Hilangnya Ternak di Gehol

Ternak vs Mesin

Gehol alias Jetak sebagaimana kebanyakan kampung di Jawa Tengah bergantung pada pertanian. Dan pertanian akrab dengan ternak, mulai dari ayam, itik, kambing, sapi hingga kerbau. Sayangnya hewan-hewan ternak tersebut kian jarang ditemui. Jika dahulu di jalanan gehol kau menemukan bukti eksistensi kerbau dan sapi lewat “sekumpulan kue hijau”, kini tembelek alias tai ayampun susah ditemukan.

Tentu bukan karena warga Gehol malas atau enggan memelihara hewan-hewan tersebut. Namun, sebagaimana prinsip ekonomi berlaku, maka pemeliharaan ternak terutama ternak besar terlampau merugi untuk dipertahankan. Biaya pemeliharaan yang tinggi tidak sebanding dengan harga jualnya yang bisa dipermainkan bakul ternak.

Kambing, kerbau dan sapi dahulu adalah simbol kemakmuran pemiliknya. Karena bisa dipastikan bahwa para pemiliknya adalah pasti warga yang memiliki sawah luas dan tanah tak sedikit. Pemilik hewan ternak tentu selain harus memiliki lahan untuk kandang juga biasanya membayar orang untuk mengembalakan ternak-ternak mereka.

Pamali Teraneh di Gehol


Di Gehol Tanaman Oyong Dilarang


Setiap negeri pasti ada larangan atau hal yang terlarang atau tabu untuk dilakukan oleh penduduknya. Uniknya, larangan tersebut bukan karena semata karena diundangkan. Akan tetapi banyak sekali larangan yang bersifat pamali yang justru lebih ditaati daripada undang-undang tertulis.

Menelisik pamali di kampungku sulit sekali menemukan jawaban kenapa hal tersebut terjadi. Kelahiran pamali selain sulit ditelusuri juga sangat susah dinalar. Pamali ini ada seakan sudah mendarah daging dalam setiap warga Jetak alias Gehol tanpa harus diajarkan. Yang paling unik, pamali meski tak masuk akal sekalipun terkadang sangat ditaati.

Di Gehol ada beberapa pamali yang amat sangat unik, beberapa masih ditaati dan yang lainnya sudah dianggap hanya lelucon saja. Adapaun beberapa pamali unik dari Gehol adalah sebagai berikut:

Pecel Daun Kencur dari Pelosok Kebumen

Pecel Khas Peniron

Peniron, hanyalah sebuah desa kecil di 12 km utara kota Kebumen, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Terletak di sebelah barat lembah Luk Ulo, sebuah sungai terbesar di Kebumen yang membelah Kebumen menjadi dua daerah dengan kebudayaan sedikit berbeda satu dengan lainnya, yang sering orang katakan sebagai daerah wetan kali dan kulon kali. Sebagai desa, Peniron tidak ada yang istimewa dan mungkin nyaris sama seperti desa-desa lain yang jauh dari kota.

Begitulah pembukaan dari sebuah blog yang khusus mengupas Peniron, desa yang menurutku eksotis. Eksotis terutama dalam rasa, kebetulan aku berkesempatan merasakan pecel khas Peniron. Sama seperti pecel pada umumnya namun tambahan kecombrang dan daun kencurnya dijamin susah ditemukan di daerah lain.

Tak ada Libur di Gehol

Tempat Bekerja Warga Gehol

Sebuah studi dari University of Pittsburgh Mind-Body Center menemukan bahwa mereka yang menikmati waktu liburan, melaporkan kepuasan hidup lebih banyak dan pola pikir lebih positif dan mampu menurunkan kasus depresi klinis. Tapi, warga Gehol yang kesehariannya dalah bekerja, penemuan di atas layak diabaikan sama sekali. Di Gehol bekerja adalah hidup mereka.

Jadi jangan harap ada hiruk-pikuk perayaan sebuah hari – apapun itu. Pergantian waktu di Gehol diasosiasikan dengan masa cocok tanam dan panen belaka. Tak percaya? Tanyalah kepada mereka tanggal dan hari apa saat ini, dijamin jawabannya tak akan didapat dengan segera. Perlu mengunyah waktu yang lumayan lama untuk mendapatkan jawaban yang tepat.

Sisa Kebaikan Soeharto di Gehol

Jembatan hasil AMD di Gehol yang roboh (suaramerdeka.com)

Sampai tahun 90-an, lalu-lintas yang bisa dilalui dengan mobil dan motor dari dan menuju Gehol sangat terbatas. Praktis, Gehol adalah perhentian terakhir yang mampu dilalui mobil. Motor dapat melalui desa sebelah utara Gehol alias Jetak (kawasan utara Gehol adalah kawasan yang dipenuhi hutan, bukit, sawah dan beberapa kampung) dengan terlebih dahulu mengikatkan rantai di roda dan menanamkan segenap semangat di penegemudi dan penumpangnya.

Masa-masa itu, ke pasar Bangbayang yang hadir empat hari sekali terasa penuh perjuangan. Banyak dari warga yang memilih berjalan kaki demi menghemat biaya. Selain itu, kondisi jalan yang berbatu dan penuh lumpur saat hujan tiba adalah santapan wajib.