Terima Kasih "Odong-odong"

Kau bidadari turun dari surga ....

Itulah bait yang sudah seminggu ini dinyanyikan anak perempuanku yang berusia 3,5 tahun. Ia menyanyikannya setelah pulang dari rumah temannya yang berusia hanya setahun lebih tua. Setelah menyanyikannya, beruntung hanya sebait itu yang hapal, ia lalu menyebut-nyebut Coboy Junior. 

Masalah kembali muncul saat boyband bocah ini kemudian akan merilis filmnya di bioskop. Anakku kembali merengek bahwa ia ingin sekali menyaksikan film yang dibintangi oleh empat orang anak kecil yang menyanyikan lagu, yang menurut saya, aneh tersebut. Aneh mengingat anak-anak seusia mereka begitu fasih bersenandung tentang cinta dan kegombalan. Sesuatu, yang tidak mungkin ditemui saat saya kanak-kanak.

Saya masih beruntung sebab anak saya sudah terlebih dulu dijejali dengan koleksi CD bapak dan ibunya yang berisi Joshua, Trio Kwek-Kwek, dan sederet artis cilik jaman saya kecil. Juga beruntung karena dia sudah terbiasa mendengar lagu-lagu anak-anak, yang benar-benar diperuntukkan bagi anak-anak. Ia masih hafal lagu-lagu, Bintang Kecil, Kereta, Balonku, dan deretan lagu anak-anak wajib lainnya. Seandainya saya telat, mungkin semua lagu Coboy Junior dan bocah-bocah boyband atau girlband bisa-bisa dikunyah tanpa saringan.

Bayangkan, anak sekecil anak saya dengan fasihnya menyanyikan sebuah bait tentang merayu kekasih. Menyedihkan juga, jika seandainya anak saya yang masih berusia 3,5 tahun bersenandung tentang betapa indahnya cinta pertama. Padahal, untuk sekedar mencopot celana jeans saja ia masih kesulitan.Entah apa pula yang dirasakan orang tua jika anaknya yang ingus masih menempel di hidung dengan ceria bercerita tentang idolanya yang bisa jadi masih belum hapal bacaan Sholat.

Satu hal yang baru saya sadari adalah kontribusi tukang odong-odong. Setelah era industri yang menomorsatukan pasar ini, anak-anak seolah menjadi dunia yang ogah dilirik sama industri musik. Tiadanya ciptaan lagu anak-anak baru bukan satu-satunya hal yang bikin hati miris. Lihat saja aneka ajang pencarian bakat di negeri ini. Semua talenta seolah dipaksa menjadi dewasa sebelum waktunya. Hanya tukang odong-odong yang konsisten menyajikan lagu anak-anak.

Koleksi mereka lengkap untuk menemani anak-anak menaiki wahana yang mereka sajikan. Tentu saya sebagai orang tua sangat bersyukur, masih ada yang bisa menarik anak-anak untuk menyanyikan lagu-lagu yang diperuntukkan bagi mereka. Seandainya tak ada tukang odong-odong, mungkin anak-anak akan cepat bosan mendengarkan senandung lagu yang pas buat mereka. Bagaimanapun, magnet televisi telah begitu kuat menarik semua perhatian kita, termasuk anak-anak. 

Kuatnya televisi menyedot perhatian anak-anak adalah kian sepinya ruang terbuka yang ada di lingkungan kita saat primetime. Juga kian berkurangnya jamaah mengaji di surau-surau terdekat. Atau kian cepatnya, mereka pulang dari mengaji dan sekolah. Dan, terpujilah tukang odong-odong yang "hanya" demi uang ribuan, menyajikan wahana yang memikat hati anak kecil dan mengisi telinga serta otak mereka dengan lagu-lagu yang pas dengan usia mereka. 

Tentunya, ketekunan mereka wajib diapresiasi di tengah anggapan para penggarap industri hiburan yang menomorsatukan uang tanpa memerhatikan efek negatif sajian mereka bagi anak-anak. Ssalut!








Brebes, Diantara Kebo dan Jalan Blekukan

Pilkada untuk memilih Gubernur Jawa Tengah usai sudah. Pemenangnya adalah muka baru dari Partai Kebo alias PDIP. Meski secara definitive KPUD Jawa Tengah belum mengumumkan kemenangan Ganjar Pranowo, namun seluruh lembaga penyelenggara quick count menunjukkan bahwa langkah tokoh muda ini di Jateng 1 tak terbendung.

Kemenangan Ganjar cukup keren mengingat PDIP sempat “membuang” kader militant asli Jawa Tengah yang digadang-gadang bakal dijadokan jagoan. Rustriningsih, yang jadi kader PDIP militant dan popular di Jateng batal dijadikan jagoan karena dinilai Megawati “mbalelo”. Maka, kemenangan Ganjar patut diapresiasi, apalagi lawannya kali ini adalah incumbent sekaligus pensiunan jenderal yang didukung mesin politik solid dan sedang berkuasa.

Namun, bagi warga Brebes khususnya Gehol, kemenangan kaum muda dari PDIP belumlah tentu angin segar. Ingat! Saat ini Bupati Brebes yang baru seumur jagung memimpin G-1 juga berasal dari PDIP. Malangnya, buruknya insfratruktur di Brebes, terutama Brebes Selatan membuat langkahnya bak mendaki dinding terjal. Belum juga dilantik, Sang Bupati sudah digoyang pemekaran.

Beruntung, 2013 adalah tahun politik tahunnya siap-siap meraih sesuatu yang lebih oke di saat pemilihan nanti. Kini, para pegiat pemekaran menghilang mengembara membawa kepentingan mereka masing-masing. Buktinya, arena pilgub jadi pertaruhan. Yang sibuk omong pemekaran menyelinap di tiap-tiap tim sukses guna amankan kursi 2014 nanti. Nah, lengkap sudah derita Gehol bukan?

Gehol dan masyarakat Bantarkawung lainnya akan tetap tersaruk-saruk di jalanan penuh lubang dan lumpur. Rasanya sulit menghilangkan “blekukan” di jalanan Brebes saat ini. Maklum saja, baik pemimpin local alias bupati dan gubernurnya berasal dari partai dengan lambing kerbau. Dan tahukan sifat kerbau? Suka gupak alias mandi lumpur.

Jadi, jangan berharap banyak dengan terjadinya peralihan kekuasaan dari mantan militer didukung Demokrat yang elitis ke partai yang mencitrakan diri sebagai partai wong cilik ini. Sebagaimana yang terjadi dengan Brebes, maka sudah sepantasnya jika Jawa Tengah tetap memalingkan wajah dari Gehol. Ibarat pantun Gehol, bahwa Gehol milih Gehol dipigih.


Jika pemilihan bupati dan gubernur tak memberikan perubahan signifikan bagi kehidupan bangsa Gehol, apakah demikian juga dengan pemilihan presiden, dpr, dprd, dan kepala desa tahun mendatang? Hanya waktu yang bisa menjawab.

Cobain BlackBerry Channel Yuk!

Kabar mengejutkan dari BlackBerry yang “membebaskan” BBM menuju berbagai OS. Tercatat, iOS 6 ke atas milik Apple dan Android ICS yang dibesut Google dan dibebaskan dipakai produsen handset mana saja bisa mencicipi sistem pesan instan yang sudah menyatu dengan BlackBerry.
Tampilan BBM 8 Beta

Kabar lainnya adalah, BlackBerry bersiap meluncurkan sosial media yang mirip seperti Twitter. Nah, karena menarik, maka saya coba untuk menjajal aplikasi teranyar dari perusahaan yang dulunya bernama RIM ini. Pertama kali, tentu saja kudu terdaftar di BlackBerry Beta Zone. Daftarnya mudah saja, tinggal masukin BlackBerry ID aja kok. Nah kalo sudah daftar, yuk kita coba BBM Channel versi beta.

Pertama, kita bakal disuguhin sama beberapa brand yang sudah punya BBM Channel. Ada Mercedes AMG Petronas, BlackBerry Live, CreakBerry, CrackBerry Kevin, BlackBerry OS, N4BB, BlackBerry Developer Channel, dan lainnya. Nah, kalo mau ikut salah satu dari BBM Channel di atas, tinggal klik dan join aja. Gampang banget, gak perlu nunggu undangan segala, hampir kayak Twitter kalo kita follow orang.

Tampilan Update Kontak
Kalo mau bikin BBM Channel sendiri, ya tinggal klik Create Channel aja. Prosesnya mirip sama daftar jejaring sosial lainnya. Tinggal create name,  deskripsi channel, lokasi dan ya biasa, data pemilik channel. Oya lupa, buat BBM Channel ini, BlackBerry udah upgrade BBM dari versi 7 ke versi 8 dan bisa didownload untuk OS 5 ke atas.

Tampilan dari BBM 8 ini mirip banget sama Twitter for BlackBerry. Bagian paling atas ada profil kita, kemudian deretan bawahnya ada chatting, biasa berlogo BBM seperti biasa. Kemudian ada ikon orang yang merupakan kontak dan sebelahnya ada ikon grup BBM. Yang baru tentu saja ikon share (bulatan dengan 3 kaki) yang merupakan logo BBM Channel. Dan terakhir ada ikon refresh yang berisi update terbaru dari kontak BBM kita.

Mau tahu lebih banyak, silakan aja lihat gambar-gambar yang saya share. Semoga bermanfaat.
Beberapa BBM Channel
Bikin BBM Channel Baru

Sudah Bikin BBM Channel

Statistik BBM Channel Mirip Twitter




Pengaturan Lokasi, Invite, Barcode, dan PIN BBM Channel




Berharap Harta Amalillah

Kisah tentang Bung Karno hingga detik ini selalu menghiasi telinga anak bangsa. Kisah mistis dan kekayaan Beliau merasuk dalam sanubari kaum-kaum pinggiran yang tak kebagian remah-remah kekayaan negeri ini. Termasuk kisah tentang harta Bung Karno sebagai dana revolusi yang di simpan di sebuah bank di negara Swiss yang bernilai triliunan rupiah sudah lama bergaung.

Di antara penggoreng isu harta karun Bung Karno, maka Yayasan Amalillah adalah yang terdepan. Menurut berbagai hikayat, Yayasan Amalillah diketuai oleh Raden Aiyon Suharis Restuningrat. Saat ini, kaki tangannya telah merambah di berbagai pelosok nusantara memburu mangsa.

Kampung-kampung di Kelurahan Sindangwangi pun masku perangkap para pemburu keuntungan dari keluguan warga. Kini, virus cepat kaya tanpa kerja mewabah dan mencuci otak para pengikut Yayasan Amalillah. Setiap saat, kertas bertanda tangan entah siapa dan mengatasnamakan EFG Bank yang ada di Swiss sana jadi sandaran. Tercatat, seorang kawan diklaim punya deposito di bank tersebut sebesar US$ 12,5 juta.

Dalam usahanya mengumpulkan dana, setiap warga kampung yang berminat cukup menyetorkan uang sebesar Rp 25.000 per orang sebagai biaya administrasi dan pada saatnya nanti akan memperoleh hibah dana revolusi Bung Karno yang disimpan di luar negeri dan akan dibayarkan melalui Bank Indonesia.

Tapi benarkah klaim ini? Lihat saja pengumuman dari Bank Indonesia berikut ini: 

No.6/41/BGub/Humas

BANK INDONESIA TIDAK MEMILIKI KAITAN DENGAN YAYASAN AMALLILLAH

Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan masyarakat mengenai kebenaran isi dokumen/surat yang ditunjukkan oleh oknum/pihak tertentu mengenai rencana pencairan dana Yayasan Amallillah oleh Bank Indonesia melalui beberapa bank umum nasional pada akhir Maret 2004, dengan ini diberitahukan bahwa:
  1. Bank Indonesia tidak memiliki kaitan apapun, baik langsung maupun tidak langsung dengan Yayasan Amallillah.
  2. Bank Indonesia tidak pernah mengeluarkan surat keputusan/dokumen/persetujuan berkaitan dengan rencana pencairan dana Yayasan Amallillah tersebut.
  3. Bank Indonesia tidak mengelola rekening atas nama Yayasan Amallillah. Dengan demikian, kebenaran seluruh isi dokumen/surat tersebut tidak dapat
    dipertanggungjawabkan atau palsu.
Selanjutnya diharapkan kewaspadaan seluruh anggota masyarakat apabila ada oknum atau pihak tertentu yang akan memanfaatkan surat/dokumen palsu tersebut untuk kepentingan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, agar segera melaporkannya kepada pihak yang berwajib. 

Jakarta, 26 Maret 2004

Biro Komunikasi

Rusli Simanjuntak
Kepala Biro 

Nah, sudah jelas atau masih terpesona dengan iming-iming kaya tanpa usaha?


Ketika Jalan “Blekukan” Apa Gunanya Pajak?

Lihat Twitter saat senggang berita miring tentang tanah kelahiran yang didapat. Tersebutlah wilayah yang merasa rajin membayar pajak, ternyata harus rajin juga berpeluh ria di jalanan. Sayangnya, jalan yang biasa mereka gunakan jauh dari kata layak. Semua sudah berlubang, hingga mirip empang saat hujan mendera.

Jalur itu adalah jalur Bumiayu-Salem, urat nadi masyarakat Kecamatan Bantarkawung dan Salem. Masyarakat yang sudah lama “teraniaya” karena kurangnya perhatian Kabupaten Brebes dalam menyejahterakan mereka. Apalah daya, hingga bupati berganti berpuluh-puluh kali, mereka hanya kenyang dengan janji.

Sejuta marah dan keluh kesah seolah angin yang mendesah. Dianggap lalu oleh setiap yang mendengar. Terpaksalah mereka berinisiatif. Menggelontorkan marah meski dengan jalur yang sangat teramat sopan. Tulisan. Tujuannya hendak menyentil rasa malu para penguasa namun entah apakah sentilan itu dianggap ada.

Bahkan hingga ke social media sentilan menyebar, jalanan tetaplah berkubang. Blekukan ucap warga Gehol sana. Mirip jalan berlumpur yang biasa dilalui kerbau atau sapi. Yang bisa jadi “pakboletus” alias “tapak kebo lelene satus”. Ini artinya, jalanan sudah benar-benar menjelma menjadi empang. Salah siapa?

Tapi Brebesku memang sedang ayik-masyuk dengan ide memekarkan diri. Energi habis untuk meraih pemisahan yang dianggap jalan pintas menyejahterakan rakyat. Meski kuyakin, hanya segelintir elit yang merasakannya. Tidak sekedar jalur Bumiayu-Salem yang secara tradisi lekat dengan “blekukan”, jalur lainpun seolah “iri” sehingga merusakkan diri.
Brebesku, perbaikilah jalan warga-warga yang sudah lelah menunggu di sana.