Ketika Jalan “Blekukan” Apa Gunanya Pajak?
Lihat Twitter saat senggang berita miring tentang tanah kelahiran
yang didapat. Tersebutlah wilayah yang merasa rajin membayar pajak, ternyata
harus rajin juga berpeluh ria di jalanan. Sayangnya, jalan yang biasa mereka
gunakan jauh dari kata layak. Semua sudah berlubang, hingga mirip empang saat
hujan mendera.
Jalur itu adalah jalur Bumiayu-Salem, urat nadi masyarakat Kecamatan
Bantarkawung dan Salem. Masyarakat yang sudah lama “teraniaya” karena kurangnya
perhatian Kabupaten Brebes dalam menyejahterakan mereka. Apalah daya, hingga
bupati berganti berpuluh-puluh kali, mereka hanya kenyang dengan janji.
Sejuta marah dan keluh kesah seolah angin yang mendesah. Dianggap lalu
oleh setiap yang mendengar. Terpaksalah mereka berinisiatif. Menggelontorkan
marah meski dengan jalur yang sangat teramat sopan. Tulisan. Tujuannya hendak menyentil
rasa malu para penguasa namun entah apakah sentilan itu dianggap ada.
Bahkan hingga ke social media sentilan menyebar, jalanan tetaplah
berkubang. Blekukan ucap warga Gehol sana. Mirip jalan berlumpur yang biasa
dilalui kerbau atau sapi. Yang bisa jadi “pakboletus” alias “tapak kebo lelene
satus”. Ini artinya, jalanan sudah benar-benar menjelma menjadi empang. Salah
siapa?
Tapi Brebesku memang sedang ayik-masyuk dengan ide memekarkan diri.
Energi habis untuk meraih pemisahan yang dianggap jalan pintas menyejahterakan
rakyat. Meski kuyakin, hanya segelintir elit yang merasakannya. Tidak sekedar
jalur Bumiayu-Salem yang secara tradisi lekat dengan “blekukan”, jalur lainpun
seolah “iri” sehingga merusakkan diri.
Brebesku, perbaikilah jalan warga-warga yang sudah lelah menunggu di
sana.
0 comments: