Belulang di Mungkal Tumpang (5)

Sarju dan Jatianom segera menyusuri daerah yang merupakan daerah paling gelap di kompleks Swargalega. Mereka berusaha agar sejauh mungkin menjauhi cahaya yang dipasang di setiap sudut bangunan. Mereka berjalan sedekat mungkin dengan dinding bukit kecil yang ada di puncak Cikadingding tersebut.

“Cepat masuk!” ujar Sarju pada Jatianom saat menemukan sebuah celah di bukit tersebut. 

Tanpa mereka sadari, mereka telah memasuki tempat paling dilarang di Kompleks Swargalega. Ya, celah yang mereka masuki adalah jalan masuk lain ke gua tempat Pramponama semedi dan mempelajari teks-teks kuno yang berisi sejarah dan ilmu pengetahuan dari masa lalu.

Lulu: Nama Semua Bayi di Gehol

Untitled Document
Tradisi menamai di Gehol sudah ada dalam artikel sebelumnya yang berjudul Cara Unik Menamai Anak di Gehol. Nah, jika sebelumnya hanya bercerita tentang huruf awal yang direkomendasikan dipakan berdasarkan hari, maka kali ini akan diulas mengenai perlakuan orang tua pada anak yang baru lahir.
Di Gehol, setiap anak yang lahir akan diperlakukan dengan sangat istimewa. Jika saat lahir dan perlakuan terhadap ari-ari hamper sama dengan semua tradisi di Indonesia, maka penamaan menunjukkan cirri khas yang sukar ditemui di tempat lain.
Bayi-bayi yang lahir di Gehol dipandang suci sesuci-sucinya. Selama empat puluh hari, si bayi akan ditunggui orang tuanya setiap malam. Selama empat puluh hari itu, setiap malam para orang tua yang tinggal seatap dengan si bayi akan bergiliran menjaga. Tak jarang, tetangga ikut juga menemani.
Acara lek-lekan ini dilakukan salah satunya untuk menjaga agar si bayi tetap selamat. Warga Gehol berpendapat bahwa waktu paling rawan bagi para bayi adalah empat puluh hari pertama seja ia dilahirkan. Untuk itu, demi menghindarkan hal-hal yang tidak diinginkan, maka menjaga bayi di malam hari menjadi tradisi dan kewajiban kaum lelaki.
Selain itu, di Gehol dahulu kala banyak berkeliaran pemilik teluh yang mengincar nyawa bayi. Karena bayi masih suci, nyawa mereka sangat diinginkan oleh kaum yang berserikat dengan iblis alias muja. Biasanya, teluh ini berbentuk cahaya yang malang-melintang di langit Gehol. Karena bentuknya seperti meteor, maka saat meteor asli memperlihatkan wujud sering pula warga berteriak-teriak teluh.
Nah, yang paling unik adalah selama empat puluh hari tersebut si jabang bayi tidak akan diberi nama. Para bayi yang lahir di Gehol akan diberi nama sementara, Lulu. Otomatis, nama Lulu adalah nama semua bayi yang ada di Gehol. Entah kenapa nama ini yang dipakai untuk menamai selama empat puluh hari awal hidup mereka.
Nama Lulu sendiri akhirnya sangat jarang ditemui pada warga asli Gehol. Jika si Lulu yang paling dikenal masyarakat Jakarta adalah adik dari Lupus, maka di Gehol Lulu adalah nama yangt pasti dilekatkan pada bayi yang baru lahir. Otomatis, tak ada anak-anak, dewasa, dan orang tua yang memiliki nama Lulu. Karena semua warga yang lahir di Gehol pada awalnya adalah Lulu.
Unik bukan? Sulit ditemukan di bagian lain di bumi ini yang menjalankan tradisi ini. Jadi, jika Anda menanyakan siapa nama bayi yang baru lahir di Gehol, sebanyak apapun bayi yang lahir, nama mereka adalah Lulu. Si Lulu.

Belulang di Mungkal Tumpang (4)



Padepokan Swargalega memiliki kompleks yang sangat megah. Kemegahannya hanya bisa disejajarkan dengan Kompleks Istana Geholsraya. Meski harus diakui bahwa cita rasa seni Pramponama jauh lebih kuat dan agung dari Sukamdani, penguasa Geholsraya.

Keagungan seni yang ditunjukkan Pramponama dalam bangunan Padepokan Swargalega terlihat amat megah. Lihat saja letak bangunan yang menjulang pada sebuah kawasan yang pintu masuknya harus melalui pesisir Cigunung. Bangunan tersebut terletak di sebuah batu karang yang berukuran sangat luas, hamper setengah Gehol ibukota Geholsraya. Daerah yang dinamakan Cikadingding tersebut adalah wilayah yang sangat dihindari setelah hutan Tumaregol.

Belulang di Mungkal Tumpang (3)

Sarju dan Jatianom sama-sama tertarik dengan dongeng-dongeng lama. Mereka yakin bahwa dongeng yang diceritakan leluhur mereka memiliki akurasi kebenaran yang mengagumkan.

“Di masa lalu, ketika semua bangsa masih suka kedamaian, bangsamu, bangsaku, dan bangsa-bangsa yang kini dianggap cuma mitos bersatu dan saling membantu,” ujar Sarju.

“Sayang, semua hilang hanya karena berebut batu.” Sarju meneruskan ceritanya.

Jajagoan, Permainan Ketangkasan dari Gehol

Pilih pohon jagung sebagai jagoan
Melihat namanya, tentu akan teringat dengan film laga atau cerita silat dimana ada para jagoan yang membasmi kejahatan. Namun, jajagoan dari Gehol sangat jauh berbeda. Tidak ada unsure kekerasan sama sekali, meski salah satu risiko memainkan permainan ini bisa terluka.

Permainan jajagoan biasa dimainkan anak-anak Gehol di masa lalu saat musim panen jagung tiba. Karena hanya dengan pohon jagunglah, permainan yang khas anak lelaki ini bisa dimainkan. Melalui media pohon jagung, anak laki-laki yang bermain jajagoan bisa menundukkan lawannya hingga hancur lebur.

Untuk dapat menghancurkan lawan, permainan ini membutuhkan kekuatan tenaga, ketepatan membidik, dan perhitungan yang matang. Kombinasi ketiganyalah yang mampu membuat seseorang bisa memenangkan permainan Jajagoan. Tentu saja, wajib juga ada sejumput keberuntungan yang didapat.