Tundan, Babarit dan Bada Bumi: Tradisi Hilang dari Gehol

4:48:00 PM Gehol Gaul 0 Comments


Mengenang Gehol selalu teringat berbagai tradisi yang hilang karena ego kaum kini. Tradisi yang terselip diingatan tersebut, hanya beberapa kali terkecap saat aku masih kecil.  Tiga dari tradisi yang terselip di ingatan tersebut adalah tradisi Tundan, Babarit dan Bada Bumi. 

Ilustrasi Bada Bumi (radarkarawang.blogspot)
 
1.      Tundan

Tradisi ini berkaitan erat dengan mata pencaharian penduduk Gehol sebagai petani. Tundan diadakan jika sawah di Gehol diserang oleh hama. Hama yang biasanya membuat masyarakat Gehol melaksanakan Tundan adalah tikus.

Tundan dilakukan oleh seluruh penduduk dengan menggiring sang hama keliling kampung sambil diiringi tabuh-tabuhan. Tikus yang merupakan hama, ditangkap kemudian diiring oleh seluruh penduduk kampung sehingga sang tikus dan hama lainnya malu dan menghilang dari sawah warga.

Tentu saja, sebelum pengiringan dilaksanakan para tetua adat akan melakukan doa-doa kepada Yang Kuasa. Kemenyan dan perangkatnya akan mengharu biru sehingga suasana menjadi hikmad. Sesudah berdoa itulah, proses Tundan  di atas dilakukan.

Jika melihat prosesnya memang susah dicerna secara akal sehat bahwa untuk mengusir hama, yang dilakukan penduduk adalah dengan mengaraknya seperti maling. Namun, sebagai tradisi tentu saja banyak makna terpendam di balik tradisi tersebut. Yang jelas Tundan seratus persen membuktikan bahwa penduduk Gehol cinta alam. Bayangkan dengan cara ”ilmiah” sekarang yang lebih banyak menimbulkan penyakit.

Selain Tundan, cara mengusir hama di kampungku memang unik. Salah satu yang sejak aku kecil hanya terdengar kisahnya adalah cara mengusir hama Kungkang. Kungkang sendiri bernama latin Leptocorisia sp, suku Coreidae. Sebutan bahasa Indonesianya kalau tidak salah Walang Sangit.

Konon, untuk mengusir hama ini, pemilik sawah cukup mengelilingi sawah mereka dengan telanjang bulat. Yang lebih ekstrim lagi, pasangan suami istri pemilik sawah harus melakukan ritual khusus. Ritual itu adalah sang istri harus mengikat kelamin suaminya saat mengelilingi sawah.

Dengan kata lain, sang istri menuntun suami layaknya kerbau dengan mengikatkan tali di kemaluannya. Entah apa maksud dari tradisi ini, yang jelas 100% tidak merusak lingkungan. Tentu saja, ritual ini dilakukan saat suasana sawah telah sepi. Biasanya dilakukan saat senja tiba, dimana para petani lainnya sudah pulang ke rumah.


2.      Babarit
Babarit adalah tradisi Gehol yang telah punah juga. Tradisi ini adalah semacam acara syukuran penduduk Gehol. Babarit dilaksanakan saat Bulan Maulid. Hari yang dipilih jika tidak Jumat Kliwon maka Selasa Kliwon.

Pelaksanaan Babarit sama dengan pelaksanaan tradisi lainnya. Penduduk berkumpul di tempat yang ditentukan kemudian berdoa bersama dipimpin oleh tetua desa. Setelah itu para penduduk pulang ke rumah masing-masing. Setelah sampai rumah, maka masing-masing penduduk akan melemparkan hasil bumi mereka ke atas atap.

Hasil bumi yang dilemparkan tersebut biasanya biji jagung rebus, kacang tanah, singkong rebus yang sudah dipotong kecil dan umbi-umbian lainnya. Sambil melemparkan hasil bumi tersebut, maka penduduk akan berteriak, ”Babarit!” Setiap lemparan akan menyebutkan kata Babarit.

Jika dilihat dari waktunya, maka Babarit kemungkinan besar adalah ucapan syukur masyarakat Gehol atas kelahiran nabi. Apalagi, hari yang dipilih lebih banyak Jumat yang bagi sebagian besar dianggap sebagai hari lahir Nabi Muhammad SAW. Di kalangan Syi'ah, sesuai dengan arahan para Imam yang merupakan keturunan langsung Muhammad, meyakini bahwa ia lahir pada hari Jumat, 17 Rabiulawal; sedangkan kalangan Sunni percaya bahwa ia lahir pada hari Senin, 12 Rabiulawal (2 Agustus 570 M). Hal ini kian dikuatkan dengan pemakaian nama Babarit. Sebagaimana diketahui, babarit berasal dari kata babar yang artinya lahir. Meski secara religius, kampungku tidak beraliran Syiah dan cenderung Sunni. Namun pemakaian Jumat atau Selasa Kliwon kemungkinan besar karena kedua hari tersebut dianggap hari baik dan kramat oleh masyarakat Gehol.

3.      Bada Bumi

Tradisi Bada Bumi dilaksanakan pada bulan Sura dalam sistem kalender Jawa. Bulan ini sendiri adalah bulan Muharram alian bulan pertama dalam sistem kalender Islam. Dengan kata lain, Bada Bumi adalah tradisi syukuran penduduk Gehol menyambut pergantian tahun.

Bada Bumi sendiri secara harfiah bisa diartikan lebaran atau perayaan bagi Bumi. Tradisi ini dilaksanakan dengan cara semua penduduk Gehol berkumpul sambil membawa makanan terenak yang bisa disiapkan. Makanan tersebut kemudian dimakan bersama seluruh penduduk. Biasanya para penduduk melakukan saling tukar makanan. Selain itu, masing-masing penduduk akan menyiapkan satu bungkus makanan yang akan disetorkan kepada panitia.

Bungkusan yang disetorkan kemudian akan dibagi-bagikan ke rumah-rumah seluruh penduduk. Tentu saja bagian pamong desa dan perangkatnya mendapatkan bagian yang dinilai makanan terbaik. Ini sebagai tanda terima kasih rakyat atas kesediaan mereka memutar roda pemerintahan.

Yang paling inti dari Bada Bumi adalah adanya penanaman kepala kerbau atau kambing di tempat paling strategis di kampung. Biasanya penanaman dilakukan di perempatan yang dilalui oleh semua orang baik yang masuk maupun keluar kampung. Tujuannya agar tanah tempat bercocok tanam memberikan kesuburannya bagi seluruh penduduk kampung.

Itulah sekelumit ingatan mengenai beberapa tradisi di kampungku. Tradisi yang hilang karena manusia di kekinian jaman merasa lebih beriman. Sebuah hal yang patut disayangkan sebab tradisi-tradisi tersebut pastilah memiliki makna yang dalam.

0 comments: