Kabupaten Bumiayu, Layu Sebelum Berkembang?

Statistik APBD Brebes (BPS Brebes)
Ada sebuah euphoria yang absurb di Kabupaten Brebes pascapemilukada bupati. Kekalahan Agung yang notabene diusung hampir semua kecamatan di wilayah selatan berbuntuk panjang. Seolah slogannya berganti menjadi, pemekaran harga mati!

Sejatinya pemekaran Brebes yang diidamkan oleh wilayah selatan selam empat dekade lebih bukan tanpa alasan. Sayangnya alasan yang dikemukakan lebih karena sakit hati akibat minimnya perhatian Brebes pada enam kecamatan di selatan. Hal ini diperparah dengan janji-janji muluk dua kandidat yang bertarung jadi bupati tentang pelaksanaan pemekaran.

Siapa Peduli Statistik Gehol?



Diantara berbagai bentuk kebohongan, statistik dipandang sebagai kebohongan yang paling canggih. Ia menyajikan data dengan terstruktur, logis dan meyakinkan. Namun, sejatinya kelemahan statistik tersaji dengan amat nyata. Hanya saja terkesan kabur seiring mengaburnya hasrat menyesuaikan data dan fakta.

Keengganan meneliti data inilah biang kerok dari tetap anggunnya keadaan dalam hayalan angka ala statistik.  Keengganan ini kian besar begitu metodologi yang digunakan sebagai dasar pembentukan angka tidak dikuasai. Data-data yang ada seolah-olah hadir dengan teknik sulap, meski sang pengepul data sebenarnya telah dengan susah payah menjelaskan darimana angka tersebut dijaring.

Harapan Gehol pada Poros Tengah


Ilustrasi

Janji manis yang terucap TAAT bahwa jika memenangkan pilkada Brebes akan memuluskan pembangunan Jalur tengah yang menghubungkan antara Kecamatan Bantarkawung dengan Kecamatan Ketanggungan. Sayang, kekalahan TAAT membuat pembangunan yang diperkirakan memakan biaya 35 M ini terancam pupus.

Padahal, jalur ini  adalah kebutuhan yang harus dipenuhi demi menggerakkan ekonomi Brebes Selatan terutama bagian barat. Tercatat dua kecamatan, Bantarkawung dan Salem yang paling menderita karena jarak terlalu jauh dari ibukota Brebes. Dengan jalur ini, kedua kecamatan akan lebih aktif dan hemat waktu serta ongkos jika harus ke Brebes. 

Pemekaran Brebes, Mimpi Empat Dekade


Peta Brebes Sekarang




“Suatu saat, Brebes Selatan yang beribukota Bumiayu akan didatangi oleh presiden republik Indonesia. Maka semua rakyat dengan amat senang menyambut pemimpinnya. Lalu, sang pemimpin akan berpidato di lapangan Asri Bumiayu, guna memuji kemajuan pembangunan yang dilakukan oleh kabupaten yang dulunya bergabung dengan Brebes ini.” 

Empat dekade alias 40 tahun lebih mimpi di atas menemui jalan buntu nan tak tertembus. Meski undang-undang pemekaran bisa saja meloloskan lantaran syarat mekarnya sebuah wilayah kabupaten cuma membutuhkan dukungan minimal 5 kecamatan. Kebetulan Brebes Selatan, kini didukung oleh enam kecamatan. Salem, Bantarkawung, Paguyangan, Bumiayu, Sirampog dan Tonjong siap memuluskan jalan. Namun, ibarat sang anak hendak membuat rumah baru, beragam rintangan selalu ada sehingga menunda mimpi.

Bagiku Aparat Bersih adalah Kunci Berantas Korupsi



Ilustrasi (kompasiana.com)

Ketika KPK lahir ada sebuah harapan baru bahwa negeri ini bisa diselamatkan dari dekapan korupsi yang telah mengalir hingga sumsum warga negeri ini. Sayangnya, kenyataan pahit banyak menghadang. Mulai dari realita bahwa sejatinya korupsi telah begitu erat dengan nafas kehidupan bangsa hingga gamangnya pemangku negeri.

KPK adalah formula shock therapy bagi maraknya korupsi yang dikategorikan extraordinary crime ini. Namun karena yang extraordinary sudah demikian merasuk pada jiwa-jiwa warga, maka kejahatan ini bertransformasi menjadi collective extraordinary crime (semoga aja istilahnya benar :D).

Kolektivitas koruptor inilah yang menyebabkan korupsi di negeri ini seolah mata rantai yang tak pernah putus. Mereka punya mekanisme sendiri dalam mengorganisir diri. Mulai dari planning hingga eksekusi. Bahkan mekanisme penyelamatan diri mereka sangat luar biasa. Dengan sistem aotutomi, meniru Cicak, mereka akan memutus alias mengorbankan seseorang dengan tujuan melokalisir. Lokalisasi kasus inilah yang hingga detik ini belum bisa ditembus.