Semoga Tak Ada "Samsul" di Brebes!
Samsul Penjual Cilok di Kaki G. Slamet (http://inspirasiperjuanganmu.blogspot.com) |
Potret kesejahterahan Indonesia kini masih jauh dari kemerdekaan untuk hidup sejahtera. Samsul bocah 10 tahun yang tinggal di Kaki
Gunung Slamet tepatnya Desa Bumijawa Kabupaten Tegal yang kini bekerja sebagai
penjual bakso “Cilok”. Samsul adalah
sulung dari 4 bersaudara yang duduk dikelas 4 SD. Zindan adik kandung dari
Samsul yang duduk di kelas 1. Keduanya sangat piawai mempersiapkan dagangan
ciloknya. Setiap pulang dari sekolah Samsul dan zindan mulai menjajakan
jualannya. Samsul tidak merasa malu saat berjualan, bahkan ia merasa senang
bisa membantu kedua orangtuanya. Samsul sangat senang jika zindan membantu
berjualan bersamanya. Prihatin dengan kondisi orang
tuanya, sepulang sekolah Samsul berjualan cilok demi mendapat sedikit rupiah.
Tak
jarang Samsul dan keluarga terpaksa makan cilok tengik bila tak ada lauk teman
nasi.Berbagi tugas dengan adiknya menabuh
bambu guna memberi tanda saat berjualan keliling. Harga cilok dagangannya hanya
500 rupiah. Keduanya harus piawai menjajajkannya karena harus segera habis
dalam sehari. Perjuangan Samsul tidak sampai disini ia harus menggendong
gerobaknya. Ia tidak peduli dengan rasa sakit dipundaknya. Kadang pembeli
sering hutang kepada Samsul, tapi bocah kecil ini tidak berani untuk menagih
hutang dari pembeli ciloknya. Samsul seringkali berjualan diluar desanya.
Bumijawa memang desa yang curah hujannya tinggi, sering Samsul dan Zidan harus
bersabar untuk mengejar jualan ciloknya hingga habis karena turun hujan.
Ayah Samsul
nikah muda, Ia pekerja serabutan untuk mendapatkan sesuap nasi. Ibu Samsul kini
menderita sakit yang membutuhkan biaya pengobatan. Modal yang Samsul dapat
merupakan iba dari salah seorang kios
penggiling daging walaupun hutang keluarga Samsul belum tertunaikan. Apa mau
dikata, Samsul harus berjuang demi mendapatkan rezeki untuk membantu kedua
orang tuanya. Samsul tak lepas dari cacian teman-teman sebayanya saat
berjualan. Ia tidak peduli dengan itu semua. Masa kecil Samsul tidak sepenuhnya
bias ia nikmati. Teman-teman sebayanya kadang ingin mengajak bermain saat
pulang sekolah namun Samsul keluar rumah dengan gerobag yang di gendongnya. Ibu
Samsul sering merasa bersalah melihat anaknya berjualan keliling untuk membantu
perekonomian keluarganya.
Jarak kelahiran
anak-anaknya sangat dekat sehingga pengeluaran ekonomi sangat banyak. Terutama
untuk pendidikan anak-anaknya. Hingga kini Samsul masih punya tunggakan biaya
pendidikan di sekolahnya. Jualan cilok tidak mampu menutupi segala pengeluaran
keluarga. Dalam Sehari Samsul berjualan cilok hanya mendapatkan uang kurang
lebih 12.000 rupiah. Terkadang orang tua Samsul menyerah karena tidak sanggup
mebiayai sekolahnya. Samsul punya cita-cita bisa melanjutkan ke Pondok
Pesantren. Namun, kedua orangtuanya tidak sanggup mewujudkan impian Samsul.
Samsul nasibnya tidak ingin seperti orangtuanya, Ia ingin tidak buta huruf.
"Samsul ingin mondok di pesantren, tapi ibu nggak punya uang. Samsul nggak
ingin seperti bapak & ibu, nggak sekolah" kini Samsul dengan Semangat
dan Kemauan yang tinggi dalam berjuang untuk mencapai cita-citanya.
0 comments: