Kisah Getir Beasiswa

1:27:00 PM Gehol Gaul 1 Comments

Ingatanku tiba-tiba melayang saat masih SD dahulu. Tempat dimana menimba ilmu yang dilakukan dengan keeriaan semata. Tak peduli kau bersepatu atau tidak, masa SD adalah masa dimana segala keceriaan masa kecil dapat diraih.

Beruntung karena aku dikaruniai otak yang lumayan. Meski mereguk segenap keindahan dan keceriaan di masa lalu namun dalam menyerap pelajaran aku tak pernah ketinggalan. Meski tentu saja, jika yang lain mau dan sadar aku pasti akan dengan cepat terpinggirkan. Terpuruk duduk di pojok, sambil meratapi nilai raport yang merah dan tak layak naik kelas.

Pernah suatu saat, ketika murid-murid yang lain begitu menggemari film-film epos dari India semisal Mahabharata dan Ramayana, aku tak memiliki TV. Makanya prestasiku masih bisa bagus sebab ketika teman-teman yang lain sibuk menonton TV aku masih sibuk belajar di sekolah. Maklum, waktu SD bolos bisa dilakukan kapan saja bahkan saat tengah hari sekalipun.

Suatu saat, ada kabar gembira dari guruku. Beliau dengan gembira menyatakan bahwa aku berhak menerima beasiswa dari pemerintah. Dengan bekal pengumuman tersebut maka aku dan guruku yang baik hati tersebut pergi ke Brebes dengan berboncengan. Beasiswa sebesar Rp 25.000,00 tentu sangat besar maknanya bagiku saat itu. Selain berasal dari keluarga miskin, uang sebesar itu sanggup ditukar dengan satu gram emas. Sebuah harta impian warga di desaku.

Dalam perjalanan meengambil beasiswa tersebut, aku dan guruku berhenti makan dan mengisi bensin. Sebab jika tak makan dan tak mengisi bensis, niscaya takkan dapat pulanglah kami berdua. Aku yang lugu tentu sangat kagum dengan dedikasi guruku tersebut. Bayangkan, demi memberi kesempatan padaku untuk mendapatkan uang dengan tanpa diminta ia mengantar sekaligus mentraktirku.

Saat pulang dan sampai di sekolah, akupun diberi sebuah amplop bertuliskan Rp 25.000,00. Saat dikeluarkan guruku sudah terbayang apa saja yang akan kubeli dan berapa yang akan kuberi untuk ibuku. Sayangnya yang kuterima hanya Rp 10,000,00.

"Yang Rp 25.000,00 untuk bensis dan makan kita berdua tadi," ujar guruku ringan.

Aku yang lugu dan sudah terpesona dengan kebaikannya tentu saja hanya mampu menerima dengan rasa senang. Kau tahu, rasa senang yang kupupuk selama seminggu hingga sebelum menerima amplop takkan rela kulepaskan.

Akhirnya kuberikan semua uangku kepada Ibu. Tentu saja beliau bertanya meski entah terpaksa atau tidak ia mampu memahami alasan kenapa uang yang katanya hakku menjadi berkurang lebih dari setengahnya.

Pengalaman unik tersebut takkan kutulis seandainya kejadian serupa tak terjadi lagi di kampungku. Bayangkan di masa yang keterbukaan seolah candu, ada oknum yang mau dan tega berbuat demikian. Cuma satu yang bisa dan pantas diucapkan kepada mereka. Terlalu!

Masalahnya, pemberian kepada yang berhak tersebut dimanipulasi untuk kebutuhan yang sebenarnya sudah ditanggung pihak pemerintah. Jika guruku berasalas bensin dan makan masih bisa diterima. Namun alasan untuk membangun sekolah sungguh keterlaluan. Apalagi dengan mendorong orang tua murid agar berbohong sungguh sesuatu yang sangat tidak pantas melekat pada jiwa dan prilaku seorang guru.

Akhirnya, aku cuma bisa mengelus dada. Sebab ternyata kita masih bobrok dan dibobrokkan oleh kaum pendatang. Kaum yang sebenarnya menangguk keuntungan karena ditugaskan dikampungku.

Turut berduka cita.

1 comment:

  1. hahahahahaaa..... ga aneh, saya juga dulu dapat beasiswa supersemar cuma dapet 12 bulan spp waktu itu satu bulan 10000. jadi setaun dapet 120000. Ada yang bilang bahwa seharusnya dapet lebih dari segitu entah berapa nominalnya yang pasti seneng walau cuma dapet beasiswa segitu...
    sampe kirim surat ke kepsek SMPN bantarkawung bahwa dapet beasiswa biar bangga maksudnya wkwkwkw. (btw waktu itu masuk STM/SMK sekarang 1995)

    ReplyDelete