Kerajaan Gehol Bulpusan IV
Kita tinggalkan sejenak Kerajaan
Gehol yang akan bergejolak riuh menerima ide Sun Geyo keesokan harinya. Mari
kita ikuti utusan Gusti Hening, Ki Patih Suyud Ana, menuju Negeri Sagara di
barat laut sana.
Untuk menuju negeri yang gemah
ripah loh jinawi tersebut bukan hal yang mudah bagi siapapun. Diperlukan
perjalanan dengan kuda selama berhari-hari. Bahkan, sesekali harus rela
berjalan kaki karena beratnya medan.
Negeri Sagara sendiri adalah
negeri besar yang terletak jauh di atas puncak sebuah gunung yang terkenal
sangat angker. Gunung tersebut menjulang mengangkangi daerah sekitar dengan
keangkeran yang nyata. Kabut senantiasa selalu menggantung di puncak gunung.
Hal ini membuat aura mistis kian terasa sebab ketinggian gunung yang tidak
mudah diprediksi. Melihat puncak Sagara sama saja mengharapkan melihat pelangi
saat hujan badai.
Medan berat ke kerajaan besar
tersebut konon sengaja dibuat agar tiada satupun kerajaan yang mampu menaklukkan
negeri yang biasa disebut sebagai negeri atas angin tersebut. Di negeri
tersebut, semua hal berjalan dengan damai dan tiada seorangpun yang berani
melawan waluri.
Ki Patih Suyud yang berangkat
dengan dua orang pengawal baru mencapai sebuah daerah yang saat dilewati dapat
membuat seluruh badan bengkak-bengkak. Konon, daerah yang dimiliki
makhluk-makhluk kuno ini sangat tidak bersahabat dengan manusia. Jika tak suka,
para dedemit yang mendiami daerah ini akan dengan senang hati membuat seluruh
tubuh pelancong menjadi babak. Karenanya,
daerah tersebut dinamakan Babakan.
“Permisi, hem hem hem anak begog
mau lewat,” ujar Suyud bersama dengan dua pengawalnya.
Jampi-jampi di atas wajib
diucapkan anak manusia yang akan melewati tempat keramat macam Babakan.
Selain para demit, daerah ini
juga rawan karena banyak rampok dan begal. Bagi para pelancong, kedua golongan
manusia lancung tersebut lebih ditakuti daripada makhluk-makhluk kuno penyebab
babak. Suyud dan kedua pengawalnya yang memakai kuda nan gagah tentu saja tak
luput dari hadangan para rampok dan begal.
“Berhenti wahai manusia berkuda,”
ujar lelaki brewok yang hanya memakai cawat tersebut. “Turun dari kuda dan
serahkan semua yang kau punya jika ingin selamat,” lanjutnya dengan suara
membentak yang dibuat sekeras mungkin.
“Kalian mencari mati! Tahukah
kalian saiapa aku?” ujar Suyud tak mau kalah. “Aku adalah wakil penguasa Gehol,
kerajaan terkuat di pesisir Cigunung,” tambahnya dengan penekanan kalimat yang
amat kuat dan berwibawa.
“Kami tak peduli,” ujar si pria
brewok sambil terbahak. “Kamilah penguasa di kawasan Babakan, bukan kau atau
Gehol,” ucapnya kemudian.
Si brewok kemudian menghunus
kelewang yang ada di pinggangnya. Kemudian ia bersiut dan dalam sekejap delapan
orang mengepung patih Suyud dan dua anak buahnya.
Demi mendapat perlakuan tersebut,
sang patih dan anak buahnya segera saja menghunus senjata mereka. Masing-masing
kubu sudah siap beradu nyawa demi harga diri, harta dan sebuah misi. Namun yang
terjadi di luar dugaan. Kedua pihak justru malah tertawa terbahak-bahak dan saling
mendekat untuk kemudian berangkulan.
“Kakang Suyud, apa kabar. Sudah
lama kita tidak bercengkerama,” ujar si Brewok.
“Sukrama, Sukrama, kau masih saja
tetap setia dengan jalan hidupmu. Apakan belantara Babakan yang angker ini
mampu menghidupimu?” jawab Suyud berbinar.
“Tentu saja Kakang. Kini,
belantara ini sepenuhnya menjadi milikku. Tak ada perampok dan begal lain yang
berani bertindak tanpa perintahku,” si Brewok berujar sambil membusungkan dada
bernada bangga.
“Ada apa gerangan Kakang Suyud
lewat daerah menyebalkan ini?” tanya Sukrama.
“Aku hendak ke Negeri Sagara,
Sukrama. Gehol sedang mengalami kesulitan besar. Air di negara kami dikuasai
nenek jahat ahli teluh. Kami tak kuasa melawan kekuatan teluhnya. Berpuluh
prajurit dan kesatria menemui ajal di tangan si perempuan kejam tersebut,” ujar
Suyud menceritakan kesulitan negerinya.
“Bukankah itu bagus Kakang.
Dengan demikian kau tinggal selangkah lagi mendapatkan tahta Gehol. Jika Gusti
Hening raja Gehol mati di tangan si perempuan tersebut, maka kau dapat dengan
leluasa mengambil alih tahta,” uajr Sukrama.
“Tidak semudah itu Sukrama. Aku
memang ingin menguasai Gehol, tapi dengan adanya Ratu Balakasura, sulit bagiku
untuk berkuasa dengan tenang. Ancamannya lebih besar dan lebih sulit ditangani
daripada menggulingkan Gusti Hening,” ujar Suyud dengan nada resah.
“Bukankah sudah aku tegaskan
bahwa kami yang ada di kawasan Babakan siap membantu Kakang Suyud,” tegas
Sukrama.
“Aku tahu kalian pasti membantu.
Tapi, aku lebih suka jika aku mendapatkan tahta dengan cara yang halus,” gumam
Suyud.
“Lalu apa rencana Kakang?”
“Aku akan meminta bantuan Kakang
Gajah yang mengabdi di Negeri Sagara. Aku berharap nanti terjadi pertempuran
antara Ratu Balakasura, Kakang Gajah dan Kakang Hening. Doaku, mereka semuanya
lampus dalam pertarungan tersebut,” terawang Suyud. “Dan dengan tanpa susah
payah, akulah yang akan naik tahta,” ujarnya dengan senyum mengembang.
Sementara keduanya asyik
membincangkan rencana jahat tersebut, malam telah dating perlahan menyelimuti
bumi. Suar-suara burung hantu kian ramai terdengar. Lutung dan monyet seolah
bersautan saling mengingatkan. Kabut pun mulai turun dengan lebatnya,
membungkus Babakan dalam keheningan dan keangkerannya.
(bersambung)
0 comments: