Konflik Elit: Problem Gehol dan Timnas

Ada sebuah kesamaan antara timnas sepakbola Indonesia dan Gehol, sama-sama terpuruk dan miskin prestasi. Timnas yang diguyur dana melimpah ternyata tak mampu berbicara banyak. Jangankan level dunia atau Asia, bahkan di Asia Tenggara pun timnas sepakbola Indonesia seakan Cuma sekedar figuran.


Gehol memiliki problem sama yaitu sebagai figuran alias dianggap antara ada dan tiada oleh masyarakat lainnya. Hanya saja Geho tidak dan jauh dari guyuran dana. Jikapun ada dana pemerintah, maka ia hanya mengguyur sebagian orang saja. Prestasi Geholpun setali tiga uang, jauh dari memuaskan. Meski memang secara keseluruhan tak ada kompetisi yang bisa diikuti secara berjenjang di daerah Bantarkawung, Brebes.

Tentu sangat tidak bijak menyalahkan kegagalan keduanya dengan hanya menuding pelaku saja. Banyak hal yang memengaruhi dan salah satu yang menjadi alas an utama yang patut dijadikan kambing hitam adalah konflik elit yang melanda. Tentu masih ingat bagaimana elit PSSI yang secara vulgar memperlihatkan ego masing-masing dan cenderung mengabaikan pembanguna  olahraga secara komprehensif.

Sebagaimana timnas, Gehol pun sama. Terlalu lama elit Gehol larut dalam konflik terselubung. Konflik yang dipendam bak bara ini kemudian dijadikan warisan kepada generasi muda Gehol. Pada akhirnya, konflik tersebut menghambat banyaknya potensi yang bisa diraih oleh kaum muda Gehol.

Pertarungan yang tiada henti ini kemudian menjadikan berbagai kegiatan di Gehol mandek bahkan mati. Kesibukan elit berkonflik akhirnya menghabiskan energi mereka. Karena energi mereka sudah habis, maka kerja untuk publikpun terkesampingkan. Kerja para elit hanya satu: bagaimana melanjutkan kekuasaan ada di tangan mereka tak peduli apapun akibatnya.

Jika timnas memiliki kompetisi sekaligus institusi yang harus berbenah agar kembali berjaya, maka Gehol memiliki pilkades sebagai ajang perbaikan diri. Gehol tentu harus memanfaatkan momentum tersebut untuk perbaikan dalam segala bidang.

Sudah saatnya para elit kembali menginjak ke bumi. Lihatlah generasi muda yang kini terombang-ambing akibat tidak adanya panutan yang layak. Lihat juga bagimana sulitnya kaum muda berkarya akibat tersedotnya perhatian elit dalam putaran konflik. Tenaga, pikiran dan materi yang seharusnya mampu menyediakan media ekspresi bagi kaum muda justru digunakan untuk berkutat dengan konflik.

Mengingat 2012 adalah tahun pergantian pucuk pimpinan Gehol, maka bukan tidak mungkin konflik akan kian memanas. Padahal, momen ini adalah momen harapan bagi rakyat kebanyakan dalam memperbaiki kehidupan mereka. Bagaimanapun, pergantian pemimpin selalu memberikan harapan baru bagi yang dipimpin. Lalu, tegakah harapan itu terhapus atau semu belaka dengan tingkah elit yang rajin berkonflik.

Sebagai masyarakat biasa sekaligus sebagai bagian dari kaum muda, tentu banyak harapan tersemat dalam pergantian pemimpin ini. Tak peduli siapapun yang terpilih, yang penting bagaimana ia mampu mengelaborasi potensi Gehol agar mampu kembali berbicara di berbagai ajang. 

Harapan juga tersemat kepada kaum muda dan publik secara umum. Semoga mereka masih mau peduli dan memperjuangkan perubahan untuk kehidupan mereka. Bagaimanapun, mereka adalah pihak yang paling dirugikan oleh adanya konflik abadi kaum elit. Jadi, wajar saja jika kemudian mereka memilih apatis dan tak peduli.

Harapan agar kaum muda dan publik memilih pemimpin yang benar-benar tepat tentu harus tetap dipertahankan. Semoga di 2012, tahun yang digadang-gadang akan terjadi kiamat, benar-benar menjadi kiamat bagi keterpurukan Gehol.

Mengais Peluang di Gehol

Melihat Gehol di kekinian jaman tentu tak lepas dari meninjau Indonesia secara keseluruhan. Jika dilihat dari segi budaya instant, maka Gehol dan Indonesia umumnya tentu mencemaskan. Namun percayalah bahwa kecemasan tersebut bisa dijadikan tambang emas bagi yang mampu memanfaatkannya.

Hampir semua hal diinginkan terjadi dengan serta merta oleh hampir setiap orang. Gaya hidup adalah salah satu manifestasi dari instanisme yang paling mencolok. Tentu saja hal ini dibalut dengan tingginya gengsi yang disandang. Lalu, peluang apakah yang bisa diraih?

Bagaimanapun cepatnya masyarakat Gehol mencoba up to date, harus diakui bahwa masih ada pemisah baik itu jarak, waktu maupun pemahaman tentang gaya hidup yang ingin ditiru. Untuk lebih berfokus terhadap peluang yang diambil, maka kita khususkan tinjauannya melalui teknologi. Sebab, teknologi adalah salah satu instumen sekaligus ikon dari gaya hidup yang instan.

Kehadiran jejaring sosial kembali harus diakui sebagai faktor penting yang membuat budaya instan kian merebak bahkan di desa sekalipun. Masalahnya, kecepatan desa dalam menduplikasi budaya di perkotaan melalui media apapun masih lambat. Disinilah peluang tersebut terbuka, menyediakan sebuah media atau alat agar masyarakat di desa kian mampu mengejar ketertinggalan budaya.

Bisnis teknologi dimanapun berada adalah bisnis yang paling menggiurkan. Selain ceruk pasar yang masih terbuka, Gehol sebagai sebuah bagian dari dunia global baik maya maupun nyata tentu membutuhkannnya. Masalahnya sejauh mana kita menguasai teknologi untuk kemudian kita terapkan sebagai potensi bisnis. Penguasaan teknologi dan informasi tentu sangat penting demi penguasaan pasar yang sangat potensial ini.

Harus diakui bahwa Gehol dalam hal penguasaan teknologi masih jauh tertinggal. Selain karena begitu cepatnya perkembangan yang ada, infrastruktur yang adapun tidak atau belum mendukung. Oleh karena itu, sungguh aneh ada program internet masuk di desa. Sebuah program yang selain menghamburkan uang juga sangat minim efek positifnya bagi warga Gehol yang sebagian besar adalah petani.

Jika saja mau berinvestasi lebih, maka mendirikan usaha berbasis IT di Gehol tentu sangat menjanjikan. Sasaran utama dari bisnis ini bisa ditujukan kepada para kawula muda Gehol yang demam teknologi dan informasi. Hanya saja, perlu dibatasi juga asupan informasi yang disediakan agar konflik dengan masyarakat bisa diminimalisir. Yang pasti, melakukan edukasi sosial sebelum pendirian bisnis IT adalah hal mutlak.

Setelah jelas pangsa yang dituju, sekali lagi pastikan bahwa penyedia bisnis harus juga bertindak sebagai ahli atau minimal lebih tahu dari masyarakat awam. Hal ini sangat dibutuhkan mengingat kehadiran "barang baru" dalam sebuah komunitas akan sangat mengagetkan baik secara psikologis maupun kultural. Kemampuan teknis ini selain sebagai preventif terhadap operasional bisnis juga sangat jitu dalam meredam gejolak konflik yang timbul akibat berubahnya kultur dan tradisi.

Mengenai modal tentu bukan hal yang sulit saat ini untuk mendapatkannya. Bahkan desa sebagai sebuah pemerintahanpun menyediakannya. Hal ini bisa didapat melalui paket PNPM Mandiri. Sebuah program yang di Gehol bisa dikategorikan sebagai program yang jauh dari tujuan awal. Dengan adanya program ini, yang hingga kini masih dianggap uang gratis, seseorang yang ingin menjadi pengusaha betulan seharusnya lebih mudah mendapat akses.

Nah, dengan ceruk pasar yang terbuka, kemampuan teknis yang jumpuni dan kemudahan mendapatkan modal bukankah bisnis ini layak dijalani? Selamat mencoba!

Kuliner Gehol II: Pecak Botor

Membahas kuliner Gehol tentu masih banyak yang terpendam dan belum muncul kepermukaan. Selain kian tenggelam oleh aneka makanan cepat saji yang dijajakan oleh pedagang keliling. Kerepotan sekaligus bahan yang kian sulit didapat adalah alasan kenapa kuliner Gehol kian tidak dikenal oleh anak jaman sekarang. Apalagi, hal-hal yang berbau tradisi seolah merenggut gengsi.

Salah satu kekayaan kuliner Gehol yang sangat akrab pada masa lalu adalah Pecak Botor. Botor adalah biji dari kecipir atau Psophocarpus tetragonolobus (L. D.Cang.) yang merupakan tumbuhan merambat polong mudanya dimanfaatkan sebagai sayuran. Kecipir berasal dari Indonesia bagian timur. Di Sumatera dikenal sebagai kacang botol atau kacang belingbing. Nama lainnya adalah jaat (bahasa Sunda), kelongkang (bahasa Bali), serta biraro (Ternate).

Kecipir sendiri memang biasa dijadikan lalaban oleh masyarakat Gehol. Yang muda bisa dijadikan coel saat masih mentah. Jika tak suka mentah, maka kecipir muda cukup direbus dan siap dijadikan lalapan. Jika sudah agak tua, maka bisa dijadikan sayur oseng.

Biji kecipir sendiri biasanya dijadikan benih untuk melangsungkan siklus hidup kecipir. Namun, karena di masa lalu sering terjadi paceklik, maka benihnyapun terkadang dijadikan lauk yang menggoda. Cukup sangrai hingga matang, lalu campurkan dengan sambal. Maka jadilah Pecak Botor.

Kenikmatan pecak botor tentu saja sulit ditandingi, karena meski sederhana, perpaduan bumbu pecak yang khas Sunda berpadu dengan wangi sekaligus renyahnya biji Botor. Botor yang dipecak tidak dalam bentuk bulat-bulat lagi. Botor telah digerus bersama sambal yang biasanya terdiri dari cabe, garam, bawang merah, bawang putih, dan terasi. Pedas gurihnya Pecak Botor biasa disajikan sebagai teman nasi panas dan disantap di siang hari saat istirahat di sawah atau kebun.

Nah, ingin menikmati Pecak Botor khas Gehol? Datanglah ke Gehol, tempat yang dijaga oleh dua bukit cantik dan kekar, Gunung Geulis dan Gunung Cikadingding. Siapa tahu masih banyak masyarakat yang menjadikan Pecak Botor sebagai santapan teman nasi.

Melihat Gehol dari Google

Ketiklah kata Jetak di mesin pencari Googel, maka akan muncul sekitar 130,000 hasil (0.17 detik). Sayangnya Jetak bukan hanya nama dari wilayah Gehol semata. Deretan Jetak sebagai sebuah nama daerah ternyata bervariasi mulai dari Jawa hingga Kalimantan. 

Tapi jika Jetak dengan embel-embel Bantarkawung, Brebes, Jawa Tengah yang diketik, maka hasilnya akan  sekitar 30,500 hasil (0.17 detik) dengan situs yang benar-benar membahas Jetak-nya Gehol bisa dihitung dengan jari. Jika kata di atas diikuti tanda kutip maka hanya akan muncul tiga antri. Jika melihat dari gambaran tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Jetak-nya Gehol sungguh minim diketahui atau dibahas oleh masyarakat.

Ingin tahu lebih lanjut bagaimana sosok Jetak-nya Gehol di dunia maya, maka gunakan saja Google Maps. Maka yang akan muncul hanya kata Sindangwangi dengan pemandangan satelit yang masih begitu kosong dan tandus. Hal tersebut karena yang ditunjuk sebagai sindangwangi adalah sebuah bukit, bukan desa Jetak alias Gehol atau kampung lainnya yang ada dalam administratif Desa Sindangwangi. Gehol sendiri nampak sebagai sebuah kerumunan rumah yang padat nan tak teratur. Sayangnya, gumpalan awan terlihat menghalangi pemandangan Gehol.

Jika melihat bagaimana lalu-lintas kata Jetak yang sangat minim, maka perlulah kiranya kita sebagai putra Jetak asli memopulerkannya. Mungkin dengan mengaitkan kata Gehol dengan Jetak atau sebaliknya maka desa kita akan kian dikenal oleh masyarakat luas.

Sebagai tambahan statistik, Gehol sendiri jika diketik di Google, maka akan muncul sekitar 125,000 hasil (0.26 detik). Sayangnya kebanyakan berasal dari situs luar negeri. Lain waktu, perlulah kiranya kata Gehol ini ditelusuri dalam berbagai bahasa asing tersebut apa maknanya. Selain itu, Gehol sebagai nama sebuah daerah ternyata banyak juga. Mulai dari sebuah sungai di Malaysia hingga nama wilayah geografis di Makassar.
Kembali lagi ini adalah tugas kita sebagai anak Jetak alias Gehol untuk lebih memopulerkan wilayah kita. Berbagai hal telah diulas di blog ini mulai dari wilayah geografis, asal nama hingga beragam makanannya. Tentu saja hal itu masih sangat kurang.

Semoga data-data statistik di atas mampu memacu kita lebih kreatif mengenalkan Jetak alias Gehol dimanapun dan kapanpun. Tentu saja pengenalan yang kita lakukan dalam hal-hal positif belaka.








Antara Apple dan Gehol

Kabar mengejutkan dari raksasa IT asal Amerika yang menelurkan produk inovatif mulai dari iMac, Macbook, iPhone, iPod hingga iPad. Steve Jobs yang sangat melegenda di dunia IT meninggal dunia. Sang komandan sekaligus salah satu pendiri Apple yang digaji US$1 perbulan itu meninggalkan dunia dengan penuh kegemilangan. Membawa Apple merajai industri IT untuk Tablet sekaligus menjadi inovator untuk beberapa perangkat keras.

Kehilangan Steve Jobs adalah kehilangan besar bagi dunia IT. Sebagai innovator ulung, banyak karyanya yang menajdi master piece dan memengaruhi kehidupan masyarakat dunia secara langsung maupun tidak. Satu yang pasti, kepergiannya telah banyak meninggalkan jejak-jejak peradaban yang sangat bermanfaat bagi kehidupan. Di atas semua itu, kemampuannya mengelola sebuah perusahaan yang menuju kebangkrutan menjadi salah satu raksasa patut diteladani.

Melihat Apple di era 1997 yang sedang menuju kebangkrutan, mengingatkanku pada Gehol. Meski berbeda dari segi apapun, namun keadaannya sama, membutuhkan seorang leader sekaligus innovator.

Gehol sendiri sebagai sebuah wilayah sekaligus lembaga tentu pernah memiliki legenda yang dianggap paling berjasa bagi kemajuan desa. Sederet nama pantas disebut mulai dari kepala desa, kyai hingga individu-individu yang mendedikasikan dirinya lebih banyak untuk Gehol daripada untuk diri mereka sendiri.

Legenda yang sangat sulit ditandingi di Gehol adalah Alm. Mbah Durmi, sang pemimpin sejati dari Gehol baik dari segi pemerintahan administratif maupun secara spiritual. Ada juga sepasang kyai yang meninggal akibat kecelakaan, Kyai Murtado dan Kyai Akhyar. Keduanya adalah legenda dalam penyebaran Islam di Gehol. Figur penting lainnya namun tidak pernah menonjolkan diri adalah Alm. Kyai Matori. Visinya yang murni menjalankan agama dan tak terpengaruh oleh isu-isu politik dan kekuasaan sangat mengagumkan.

Siapa Selanjutnya?

Jika Apple sebagai sebuah perusahaan memiliki sederet penerus yang siap mengeksplorasi ide-ide dan visi dari Steve Jobs, maka sebaliknya dengan Gehol. Untuk melanjutkan kejayaan Gehol dimasa lalu sungguh sulit. Hal ini karena sulitnya menemukan figure yang mampu mendekati secara visi, misi dan kepribadian dengan figure-figur yang telah pergi di atas.

Jikapun ada yang memiliki kualitas lebih dari segi keilmuan dan materi, namun semuanya terjebak dalam pusaran perebutan kuasa dan uang. Parahnya, keadaan tersebut seolah diwariskan kepada anak-cucu segenap warga Gehol. Terdepaknya banyak pemuda dan warga Gehol ke kota demi mempertahankan hidup adalah bukti konkrit betapa perkembangan peradaban mengalami penurunan secara signifikan. Kemampuan Gehol dalam menyejahterakan rakyat terlihat gagal, meski hal tersebut memang menjadi kecenderungan di negeri ini.

Lalu apakah solusi yang harus diambil? Perubahan radikal wajib dilakukan oleh Gehol jika ingin pergi dari lembah keterpurukan. Menemukan figur pemimpin adalah kunci utamanya. Di masa datang, Gehol dan segenap rakyatnya harus mampu memilih pemimpin yang visioner. Pemimpin yang mampu mencarikan jalan keluar yang radikal dan tidak terlalu text book.

Pertanyaannya, mampukan masyarakat Gehol mengedepankan nurani dan mengenyampingkan ego serta sifat pragmatis? Layak ditunggu di 2012.