Melunturnya Nilai Aktivis


Ilustrasi Rusuh Demonstrasi

Saat SD dahulu, tak pernah terbayangkan ada yang namanya demonstrasi. Layar televisi, radio, dan majalah langganan sekolah tak sekalipun menyebutkan kegiatan tersebut. Semua kritik dan saran selalu ditampung di kotak saran yang selalu disediakan tiap instansi. Bila tak memuaskan, toh Sang Presiden kita waktu itu selalu siap sedia turun menemui rakyatnya. Begitulah dunia damai Indonesia waktu itu, setidaknya dalam alam pikiran kami anak sekolah dasar di kampung.

Memasuki SMP, kegaduhan menyapa negeri hingga pelosok. Tercatat kota kecilku, Bumiayu, menjadi salah satu ajang kerusuhan dan penjarahan yang tentu saja memilukan. Setidaknya berpuluh toko yang entah mengapa jadi sasaran utama para penjarah. Lalu kata demontrasi dan demontran terasa begitu akrab di telinga. Semua media, kecuali majalah dan buku sekolah, begitu gamblang mendeskripsikan apa itu demontrasi.

Pendidikan: Dulu dan Kini


Ilustrasi Pendidikan
Kabar menggebirakan datang dari keponakanku yang naik ke kelas 4. Dia juara satu di kelasnya. Sebuah prestasi yang ia raih setelah diiming-imingi berbagai macam hadiah dari orang tuanya. Kesimpulannya, semua bisa digapai asal ada harga yang dibayar.

Tentu keadaan di atas jauh berbeda pada jamanku apalagi jaman buyutku. Jamanku, juara kelas tidak pernah ada janji apapun dari orang tuaku, karena memang tak mampu. Hanya ada hadian pensil dan buku tulis tiga biji. Semua hadiah diserahkan saat upacara penutupan catur wulan. Kesimpulannya, juara karena yang lain malas belajar, atau terlalu sibuk bekerja karena mereka punya sawah atau kebun sementara aku tidak.

Tabu di Petahunan


Ilustrasi
Bendung Petahunan kembali memakan korban. Kali ini, gadis yang masih belia dipaksa takdir menyerahkan nyawanya kepada kejamnya air. Sebuah kesia-siaan yang berpangkal pada tabu di bendungan yang berair tenang tersebut. Tabu tersebut adalah, ego!

Mungkin terdengar kejam ketika sedikit menyalahkan korban yang telah meninggal. Namun berulangnya kejadian ini adalah karena minimnya kehati-hatian sekaligus pengetahuan medan dari para korban. Penulis sendiri pernah menyaksikan teman sekolah yang tenggelam, bahkan di depan mata kepala sendiri. Dua orang perempuan dan kebetulan penulis yang terdekat dengan mereka dan yang menariknya hingga ke pinggir. Alhamdulillah mereka selamat, meski mengalami trauma hebat.

Semoga Tak Ada "Samsul" di Brebes!

Samsul Penjual Cilok di Kaki G. Slamet (http://inspirasiperjuanganmu.blogspot.com)

Potret kesejahterahan Indonesia kini masih jauh dari kemerdekaan untuk hidup sejahtera. Samsul bocah 10 tahun yang tinggal di Kaki Gunung Slamet tepatnya Desa Bumijawa Kabupaten Tegal yang kini bekerja sebagai penjual bakso “Cilok”. Samsul adalah sulung dari 4 bersaudara yang duduk dikelas 4 SD. Zindan adik kandung dari Samsul yang duduk di kelas 1. Keduanya sangat piawai mempersiapkan dagangan ciloknya. Setiap pulang dari sekolah Samsul dan zindan mulai menjajakan jualannya. Samsul tidak merasa malu saat berjualan, bahkan ia merasa senang bisa membantu kedua orangtuanya. Samsul sangat senang jika zindan membantu berjualan bersamanya. Prihatin dengan kondisi orang tuanya, sepulang sekolah Samsul berjualan cilok demi mendapat sedikit rupiah.

Jika BBM Naik



Kenaikan BBM (inilah.com)
BBM memang tidak jadi dinaikkan 1 April lalu. Namun mengingat utak-0atik pasal siluman yang kini sedang diuji materi, maka kenaikan tinggal menunggu waktu saja.

Maka sesungguhnya hari kian dekat dengan waktu untuk mengantre BBM tepat sebelum pukul 00.00 tiba. Saat itu, adalah hari terakhir premium yang merupakan bahan bakar kaum miskin bisa dinikmati dengan harga Rp 4.500,00. Meski faktanya harga di pedesaan tidaklah sebesar besaran yang ditetapkan pemerintah karena buruknya system distribusi yang dimiliki pemerintah. Sejak skenario kenaikan BBM diumumkan oleh pemerintah, maka kejadian sebagaimana diuraikan di atas tentu saja sudah di depan mata.

Adegan berikutnya mudah ditebak, sekumpulan insentif langsung untuk rakyat digelontorkan bak Sinterklas. BLT yang diharapkan mampu menyelamatkan rakyat miskin yang menuju kolaps pascakenaikan BBM menjadi pilihan. Program yang mempertotonkan kemiskinan secara vulgar ini akan kembali mengharu biru di tanah Indonesia. Jangan lupakan tontonan lain dari adanya Bantuan Langsung Tunai ini, korupsi terstruktur dari tingkat RT hingga entah di mana puncaknya.