Kerajaan Gehol Bulpusan V
Sudah berhari-hari Gajah Putra
Sunda tidak tenang. Jika ia tertidur, bayangan awan gelap memayungi negeri
asalnya selalu menghantui. Saat siang hari, perasaan berat tertekan memenuhi
jiwanya. Semedi dan olahrasa sudah dia lakukan untuk menetralisir perasaan
gelap dalam jiwanya tersebut. Namun semuanya bergeming tidak mau hilang.
“Saya mohon pamit Gusti Sagara,”
akhirnya Gajah Putra Sunda menghadap rajanya. “Sudah beberapa waktu ini hamba
sulit memejamkan mata. Bayangan buruk sepertinya akan terjadi di Kerajaan Gehol
Paduka,” lanjutnya kemudian.
“Bayangan apa gerangan
sampai-sampai Dinda Gajah begitu khawatir?” tanya Prabu Sagara, penguasa
kerajaan Sagara.
“Entahlah Gusti, tapi hamba
merasakan bahwa negeri leluhur saya membutuhkan bantuan,” katanya.
“Jika memang itu adalah panggilan
jiwa yang sudah tak bisa kau hindarkan, restuku menyertaimu Dinda,” ujar Gusti
Sagara kemudian.
Maka keesokan harinya
berangkatlah Gajah Putra Sunda menuju kerajaan nenek moyangnya. Perjalanan yang
ditempuh tentu saja akan sangat berat mengingat medannya yang berbahaya dan
buas. Namun sebagai salah satu petinggi di Kerajaan Sagara, Gajah Putra Sunda
tentu saja termasuk seorang yang linuwih.
Kemampuannya berlari sama dengan kemampuan sepuluh kuda terbaik disatukan.
Kekuatan fisiknya sama dengan sepuluh gajah dijadikan satu. Itu sebabnya ia
yang bernama Pantun dijuluki Gajah Putra Sunda.
Jarak yang oleh manusia biasa
harus ditempuh selama seminggu lebih dengan berkuda biasa bisa dilakukannya
hanya dalam beberapa hari saja. Kini, dihari ketiga ia berlari dengan ilmu
Kidang Kencananya, ia sudah memasuki wilayah barat kawasan Babakan. Demi
memulihkan kondisi, ia akhirnya beristirahat tidur di daerah kawasan
berpenghuni demit dan manusia jahat tersebut. Saat ia beristirahat di malam
hari, ia memperkirakan bahwa dirinya sudah mendekati kawasan timur. Kawasan
yang mendekati perbatasan Kerajaan Gehol.
Ketika sedang berusaha memejamkan
mata, ia mendengar teriakan orang yang hendak berkelahi. Ia yang sudah tahu
bahwa daerah Babakan penuh begal kemudian mendekati suara saling bentak
tersebut untuk mengetahui lebih lanjut.
“Patih Suyud Ana, ada apa
gerangan dia di kawasan angker ini?” batin Gajah.
Ketika Patih Suyud dan dua anak
buahnya telah menghunus pedang, Gajah Putra Sunda sebenarnya hendak ikut
menerjang kawanan begal tersebut. Namun kejadian berikutnya membuat ia heran
sekaligus teringat dengan pertanda yang dating berulang kali dalam mimpinya.
“Inikah salah satu bukti bahwa
Kerajaan Gehol memang dipayungi awan gelap?” kembali ia berbisik dalam hati.
Sepanjang malam itu, kemudian
Gajah tidak memejamkan mata. Obrolan Patih Suyud Ana dan kawanan begal pimpinan
Sukrama membuatnya terus waspada. Ia ingin sekali mengetahui dengan jelas apa
dan bagaimana perbincangan dua manusia yang belakangan ia ketahui sangat licik
itu berlangsung.
“Bangun kalian semua!” sebuah
teriakan membahana yang membuat kawasan Babakan bergetar membangunkan Patih
Suyud Ana, dua pengawal patih, dan rombongan begal pimpinan Sukrama.
Mereka yang terkaget dengan suara
bak guntur tersebut kemudian terbangun dengan kaget dan mngucep mata seolah tak
percaya.
“Ka … Ka… Kakang Gajah?” gagap
Patih Suyud Ana dengan nada heran tak percaya.
“Betul Patih, ini aku Pantun
alias Gajah Putra Sunda asli Gehol,” teriak Gajah lantang.
“Beruntung sekali aku Kakang. Aku
berniat menjemputmu untuk menyelamatkan Gehol dari kemusnahan Kakang,” ujar
Patih Suyud sebisa mungkin menyembunyikan kekagetannya.
“Ya Ki Patih, dan beruntungnya
diriku bisa mencuri dengar apa yang kalian bicarakan,” tegas Gajah. “Patih
Suyud Ana, aku bersumpah akan mempertahankan Gehol dari ancaman siapapun.
Termasuk kamu yang hendak menikam Gusti Hening dari belakang.”
Dengan tatapan merah menyala
Pantun alias Gajah menumpahkan amarahnya yang dari semalam bergejolak setelah
mendengar maksud buruk Patih Suyud Ana.
“Apa maksud Kakang?” tanya Patih
Suyud dengan mimik muka heran seheran-herannya.
“Tak usah kau berpura-pura Suyud,
aku sudah mendengar semuanya. Kau mengharapkan aku, Gusti Hening dan Ratu
Balakasura lampus dalam pertarungan bukan?” tanya Gajah tajam. “Dengan begitu
kau akan mudah menguasai Kerajaan Gehol,”
“Kau harus percaya padaku Kakang,
aku tak punya maksud seperti itu. Apa yang kau dengar tidak sepenuhnya benar
Kakang. Aku hanya bersandiwara agar bisa lolos dari tangan jahat Sukrama
Kakang,” Suyud berbicara sambil menghiba.
“Sudahlah Suyud, buat apa kamu
masih berpura-pura?” bentak Sukrama yang pimpinan rampok setengah membentak. “Kepalang
ketahuan, ayo kita hajar saja manusia bernama Pantun berjuluk Gajah Putra Sunda
ini,” tegasnya kemudian.
“Diam kau Begal,” jawab Suyud. “Kau
tak tahu berhadapan dengan siapa. Dia yang kekuatannya sepuluh kali gajah dan
kecepatannya sepuluh kali kuda masih hendak kau lawan?”
“Memangnya kau akan menyerah dan
membiarkan dia menyebarkan tentang persekutuan kita?” tanya Sukrama tak kalah garang.
Sukrama tak lagi menunggu apa
jawaban Patih Suyud Ana. Ia dengan segera memerintahkan anak buahnya menyerbu
Gajah. Ia sendiri dengan segera mencabut senjata andalannya dan ikut menyerbu ke
arah Gajah yang berdiri dengan tenangnya.
Akhirnya pertarunganpun tak bisa
dihindari. Kelebatan Gajah yang sangat cepat membuat para penyerangnya seperti
menghadapi angin. Hanya sesekali terdengar bunyi denting senjata beradu.
Sesekali, teriakan kaget, sakit, marah, dan bentakan para begal membahana
mengubur sunyinya pagi di Kawasan Babakan.
(bersambung)
0 comments: