Hulu Dayeuh: Cara Leluhur Memelihara Air

10:55:00 AM Gehol Gaul 3 Comments


Ilustrasi Hulu Dayeuh
Di desaku terdapat tujuh dukuh, Jetak, Sindangwangi Anyar, Cipancur, Babakan, Sindangwangi Lawas, Marenggeng dan Ciheuleut,  dengan ciri khas memiliki “hulu dayeuh”.  “Hulu dayeuh” sendiri adalah semacam pusat kekuatan mistis dari sebuah dusun. Dari tujuh dukuh, tinggal enam yang tetap memelihara ”hulu dayeuh”. Sementara Jetak yang merupakan ibukota desa telah melepasnya dengan alasan iman dan modernitas.

Hulu dayeuh di lima dukuh berupa sekumpulan pohon kiara dengan diameter lebih besar dari pelukan manusia dewasa. Semua warga mengeramatkan kumpulan pohon-pohon raksasa ini. Tidak boleh ada yang mengganggu pohon bahkan sekedar mengambil ranting-ranting yang jatuh sekalipun. Biasanya area ”hulu dayeuh” akan dipagar sehingga terjaga dari tangan jahil.

Karena kekeramatan dan aura mistisnya sangat menonjol, meski letaknya dekat dengan pemukiman, namun kelestariannya amat terjaga. Sepanas apapun cuaca, daerah hulu dayeuh bak oase abadi di gurun. Kekuatan pohonnyapun patut diacungi jempol. Entah karena memang dikeramatkan atau semata kekuatan pohon, alat berat semacam bekho dan gergaji mesin tak mampu merobohkan pohon-pohon tersebut.

Dari keuletan leluhur memelihara ”hulu dayeuh” kita mampu mengambil pelajaran penting mengenai konservasi alam. Dengan adanya pohon-pohon raksasa yang dipelihara tersebut, nyatalah bahwa dusun-dusun ini selamat dari krisis air. Air minum dapat mereka usahakan dengan memanfaatkan mata air yang tersebar tidak jauh dari dusun. Adanya pohon-pohon raksasa keramat ini juga sekaligus mengajarkan kepada kita bahwa dengan memelihara alam, niscaya kelangsungan hidup akan terpelihara.

Bagaimana dengan Jetak?

Jetak yang tidak memiliki hulu dayeuh berupa pepohonan besar tentu mengalami banyak kendala dengan air minum bersih. Pada masa lalu, air bersih diusahakan dengan membendung mata air Cipantun yang terletak tak jauh dari dusun. Namun mata airnya hanya mampu memenuhi kebutuhan sebagian ekcil warga. Sisanya terpaksa menggali tanah membuat sumur agar dapat minum air yang bersih.

Beruntung Jetak memiliki Cihirup. Sesuai namanya, air Cihirup mengalir sepanjang tahun. Alirannya juga termasuk besar mengingat kini alirannya telah dinikmati ole empat desa di sekitar Kelurahan Sindangwangi, yaitu Bangbayang, Jipang dan Bantarkawung. Jetak sendiri karena dianggap sebagai pemilik tempat dapat menikmati sumber air ini secara gratis. Berbeda dengan Bangbayang, Jipang dan Bantarkawung yang harus menebusnya dengan uang.

Cihirup sendiri terletak di sebuah ngarai yang memiliki banyak pohon. Wajar saja jika ia mampu mengalir sepanjang tahun karena memang daerah sekitarnya berfungsi sebagai penahan air yang baik. Kualitas airnyapun sangat baik, hal ini dibuktikan oleh seorang pegawai dinas setempat yang langsung meminum airnya tanopa dimasak setelah dilakukan beberapa tes.

Belajar dari Cara Leluhur

Jika konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin, dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau. Maka sudah wajib hukumnya bagi kita mempelajari metode sederhana dari leluhur. Sisakan pohon besar, niscaya air tetap mengalir.

Jetak sebagai desa tanpa ”hulu dayeuh” berupa pohon terbukti mengalami nasib yang tidak mengenakkan terkait air minum. Beruntung Cihirup yang sekitarnya juga ditumbuhi pohon-pohon lebat dekat lokasinya sehingga Jetak dapat menikmati air minum bersih dan gratis.Tanpa pohon disekitarnya, mustahil Cihirup akan mengalirkan airnya sepanjang tahun dengan debit yang banyak.

Cipantun yang dahulu memiliki mata air, memiliki sekitar dua pohon tua yang menaunginya. Saat kemarau airnya akan sangat sedikit bahkan tak jarang tinggal rawa belaka. Karena tidak didayagunakan dengan optimal, Cipantun di masa penghujan memang debitnya banyak namun airnya keruh.

Kasus diatas kiranya cukup untuk kita agar melakukan hal sama meski dengan cara berbeda. Kita wajib memelihara pohon demi kesinambungan pasokan air bagi kita. Namun tak perlu kiranya kita mengeramatkan pohon tersebut. Apalagi saat ini kondisi cuaca tidak menentu yang mengakibatkan pasokan air untuk diolah tanah dan pohon juga mengalami fluktuasi yang susah diprediksi. Hanya pohon dan tanahlah satu-satunya harapan agar air bisa tetap langgeng. Tentu saja tak perlu penjelasan kenapa pohon mampu melakukannya bukan?

Kini, hanya kemauan kita saja untuk menanam pohon sesegera mungkin dan memelihara yang sudah ada yang mampu menyelamatkan kita dari kekeringan abadi.

3 comments:

  1. Siang Mas, kami ingin copy tulisan ini di lestariairku.dagdigdug.com sebagai bagian dari tulisan-tulisan yang sudah masuk, namun tidak bisa dicopy. Cuma sekedar share saja, terima kasih. :)

    ReplyDelete
  2. sebentar mas saya perbaiki agar bisa dikopi ...
    terima kasih sudah mampir ...

    ReplyDelete
  3. silakan dikopi,,, sekarang sudah bisa ... terima kasih...

    ReplyDelete