Kerajaan Gehol Bulpusan III



Pening dan tak bisa tidur menggelayuti jiwa dan raga Sun Geyo. Kemolekan tubuh Sundarsi yang beru beberapa pecan menjadi istrinya tak mampu menurunkan derajat galau dalam otaknya. Semua tentang air dan kekacauan yang dibuat Ratu Balakasura masih menjadi teman pikirannya selama ini. Sudah bermacam cara ia tuangkan, namun tak satupun nyata mampu mengatasi masalah kekurangan air yang dihadapi warga Gehol.

“Entah apa yang harus dibuat dengan air di Gehol. Semua air Ci Hirup sudah dikuasai perempuan sakti nan galak. Sumurpun sudah ada, tapi tetap saja sawah dan lading tak mampu terairi,” batinnya.

Kerajaan Gehol Bulpusan II

Hening menyelimuti Kerajaan Gehol seeharian itu. Pasca Sun Geyo menceritakan apa yang ia dapatkan dari Ratu Balakasura, kerajaan ditimpa kemuraman yang akut. Kemuraman kian bertambah setelah para pemuda yang menamakan diri mereka Gehol Manunggal melakukan  pepe alias berunjuk rasa di halaman keraton.

"Kami ingin air, sawah kami butuh air!" demikian teriak mereka dengan sangat kompaknya.

Suara mereka yang nyaring dan keluar dari pemuda-pemuda berusia belasan membuat kerajaan seolah disambar palu gada. Sebab, sebelumnya jangankan anak-anak bau kencur, para tetua kampung pun enggan menyuarakan sesuatu atas nama kedamaian. Kini, kerajaan seolah tak punya daya meredam suara kaum muda.

Kerajaan Gehol Bulpusan

Angin mengalir tersendat di siang nan panas di kaki Gunung Geulis. Jika bukan karena tugas negara, mungkin Sun Geyo lebih memilih kelonan dengan Sundarsi yang baru dinikahinya seminggu lalu.

Tapi disinilah sekarang Sun Geyo berada. Di kaki gunung yang konon di tempati oleh Maha Ratu dari kerajaan lelembut, Putri Sun Geulis. Nama gunung tersebut diambil dari nama sang ratu tentu saja.

Sun Geyo terus menelusuri jalan setapak di samping kali ke arah barat. Di sana ada sebuah mata air yang jadi tempat masyarakat Gehol sejak dulu menggantungkan hidup dan penghidupan. Di masa kemarau nan panas seperti saat ini, Ci Hirup, begitu nama tempat tersebut dinamai, sangat dibutuhkan. Dan tugas Sun Geyo adalah memastikan aliran airnya tetap membasuh kerongkongan seluruh penduduk. Tanpa kecuali.

Merinding Bulpusan

"Lihat saja sekelilingmu, jika tak merasakan rindingannya, sejatinya kau mati," ujar Ngeyo.

"Jika kita dalam pelukan kematian, maka betapa berwarna kematian yang menyelimuti kita," sahut Jabang.

Ngeyo dan Jabang kini kian larut dalam lamunan masing-masing. Dua sejoli yang jomblo akut ini seakan ogah berpindah dari dunia lamunan masing-masing. Lamunan kaum yang terkena sengsara tiada batas.

Ngeyo membayangkan dunia ideal ala Mario Teguh dan Ustadz Mansyur. Indah, damai, dan tentu saja ia tak lagi menjomblo. Sejauh mata memandang, gadis pujaannya selalu ada di sisi ia. Sejauh apapun melangkah, sang gadis rela dan setia mendampingi. Sebuah impian yang wajib dimiliki kaum jomblo.

Brebes Pindah Ibukota, Mungkinkah?

Pemekaran Brebes untuk kemudian membentuk Kabupaten Bumiayu terbukti masih di angan-angan. Banyak rintangan yang mendera terutama dari sisi administrasi dan perundang-undangan. Pembentukan Kabupaten Bumiayu demi menyejahterakan kian sulit setelah elit pemrakarsa pemekaran sulit keluar duit. Padahal, duit adalah salah satu amunisi pemekaran bisa dipercepat.

Tak urung, Bibit Waluyo yang juga Gubernur Jawa Tengah sedikit berang dengan adanya gema pemekaran. Beredar kabar sang gubernur tak setuju karena para penabuh gendang pemekaran diketahui hanya mengejar distribusi kuasa. Dalam pandangan sang gubernur, pemekaran tidak lantas jadi solusi jitu terangkatnya daerah tersebut dari keterpurukan.