Yang Harus Dibela, Manusia atau Monyet?
Mereka yang Kurang Beruntung |
Datanglah ke Ibu Kota Indonesia, maka
telah begitu banyak monyet-monyet yang menari-nari di pinggir jalan, keluar
masuk gang, hingga pelataran sekolah-sekolah. Mereka bukan monyet liat tentu
saja, tapi mereka adalah monyet-monyet perkasa yang berjasa pada tuannya.
Ada yang sekedar dibekali dengan
motor-motoran, topeng, kuda lumping mini, hingga ada juga yang di temani dengan
hangar binger musik. Pemiliknyapun beragam, ada yang bermain solo mulai dari
main musik, mecut, hingga mengajarkan trik-trik mengundang decak tawa
penontonnya. Ada juga yang orkestra dengan minimal tiga
orang. Biasanya ada yang khusus menangani gendang, gambang atau saron mini, dan
atraksi.
Para
tukang topeng monyet yang seorang diri beroperasi biasanya berlapak di tepi
jalan, terutama perempatan. Sementara itu, yang berkelompok biasa menghibur
anak-anak menengah ke bawah di kompleks atau gang-gang. Keduanya sama, memeras
tenaga sang kera demi rupiah.
Makin maraknya topeng monyet yang
notabene memperbudak monyet sempat membuat para bule keheranan bercampul
jengkel. Bagi mereka yang kebanyakan datang dari negeri yang sudah memerhatikan
hak-hak binatang tentu saja hal tersebut kejam dan sadis. Sayangnya para bule
kurang paham bahwa di negara ini jangankan HAB (Hak Asasi Binatang), HAM pun
antara ada dan tiada.
Dipandang dari perikebinatangan,
memperlakukan monyet sepanjang hari dengan makan yang entah cukup atau tidak
memang terasa menyesakkan. Saya selalu berharap bahwa uang yang kita berikan akan
segera mengakhiri nasib si monyet. Maksudnya, semoga saja penghasilan bulan ini
cukup sehingga sang pawang beralih profesi menjadi pedagang atau pulang kampung
misalnya.
Sayangnya, hal tersebut
sepertinya amat sangat tidak mungkin. Sebagaimana artikel saya menganai Ironi di Seberang Resto Cepat Saji, kebanyakan
dari orang yang kurang beruntung tersebut melanggengkan kemalangan atau
keterampilan monyetnya. Artinya tidak ada niat menjadikan profesi sekarang ini
sebagai batu loncatan. Pertanyaannya bisakah?
Inilah masalah utama yang
seharusnya bisa kita jawab. Bisakah mereka dengan modal hasil topeng monyet
membuka warung atau pulang kampung? Bisa jadi hanya ada satu berbanding seribu
yang mau melakukannya. Lihat saja kasus mengemis yang para pelakunya ternyata
sudah kaya. Mereka memang menjadikan profesi mengemis sebagai profesi abadi dan
mirisnya diturunkan kepada anak cucu mereka.
Jadi yang manakah yang haru kita
bela di antara monyet dan pawangnya? Kita lihat ilustrasi berikut setelah saya
melakukan perbincangan dengan salah satu rombongan pawang monyet yang sering
singgah di dekat kontrakan.
Dalam sehari, rombongan tersebut
bisa mendapatkan hasil Rp 50,000,00 hingga Rp 150,000,00. Artinya dalam
sebulan, pendapatan kotor mereka sekitar Rp 1.500.000,00 hingga Rp
4.500.000,00. Sayangnya hasil itu harus mereka belanjakan untuk makan, membayar
kontrakan, dan perawatan sang monyet. Namun, setelah dirata-ratakan, minimal
mereka masih bisa mengantongi uang Rp 500.000,00 per bulan. Sama seperti hasil
yang didapat saat aku jadi kuli bangunan.
Melihat hasil yang lumayan,
menurut saya yang pernah saat jadi kuli bangunan tidak dibayar karena mandornya
curang. Pertanyaan selanjutnya, mungkinkah mereka beralih profesi dan
memensiunkan sang monyet. Jawabannya hampir mustahil.
Uang yang mereka berhasil
sisihkan selalu mereka kirimkan ke kampung. Seiring makin tingginya kebutuhan
hidup, maka makin tinggi pula tuntutan terhadap para pawang dan monyetnya tentu
saja. Justru yang terjadi sebaliknya, jika sang monyet bisa menyedot penonton
dan uangnya dengan jumlah yang lumayan, maka makin lamalah masa kerja si
monyet. Bahkan, jika si monyet dianggap tak layak jual, maka mereka tetap aja
masih harus menjalani masa kerja entah sampai kapan. Sebab biasanya mereka
dijual kepada pawang yang lebih mahir.
Yang jelas, para pawang biasanya
berasalan minimnya pendidikan dan keahlian yang menjurumuskan mereka menjadikan
monyet sebagai tumpuan hidup. Jadi siapa yang harus dibela?
apa bedanya dengan rombongan2 sirkus yang dilakukan orang bule? sama saja!
ReplyDeletemungkin ada udang dibalik batu. takut bibit sirkus indonesia menyaingi mereka
mungkin juga gan,
Deletemakaih dah mampir ...
Matador di Spanyol bukan hanya memperalat Banteng, tapi membunuhnya dengan perlahan dengan balutan seni dan olahraga.
Deletedi Thailand dan Padang,monyet dan beruk di jadikan kuli panjat kelapa,so what gitu klo monyet di jadikan atraksi hiburan,selama kita tidak menyiksa atau membunuh binatang tsb,itu manusiawi dan sah2 saja,apa bedanya dengan penggunaan kerbau utk membajak sawah..kelihatannya LSM penyayang binatang tidak menyayangi manusia,mereka tidak manusiawi tapi hewani
ReplyDeletebetul juga tuh gan,,, padahal emang siapa sih anak-anak yang bercita-cita "hanya" menjadi tukang topeng monyet? Kebanyakan dari merek terpaksa....
DeleteTerima kasih sudah mampir
beruk memanjat pohon, kerbau membaja sawah tidak merubah sifat alami mereka, memang utk mmbantu manusia mrk diciptakan dan mereka senang, tapi memaksa monyet berlaku seperti manusia utk hiburan melalui penyiksaan? bukankah itu kejam..lihat cara mereka melatih(lbh tepatnya menyiksa) monyet2 itu.. http://www.bounche.com/lite/?p=1420 so, masih menganggap topeng monyet itu lucu?
Deleteiya gan, emang kalo dilihat dari sisi itu terkadang miris
Deletenah tuh, jadi disini sudut pandang kita yg harus di garis bawahi, kalau saya melihatnya sebagai sisi koloborasi antara binatang dan manusia, mungkin saja di balik aksi itu ada kerja sama yg mereka sepakati, hahay, kita tidak tahu itu, :D
ReplyDeleteiya gan, masalah sebenarnyalah yang harus kita atasi...
Deletekalo akar masalah sudah teratasi, namun hal seperti ini masih ada mungkin kita lebih leluasa menilai
terima kasih sudah mampir
Mana yang harus dibela ? saya juga bingung, kedua2nya sama-sama punya alibi untuk dibela. Cuma saya pernah ikut sedih melihat seekor monyet yang sedang menggunakan topeng di pinggiran jalan di Jakarta. Rasanya saya kok menjadi monyet yang saya lihat tersebut #Nelongso
ReplyDeletesaya malah selalu ingat anak,,,
Deletemakanya ngasih, dengan harapan si pawang segera kaya dan buka usaha lain selain topeng monyet ...
klw ada topeng monyet jangan di kasih duit gan, tapi kasih saja buah si monyetnya hehe
ReplyDeletehahaha iya juga ya gan ...
Deletethx dah mampir