Bawangku Sayang, Bawangku Malang
Kebun Bawang |
Dua puluh tahun lalu, sepulang
sekolah aku punya kegiatan rutin yang bisa dibilang menyenangkan meski
melelahkan. Nyenggot! Ini adalah sistem
perairan demi mengairi kebun bawang merah. Sebuah komoditi paling terhormat
setelah cengkeh yang rontok dan beras yang dihormati karena wajib demi memenuhi
perut.
Nyenggot terjadi karena saluran irigasi tidak mungkin secara alami
mengairi kebun bawang. Hal ini karena kebun bawang berada lebih tinggi daripada
saluran air. Nyenggot sendiri bisa
disamakan dengan mengerek air dari sumur. Hanya saja mekanisme kerjanya mirip
portal di kompleks perumahan. Portal diberi beban di ujungnya dan ujung satunya
diberi tali dan timba.
Saat keadaan kosong, timba
dikerek agar bisa mengambil air dari saluran irigasi. Karena diujung bambu
(biasanya memakai bambu yang lebih murah dan mudah) terdapat beban yang cukup
berat, maka timba yang berisi air dengan sendirinya mudah diangkat. Nyenggot sendiri hanya membutuhkan
keterampilan dan kemampuan tangan. Tubuh penyenggot sendiri dibuat senyaman
mungkin. Biasanya disediakan tempat duduk sederhana demi menyamankan penyenggot. Karena rajin nyenggot itulah, tubuh kurusku lumayan
berotot meski terkendala dengan makanan lima
sehat dan empat sempurna.
Mengairi kebun bawang yang
lumayan luas dengan modal senggot
yang notabene seperti mengisi kolam renang. Maka, jangan heran jika pekerjaan
ini bisa menghabiskan waktu hingga dua jam. Setelah itu, menyiram bawang baru
bisa dilakukan. Semuanya demi bawang!
Dahulu, berkebun bawang terasa
menguntungkan. Selain bawangnya, daunnya sewaktu muda juga laku keras untuk
dijadikan salah satu masakan. Bawangnya sendiri, asal tidak ada hama dan musim yang ganas
(hujan berlebih), maka hasilnya sangat menguntungkan. Jauh lebih menguntungkan
dari bertanam padi dengan memakai luas tanah yang sama.
Berkebun bawang relatif lebih
singkat daripada menanam padi. Jika padi memerlukan lima sampai enam bulan, maka bawang sudah
siap panen di usia tiga bulan lebih sedikit. Harganyapun dahulu lumayan tinggi
dan terhitung menguntungkan meski sudah dikurangi oleh modal benih, pupuk, dan
tenaga merawat. Yang terakhir biasanya gratis!
Dahulu, ditingkat kami para
petani, harga bawang sudah sangat bagus jika mampu menembus harga Rp 5.000,00
per kilogram. Dua puluh tahun lalu, Rp 5.000,00 bisa membeli bensin untuk motor
Honda Grand hingga penuh. Jika dihitung dengan uang sekarang mungkin bisa
disetarakan dengan Rp 25.000,00. Sebuah harga yang fantastis bukan?
Kini, bawang merah yang dahulu
menjadi idola bagi petani kampungku mengalami keadaan yang sangat
memprihatinkan. Berbagai laporan wartawan cetak dan elektronik kian menambah
betapa suram nasib ikon kabupaten kami tersebut. Bahkan harganya sempat
menyentuh sebesar Rp 2.500,00 saja, itupun di pasar-pasar tradisional. Tak
terbayang berapa harga yang dinikmati petani dengan harga pasar sedemikian
kecilnya. Lebih kecil dari harga yang dinikmati langsung petani dua puluh tahun
lalu.
Usut punya usut ternyata impor
bawang asal India
yang berlebih penyebabnya. Meski menurut berbagai alanisis bawang kami adalah
yang terbaik berkat kemurahan hati Gunung Kumbang, namun konsumen tak peduli
lagi mana bawang terbaik dan mana bawang impor yang mutunya kelas teri, sama
seperti polisi dalam film-film negerinya.
Yang jelas, manisnya hasil
bertani bawang kini tak bisa lagi dinikmati. Harga jual jauh lebih rendah
daripada biaya yang harus dikeluarkan demi mendapatkan umbi penyedap masakan
paling banyak digunakan di negeri ini. Padahal, selain harga jual yang sangat
rendah, para petani juga telah berjuang dengan susah payah dalam menyiasati
perubahan musim yang kian tak ramah.
Bawang, kembalilah mahal sayang!
Saya baru mau tertarik menanam bawang merah nih pak. Setelah baca tulisan ini jadi agak mikir-mikir lagi. Apa sudah ada berita terbaru tentang impor bawang merah dari India tersebut?
ReplyDeleteSilakan gugling aja mas, kabar terakhir yang saya baca dari antara harga di pantura (harga di pasar) sudah merangkak ke 9000/kg. Kalo harga petani mungkin bisa setengahnya, tergantung kualitas bawangnya ...
Deleteterima kasih dah mampir mas