Kerajaan Gehol Bulpusan III

1:46:00 PM Gehol Gaul 0 Comments



Pening dan tak bisa tidur menggelayuti jiwa dan raga Sun Geyo. Kemolekan tubuh Sundarsi yang beru beberapa pecan menjadi istrinya tak mampu menurunkan derajat galau dalam otaknya. Semua tentang air dan kekacauan yang dibuat Ratu Balakasura masih menjadi teman pikirannya selama ini. Sudah bermacam cara ia tuangkan, namun tak satupun nyata mampu mengatasi masalah kekurangan air yang dihadapi warga Gehol.

“Entah apa yang harus dibuat dengan air di Gehol. Semua air Ci Hirup sudah dikuasai perempuan sakti nan galak. Sumurpun sudah ada, tapi tetap saja sawah dan lading tak mampu terairi,” batinnya.


Sementara Sun Geyo larut dalam lamunan dan angannya mampu mengumpulkan air bagi Gehol, udara sekitar terasa menggelayut memanjakan warga. Di kejauhan, rombongan kikica  berarak menyajikan pemandangan yang menyejukkan mata. Makhluk kuno yang di malam hari bercaya ini seolah sedang meresapi kesulitan yang memayungi Negeri Gehol.

Tak lama berselang setelah para makhluk keturunan peri tersebut berlalu, samar-samar suara lolongan hewan-hewan kejam berkumandang memenuhi udara. Jika saja Sun Geyo tak larut dalam lamunan, mungkin suara tersebut mampu membuat bulu kuduknya bangkit menantang angin.

“Makanlah dulu suami,” ujar Sundarsi lembut, selembut belaian angin menerbangkan sutra.

“Kau duluan saja Nyai,” ujar Sun Geyo tak kalah lembut.

Sundari kemudian berlalu dan membuatkan wedang hitam manis kesukaan Sun Geyo. Wedang yang terbuat dari biji kopi ditumbuk ini kemudian ia sajikan kepada suaminya tercinta. Sang ulu-ulu  Kerajaan Gehol yang sedang galau gulana.

“Minumlah kalau begitu,” ujar Sundarsi setelah kembali dari pawon.

“Terima kasih,” jawab Sun Geyo tanpa menoleh.

Sundarsi meletakkan minuman kesukaan suaminya dan berlalu ke kamar tidur. Meski dia rindu belaian sang pujaan hati, namun wanita solehah ini mengerti bahwa ada waktunya ia membiarkan sang suami tenggelam meresapi keseulitan.

“Aduh,” teriak Sun Geyo tatkala menyentuh minuman hitam manis yang masih panas.

Minuman yang baru saja disuguhkan tersebut pun akhirnya tumpah dan memenugi bale-bale tempatnya merenung. Demi mendengar teriakan Sun Geyo, Sundarsi berlari dengan tergopoh dan mendapati suaminya sedang meniup-niup tangannya yang sedikit memerah terkena panas air wedang.

Tanpa dikomando, Sundarsi segera saja mengambil kain dan membentuk kain tersebut seperti tembok demi mencegah air wedang memnyebar tak karuan. Air tumpahan kemudian ia dorong agar tepat mengumpul persis di sisi kain yang telah ia bentuk. Kelakuan istrinya tentu saja tak luput dari pandangan penasaran sang ulu-ulu. Sebuah binary mata terkejut sekaligus menggembirakan terpancar. Ia telah menemukan rancangan yang lebih masuk akal. Justru dari tindakan sederhana sang istri.

Saking gembiranya, ia langsung merangkul istrinya dan membopongnya ke dalam kamar. Sang istri yang memang sudah merindukan sentuhan Su Geyo dengan tawa manja merangkulkan diri. Selanjutnya, hanya malam dan udaranya yang menjadi saksi. Meningkahi pergumulan cinta dua makhluk yang sedang bergembira.

Sesudah itu hening. Esok hari, kerajaan Gehol akan menyambut Sun geyo bak pahlawan. Sesuatu telah teratasi, meski untuk sementara.

(bersambung)

0 comments: