Pilkada DKI oleh Si Bodoh
Permainan lempar
gelang tentu hampir semua tahu. Permainan yang doleh sebagian orang
dikategorikan judi ini menuntut keahlian yang mumpuni jika tak ingin rugi.
Ketepatan membidik sekaligus kesabaran mungkin merupakan kuncinya. Tentu saja,
keberuntungan mutlak diperlukan.
Bayangkan saja,
hadiah yang disediakan adalah jejeran botol minuman ringan tanpa penghalang,
botol minuman berenergi yang di atasnya diberi potongan kayu, minuman ringan
berukuran besar yang diganduli rokok, hingga ponsel. Tentu saja ponsel yang
dijadikan hadiah adalah handphone dengan papan ketik qwerty yang tentu saja besar. Yang pasti, dengan diameter gelang
yang hanya sedikit lebih besar dari mulut botol tentu hal yang sulit agar tidak
merugi.
Dengan alat yang
dibuat demikian tersebut, maka peluang paling besar hanya memperebutkan hadiah
berupa botol minuam ringan seharga tiga ribu rupiah. Harga yang harus ditebus
untuk dapat melemparkannya adalah seribu rupiah untuk enam gelang. Jika akurasi lemparan, kesabaran, dan
keberuntungan menyatu, bukan tidak mungkin dengan uang seribu minimal
mendapatkan satu botol minuman. Namun jika ketiganya jauh dari diri Anda, maka
cukuplah mendapat kesenangan sebagai gantinya. Jika bukan kejengkelan.
Lalu untuk apa
deretan hadiah berharga yang disimpan di barisan paling belakang dan jika
diukur besar bendanya sama persis dengan diameter gelang bahkan lebih besar
tersebut? Tentu semua orang tahu bahwa itu hanya untuk memikat para pelempar.
Mungkin saja itu bisa didapat, namun untuk mendapatkannya selain sulit ketiga
faktor di atas mutlak dibutuhkan.
***
Pilkada DKI kali
ini ibarat permainan lempar gelang. Dengan banyaknya calon yang bisa dibilang
sama rata dari sisi kualitas dan elektabilitas, maka pemenangnya memerlukan
keberuntungan, akurasi yang mumpuni dari tim suksesnya, dan tentu saja
kesabaran.
Untuk
memperebutkan kursi DKI-1 tidak lagi seperti Pilkada lalu yang hanya
menyediakan dua calon dimana satu calon didukung gerombolan parpol dan yang
satu hanya mengandalkan militansi kader satu parpol yang sedang naik daun. Kini,
tak ada parpol favorit karena sebagian besar warga Jakarta tahu belaka belang parpol. Jikapun
ada tokoh favorit, maka faktor parpol pendukungnya bisa saja menjadikannya
salah satu yang merugi.
Ada
memang yang dengan keberanian penuh mendaftar tanpa sokongan parpol. Namun
semua paham belaka bahwa sudah sejak awal aturan siap menjegalnya. Jikapun
mereka lolos verifikasi, mesin kampanyenya tentu saja masih tidak segahar
parpol. Yang paling menentukan adalah adanya skeptisisme warga bahwa semua
calon buruk belaka. Ironisnya, karena parpol biasa melakukan politik
transaksional, maka mereka kemudian diuntungkan dengan situasi tersebut. Dana
melimpah akan memuluskan langkah ini. Calon independepun layaknya pelempar
gelang, paling-paling cuma bisa mendapatkan hadiah pali murah. Botol minuman.
Para kandidat yang memiliki
dukungan merata sesungguhnya mirip dengan gelang yang dilemparkan dalam
permainan di atas. Kesempatan mereka memenangkan kursi DKI-1 relatif sulit dan
berliku. Sangat mungkin terjadi minimal dua kali putaran dalam Pilkada Ibukota
kali ini. Mirip dengan lempar gelang, sangat susah dalam sekali lempar langsung
mendapatkan hadiah. Apalagi hadiah yang sangat bernilai.
Pada akhirnya,
modal dan mesin politik yang solid yang akan menentukan. Kedepan taburan rupiah
pasti akan membayangi setiap wajah pemilih mulai dari nominal puluhan ribu
hingga entah berapa nilainya. Para pelobi juga
akan hilir mudik di rumah-rumah kyai, sesepuh, tokoh masyarakat, pengusaha,
hingga preman. Tak sesederhana melempar gelang tentunya yang hanya membutuhkan
kesabaran dan beberapa ratus ribu jika memang pelempar sudah begitu mencandu.
Bagaimanapun,
perebutan kursi Gubernur Jakarta kali ini menarik dan rumit. Menarik karena ada
figur yang sudah dimaki tapi tetap percaya diri membangun Jakarta, ada juga yang terkait korupsi tapi
justru bangga karena dengan namanya dicatut maka ia dikenal pemilih. Jangan
lupakan juga orang-orang populer karena berhasil membangun daerahnya namun
diremehkan lawan politik karena anak daerah. Sebuah tindakan yang lucu
mengingat yang melecehkan juga anak daerah yang dimaki dan dibenci.
Sebagaimana
permainan melempar botol, maka hanya tinggal satu yang harus diraih para calon
gubernur yang sebagian besar maruk kuasa ini. Keberuntungan! Uang berlimpah,
pelobi handal, latar belakang yang teruji juga tak akan mampu menandingi faktor
yang satu ini. Di tengah ketidakpercayaan yang kian meningkat terhadap
pemerintah dan parpol, maka sulit rasanya menyandarkan para kandidat melaju
dengan mulus.
Target yang
besar sebagaimana ponsel seluler dalam permainan lempar gelang bukan mustahil
untuk diraih. Karena politik tentu banyak seluk-beluk yang sulit dijangkau akal
kaum biasa maka yang tak mungkin bisa dengan mudah direalisasikan. Pastinya
pelempar gelang sangat beda dengan para kandidat. Karena candu melempar gelang
takkan merugikan siapapun, beda dengan candu kekuasaan. Efek terdekat dari
candu teakhir adalah, bersiaplah untuk menelusuri Jakarta dengan kemacetan yang kian ruwet dan
frekuensinya makin sering.
Selamat bermacet
ria!
0 comments: