Belulang di Mungkal Tumpang (7)

3:53:00 PM Unknown 0 Comments

Kita tinggalkan dulu padepokan Swargalega, mari kita melihat lebih dekat seperti apa peradaban yang dibangun bangsa Lembut di Hutan Maribaya. Peradaban yang sengaja menghilangkan diri dari hiruk-pikuk dunia fana.

Lam Gali yang kini memimpin bangsa Lembut di Maribaya sedang gundah gulana. Ia yang mengamati tingkah Sarju, Raja Margol dari Tumaregol melalui anaknya Syum Sali. Demi mendapat laporan yang disampaikan berkala mengenai tingkah laku yang kerap keluar dan mengawasi Geholsraya membuatnya merinding.

Kebiasaan Sarju sungguh berbeda dari kesepakatan antara bangsa Lembut dan Kaum Margol. Keduanya bangsa ini melalui nenek moyang mereka sudah sepakat untuk menjauhi hiruk pikuk kehidupan manusia fana. Kedua makhluk yang di alam pikiran manusia biasa adalah khayalan belaka ini sepakat menghilang demi menyelamatkan trah dan keturunan mereka dari darah kotor manusia.

Kekejian manusia-manusia licik di masa lalu adalah penyebab bangsa Lembut menyembunyikan Maribaya dari mata telanjang manusia. Kekejian manusia pula yang membuat Hutan Tumaregol dimantrai dengan ajian khusus hingga hanya makhluk bersih hati saja yang bisa menembusnya. Dalam berpuluh tahun masa pemerintahannya, hanya ada beberapa manusia saja yang tak sengaja mampu menembus Maribaya dan Tumaregol. Salah satu yang menarik perhatiannya adalah Jatianom, pemuda jujur dari Geholsyara.

Kalau boleh jujur, Jatianom memang menarik perhatian Lam Gali. Hanya saja, keteguhannya memegang teguh amanat leluhur membuatnya untuk sementara tidak mengambil langkah lebih jauh. Ingin memang ia mendekati sekaligus berbagi dengan pemuda dari golongan makhluk penghancur rasnya dahulu. Ingin juga ia memutus hubungan buruk yang selalu ia kisahkan kepada rakyat di seluruh Maribaya bahwa makhluk-makhluk berkaki dua dan memiliki pikiran di seluruh Geholsraya adalah buruk semua perilakunya.

Namun, Lam Gali juga memahami bahwa lambat laun hari kecilnya terusik dengan keadaany perpecahan seperti ini. Walau bagaimanapun, ia ingin membawa bangsa Lembut bisa banyak berbicara dalam peradaban. Tidak seperti sekarang, menguasai semua gunung dan kedalaman tanah namun tak tampak bagi makhluk manapun. Mungkin, hanya Sarju raja Kaum Margol dan segelintir rakyatnya yang tahu betapa indah dan tinggi peradaban kaum Maribaya ini.

“Jika perkiraanku benar mengenai Jatianom, maka kejayaan bangsa-bangsa yang kini saling meniadakan bahkan dalam ingatan akan kembali bahu membahu menyusun peradaban dunia,” renung Lam Gali.

“Anak itu mengingatkanku pada Raja Agung Kinantang dari Jawasraya, cikal bakal Geholsraya kini. Ia memiliki kemampuan tersembunyi. Ketulusan hatinya membuatku yakin, ia adalah Satria Pamuncul yang bisa menyatukan semua bangsa,” kembali Lam Gali meracau dalam hati.

Ia kemudian membayangkan jika Sarju dan Jatianom dating bersama ke tempat ia menduduki singgasana. Ia yakin, kemampuan dari keduanya akan sangat bermanfaat menghidupkan kembali kisah-kisah masa lalu yang benar-benar terjadi. Bersatunya semua makhluk dalam membangun peradaban dunia.

Ia yang banyak mempelajari kisah-kisah leluhur Maribaya kemudian mengkhayalkan kembali bisa menaiki Langlayangan milik Kaum Margol yang bersanding dengan Kereta Angkasa milik leluhurnya. Kereta Angkasa adalah salah satu buah karya leluhurnya yang paling berguna di masa sebelum perpecahan bangsa-bangsa dimulai. Kini, benda-benda tersebut dipendam di gunung-gungung yang dikuasai bangsa Lembut dan hanya sesekali terbang. Kereta Angkasa memang sesekali dapat dilihat oleh manusia, namun citranya seolah mengabur dan akan dikira hanya awan.

Selain Kereta Angkasa, bangsa Lembut juga memiliki keunggulan dalam berkomunikasi. Memang bangsa Lembut memusatkan pemerintahan di Maribaya, namun semua gunung di seluruh pelosok dunia mereka mampu jangkau. Selain untuk memendam Kereta Angkasa, penguasaan gunung sangat baik untuk menyebar mata-mata Maribaya.

Disinilah kehebatan bangsa yang mengasingkan diri di Maribaya ini. Secara kasat mata, manusia-manusia seperti yang hidup di Geholsraya adalah penguasa dunia. Kenyataannya, bangsa Lembut adalah penguasa sesungguhnya. Tidak ada sejengkal tanah pun yang tidak mereka kuasai.

Lalu, bagaimana mereka berkomunikasi? Karena mereka menguasai semua kawasan bawah tanah, maka melalui terowongan yang dibuat di bawah tanahlah mereka saling terhubung. Lam Gali bisa menghubungi rakyatnya yang ia tugaskan di Kawasan Ujung Putih di ujung dunia bagian utara dan selatan. Mereka menggunakan semacam alat yang bisa menghubungkan antar pemegang alat tersebut dengan perantara udara. Hanya membutuhkan beberapa angka dan huruf agar mereka bisa terhubung. Mungkin, teknologi bangsa Lembut yang menguasai Maribaya dan bawah tanah ini akan dicapai manusia Geholsraya entah berapa abad lagi.

(bersambung)

0 comments: