Belulang di Mungkal Tumpang (5)

2:36:00 PM Unknown 0 Comments

Sarju dan Jatianom segera menyusuri daerah yang merupakan daerah paling gelap di kompleks Swargalega. Mereka berusaha agar sejauh mungkin menjauhi cahaya yang dipasang di setiap sudut bangunan. Mereka berjalan sedekat mungkin dengan dinding bukit kecil yang ada di puncak Cikadingding tersebut.

“Cepat masuk!” ujar Sarju pada Jatianom saat menemukan sebuah celah di bukit tersebut. 

Tanpa mereka sadari, mereka telah memasuki tempat paling dilarang di Kompleks Swargalega. Ya, celah yang mereka masuki adalah jalan masuk lain ke gua tempat Pramponama semedi dan mempelajari teks-teks kuno yang berisi sejarah dan ilmu pengetahuan dari masa lalu.


Kedua makhluk beda ras tersebut kemudian menyelinap ke arah dalam dari celah tersebut. Mereka kemudian menemukan sebuah pintu kecil yang hanya muat satu orang. Jatianom yang pertama masuk ke dalam pintu goa tersebut diikuti oleh Sarju. Semakin dalam, ruangan yang mereka temui semakin luas dan terang.

“Hei lihat di sana Sarju!” seru Jatianom saat menemukan sebuah lukisan dari kulit binatang terpampang di dinding gua.

“Sungguh mengagumkan,” ujar Sarju.

Mereka berdua berhenti untuk mengagumi lukisan tersebut. Lukisan dengan lebar dua kali rentangan orang dewasa tersebut menggambarkan gugusan gedung nan menjulang. Di atas setiap bangunan yang menjulang terdapat benda bulat, panjang, lojong bersayap, dan benda yang memiliki seperti jeruji yang digambarkan berputar.

Gambar itu begitu detail. Bahkan kumpulan manusia, kaum Margol, dan bangsa Lembut bercampur baur baik di ruang terbuka, dalam bangunan yang menjulang, bahkan dalam benda-benda yang terapung di atas gedung. Tak ada gambaran permusuhan di antara mereka. Bahkan di beberapa sudut terlihat kaum Margol yang menuynggangi Langlayangan berboncengan dengan manusia, bangsa Lembut, atau keduanya.

Sarju dan Jatianom saling pandang. Mereka begitu kagum dengan gambaran dalam lukisan sekaligus merasakan tarikan perasaan yang haru. Bagaimana tidak, selama ini mereka berteman dan merindukan hubungan hangat antara manusia dan kaum Margol atau makhluk lainnya yang ada di dunia. Namun, untuk kebanyakan makhluk, pertemanan mereka adalah sebuah dosa.

Hingga kini, keberadaan kaum Margol dan bangsa Lembut di Maribaya hanya sekadar mitos bagi manusia kebanyakan. Sementara bagi kaum Margol, berteman dengan manusia sama saja membuka pintu gerbang kehancuran. Untuk bersahabat dengan bangsa Lembut sendiri, kaum Margol akan sangat hati-hati. Saking hati-hatinya, hingga kini sesama utusan wajib menutup mata saat melintasi masing-masing wilayah.

Saat kedua makhluk berbeda ras tersebut masih sibuk mencerna setiap penampakan dalam lukisan, di dalam ruang utama puncak bangunan padepokan Swargalega, Pramponama seperti ditarik untuk semedi. 

(bersambung)

0 comments: