnya terus waspada. Ia ingin sekali mengetahui dengan jelas apa dan bagaimana perbincangan dua manusia yang belakangan ia ketahui sangat licik itu berlangsung. 

“Bangun kalian semua!” sebuah teriakan membahana yang membuat kawasan Babakan bergetar membangunkan Patih Suyud Ana, dua pengawal patih, dan rombongan begal pimpinan Sukrama. 

Mereka yang terkaget dengan suara bak guntur tersebut kemudian terbangun dengan kaget dan mngucep mata seolah tak percaya.

“Ka … Ka… Kakang Gajah?” gagap Patih Suyud Ana dengan nada heran tak percaya.

“Betul Patih, ini aku Pantun alias Gajah Putra Sunda asli Gehol,” teriak Gajah lantang.

“Beruntung sekali aku Kakang. Aku berniat menjemputmu untuk menyelamatkan Gehol dari kemusnahan Kakang,” ujar Patih Suyud sebisa mungkin menyembunyikan kekagetannya.

“Ya Ki Patih, dan beruntungnya diriku bisa mencuri dengar apa yang kalian bicarakan,” tegas Gajah. “Patih Suyud Ana, aku bersumpah akan mempertahankan Gehol dari ancaman siapapun. Termasuk kamu yang hendak menikam Gusti Hening dari belakang.”

Dengan tatapan merah menyala Pantun alias Gajah menumpahkan amarahnya yang dari semalam bergejolak setelah mendengar maksud buruk Patih Suyud Ana.

“Apa maksud Kakang?” tanya Patih Suyud dengan mimik muka heran seheran-herannya.

“Tak usah kau berpura-pura Suyud, aku sudah mendengar semuanya. Kau mengharapkan aku, Gusti Hening dan Ratu Balakasura lampus dalam pertarungan bukan?” tanya Gajah tajam. “Dengan begitu kau akan mudah menguasai Kerajaan Gehol,”

“Kau harus percaya padaku Kakang, aku tak punya maksud seperti itu. Apa yang kau dengar tidak sepenuhnya benar Kakang. Aku hanya bersandiwara agar bisa lolos dari tangan jahat Sukrama Kakang,” Suyud berbicara sambil menghiba.

“Sudahlah Suyud, buat apa kamu masih berpura-pura?” bentak Sukrama yang pimpinan rampok setengah membentak. “Kepalang ketahuan, ayo kita hajar saja manusia bernama Pantun berjuluk Gajah Putra Sunda ini,” tegasnya kemudian.

“Diam kau Begal,” jawab Suyud. “Kau tak tahu berhadapan dengan siapa. Dia yang kekuatannya sepuluh kali gajah dan kecepatannya sepuluh kali kuda masih hendak kau lawan?” 

“Memangnya kau akan menyerah dan membiarkan dia menyebarkan tentang persekutuan kita?” tanya Sukrama tak kalah garang.

Sukrama tak lagi menunggu apa jawaban Patih Suyud Ana. Ia dengan segera memerintahkan anak buahnya menyerbu Gajah. Ia sendiri dengan segera mencabut senjata andalannya dan ikut menyerbu ke arah Gajah yang berdiri dengan tenangnya.

Akhirnya pertarunganpun tak bisa dihindari. Kelebatan Gajah yang sangat cepat membuat para penyerangnya seperti menghadapi angin. Hanya sesekali terdengar bunyi denting senjata beradu. Sesekali, teriakan kaget, sakit, marah, dan bentakan para begal membahana mengubur sunyinya pagi di Kawasan Babakan.


(bersambung)

0 comments: