Sekolah Seharian? Boleh Saja, Asal Bapak dan Ibu Sejahtera

9:11:00 AM Unknown 0 Comments


Konon, setiap pergantian menteri pendidikan di republik ini merupakan kabar buruk bagi para siswa seantero negeri. Bahkan, orang tua yang sudah pusing menghadapi hidup juga akan terpaksa mengernyitkan dahi melihat kebijakan para menteri baru. 

Ternyata, hal tersebut bukan isapan jempol belaka. Menteri terbaru dari kabinet yang baru seumur batita ini membuktikan dengan senang hati. Kebijakan terbaru yang konon masih wacana tersebut adalah sekolah seharian. Artinya, murid-murid menghabiskan waktunya di sekolah dengan aneka kegiatan mulai belajar hingga entah apa saja.

Bagi saya pribadi, kebijakan tersebut boleh-boleh saja asal ada kajian ilmiah yang mendukung. Berikanlah segenap rakyat Indonesia argumen yang masuk akal untuk meyakinkan bahwa dengan sekolah seharian anak-anak negeri ini akan jadi pemimpin atau setidaknya mampu menjadi solusi di masyarakat. Pastikan pula kepada kami yang sedang kebingungan ini bahwa konsep tersebut kemudian bisa menjadikan rakyat negeri ini makmur sejahtera. Jangan seperti sekarang, konsep ini dikenalkan dengan segudang janji bahwa anak-anak akan ini dan itu. Wahai bapak professor, kami sudah kenyang dengan janji.

Yang kedua, saya sebagai orang yang menghabiskan masa sekolah di kampung, konsep tersebut terkesan omong kosong. Bagaimana mungkin saya bisa sekolah seharian sementara orang tua berpeluh ria di kebun demi menghidupi keluarga. Mustahil juga menolak godaan bermain bersama-sama dengan teman baik di kali maupun di halaman. Adalah tidak bijak juga jika sekolah seharian kemudian anak-anak kehilangan masa-masa mengaji di surau. Bahwa Pak Menteri kemudian hendak mengundang guru ngaji ke sekolah itu memang bisa. Tapi tetap saja nuansa yang dirasakan anak-anak akan berbeda ketika mereka mengaji di madrasah atau surau.

Jadi, daripada memberikan konsep yang membuat anak-anak merasa jadi kelinci percobaan lebih baik Pak Menteri fokus bagaimana caranya agar sekolah-sekolah negeri memberikan pembelajaran yang berkualitas. Jika melihat puluhan sekolah di mana saya tinggal sekarang, maka bisa dikatakan kualitas adalah hal yang hilang pascakebijakan sekolah gratis diluncurkan. 

Karena anak-anak bersekolah dengan gratis, maka banyak hal-hal yang kemudian dijadikan tambang uang oleh sekolah dan oknum guru. Misalnya saja saat pelajaran menggambar, maka semua siswa wajib membeli kertas yang disediakan guru dengan harga berkali lipat dari harga pasaran. Bukan hanya itu, para siswa kemudian diwajibkan menerima les dari guru masing-masing demi mendapatkan nilai memuaskan. Padahal, saat jam sekolah para guru punya waktu leluasa untuk melakukan hal itu.

Jadi Pak Menteri, dengan waktu sekolah yang kadang hanya dua jam saja sudah banyak uang yang dikeluarkan orang tua murid, apalagi jika sekolah seharian penuh? Seandainya kesejahteraan masyarakat sudah cukup, kemungkinan hal itu bisa dilakukan. Tapi Pak, sekali lagi pikirkanlah bagaimana para siswa yang hanya akan mendapatkan lingkungan monoton.

0 comments: