Ketika Kampungku Beriman

10:43:00 AM Gehol Gaul 2 Comments

Berebut Benar

Kejayaan masa lalu selalu didengungkan oleh kaum tua untuk memotivasi kaum muda. Sayangnya kejayaan tersebut hanya berupa ucapan dengan bukti sekedar reruntuhan. Meski catatan tentang kejayaan terkadang ada, namun cerita yang sudah termanipulasi hayalan lebih dominan.

Mahsyurnya masa lalu selalu dideskripsikan dengan makmurnya segenap warga, amannya wilayah desa, eratnya silaturahim antarsesama, hingga nihilnya perbuatan aib. Sebuah suasana khas desa yang warganya bukan sekedar berbagai kesusahanm, namun juga kesenangan. Di masa lalu, segenap warga rela berhenti bekerja jika sesamanya berduka dan bersuka ria.


Sayangnya generasiku hanya mengenal keindahan desa dalam bingkai modernisasi yang kurang sempurna diserap. Maka semua yang bersifat desa kian ditinggalkan karena dinilai tidak sesuai dengan semangat modernisasi. Semangat modernisasi kian kuat seiring dengan kian gencarnya stigma beriman dan kafir bagi warga.

Ketika dating para pendakwah suasana kampungku mendadak memanas. Solidaritas yang dahulu sangat kental entah kenapa langsung memudar. Jika dahulu saat Lebaran Idul Fitri dan Idul Adha suasana kampung meriah, kini kemeriahan terjadi setengah-setengah. Sehari golongan anu, sehari kemudian golongan lain yang melaksanakan.

Di kampungku kini jarang sekali persatuan ditunjukkan. Jangankan hari raya yang entah kapan bisa sama lagi, Jumatan-pun terkotak-kotak di beberapa lokasi. Padahal, cukup satu mesjid untuk menampung keseluruh jamaah yang melakukan sholat Jumat di tiga lokasi.

Kotak-kotak itu kian nyata saat perayaan keagamaan. Jangan harap seluruh warga akan menikmati hidangan layaknya sedekah jaman jaya yang selalu didengungkan kaum tua. Kini, sekedar daging kurbanpun sudah ada alokasinya masing-masing. Jika si A berkurban, maka hanya kaum segolongannyalah yang berhak menikmati daging kurbannya. Bahkan tetanggapun wajib dilewati demi membuktikan bahwa golongan tertentu eksis dan mampu berkurban.

Yang paling menyakitkan, kerukunan yang dahulu begitu terasa kini berganti dengan sikap cuek nan merajalela. Kini dengan aneka larangan ala orang beriman, kau tak bisa lagi bebas bergaul dengan sesama dan melakukan aneka kegiatan yang mempererat persaudaraan warga. Ironisnya, sekedar poskamlingpun menghilang karena keamanan kini milik masing-masing belaka.

Dan sejarah kampungkupun melayang entah kemana. Terbawa janji-janji surga milik orang beriman. Yang demi disebut beriman dengan bangga meninggalkan tradisi dan saudaranya. Tradisi di cap jahiliyah dan saudaranya bisa dimasukkan kelompok kafir. Semoga hanya kampungku saja!

2 comments: