Jedor: Permainan Punah dari Gehol


Skema Permainan Jedor
Di Gehol sebelum listrik merajalela menyuguhkan hiburan, bermacam permainan kreatif pernah singgah dan menghiasi hari-hari bocah-bocah bertelanjang kaki di sana. Salah satu yang sudah lenyap dan hampir hilang dari ingatan adalah Jedor. Jedor adalah sebuah permainan kreatif dengan memanfaatkan seratus persen hadiah alam.

Untuk bermain Jedor dibutuhkan minimal dua orang. Masing-masing hanya bermodalkan biji asem jawa dan batu bulat. Alat lain yang dibutuhkan cuma penghalang biji asem sekaligus sasaran tembak. Permainan ini mirip dengan bowling, pemain menggelindingkan batu bulat agar mengenai penghalang yang biasanya memanfaatkan batu bata atau batu tipis yang bisa berdiri.

Nihil Pemurung di Bantimurung

Air Terjun Bantimurung

Jika mengunjungi Sulawesi Selatan, jangan pernah lewatkan mengunjungi Bantimurung. Wilayah ini telah menjadi sebvuah kawasan wisata yang secara lengkap bernama Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.

Daerah ini selain memiliki kawasan yang memiliki air terjun indah, taman khusus aneka kupu-kupu juga berpuluh gua. Mengingat daerah ini merupakan daerah karst, maka tak heran jika menemukan banyak gua.

Mbah Jantip


Ilustrasi Dukun

Menjadi kaya adalah idaman setiap manusia, tak terkecuali manusia Gehol alias Jetak. Karena pekerjaan bertani lebih banyak merugi, maka merantau jadi pilihan. Sayangnya, susah payah merantau belum juga menghasilkan. Akhirnya ada saja sedikit orang yang mencoba jalan pintas.

Tersebutlah Mbah Jantip, dukun sakti berasal dari antah-berantah yang bertugas mengayomi sesama mampir ke Gehol. Ketidakjelasan asal-usul adalah wajib bagi dukun sakti, sebab semakin misterius ia berasal semakin banyaklah spekulasi bisa dikembangkan. Akhirnya makin terbiuslah kaum miskin yang ingin cepat kaya.

Melunturnya Nilai Aktivis


Ilustrasi Rusuh Demonstrasi

Saat SD dahulu, tak pernah terbayangkan ada yang namanya demonstrasi. Layar televisi, radio, dan majalah langganan sekolah tak sekalipun menyebutkan kegiatan tersebut. Semua kritik dan saran selalu ditampung di kotak saran yang selalu disediakan tiap instansi. Bila tak memuaskan, toh Sang Presiden kita waktu itu selalu siap sedia turun menemui rakyatnya. Begitulah dunia damai Indonesia waktu itu, setidaknya dalam alam pikiran kami anak sekolah dasar di kampung.

Memasuki SMP, kegaduhan menyapa negeri hingga pelosok. Tercatat kota kecilku, Bumiayu, menjadi salah satu ajang kerusuhan dan penjarahan yang tentu saja memilukan. Setidaknya berpuluh toko yang entah mengapa jadi sasaran utama para penjarah. Lalu kata demontrasi dan demontran terasa begitu akrab di telinga. Semua media, kecuali majalah dan buku sekolah, begitu gamblang mendeskripsikan apa itu demontrasi.

Pendidikan: Dulu dan Kini


Ilustrasi Pendidikan
Kabar menggebirakan datang dari keponakanku yang naik ke kelas 4. Dia juara satu di kelasnya. Sebuah prestasi yang ia raih setelah diiming-imingi berbagai macam hadiah dari orang tuanya. Kesimpulannya, semua bisa digapai asal ada harga yang dibayar.

Tentu keadaan di atas jauh berbeda pada jamanku apalagi jaman buyutku. Jamanku, juara kelas tidak pernah ada janji apapun dari orang tuaku, karena memang tak mampu. Hanya ada hadian pensil dan buku tulis tiga biji. Semua hadiah diserahkan saat upacara penutupan catur wulan. Kesimpulannya, juara karena yang lain malas belajar, atau terlalu sibuk bekerja karena mereka punya sawah atau kebun sementara aku tidak.