Kuliner Gehol II: Pecak Botor

Membahas kuliner Gehol tentu masih banyak yang terpendam dan belum muncul kepermukaan. Selain kian tenggelam oleh aneka makanan cepat saji yang dijajakan oleh pedagang keliling. Kerepotan sekaligus bahan yang kian sulit didapat adalah alasan kenapa kuliner Gehol kian tidak dikenal oleh anak jaman sekarang. Apalagi, hal-hal yang berbau tradisi seolah merenggut gengsi.

Salah satu kekayaan kuliner Gehol yang sangat akrab pada masa lalu adalah Pecak Botor. Botor adalah biji dari kecipir atau Psophocarpus tetragonolobus (L. D.Cang.) yang merupakan tumbuhan merambat polong mudanya dimanfaatkan sebagai sayuran. Kecipir berasal dari Indonesia bagian timur. Di Sumatera dikenal sebagai kacang botol atau kacang belingbing. Nama lainnya adalah jaat (bahasa Sunda), kelongkang (bahasa Bali), serta biraro (Ternate).

Kecipir sendiri memang biasa dijadikan lalaban oleh masyarakat Gehol. Yang muda bisa dijadikan coel saat masih mentah. Jika tak suka mentah, maka kecipir muda cukup direbus dan siap dijadikan lalapan. Jika sudah agak tua, maka bisa dijadikan sayur oseng.

Biji kecipir sendiri biasanya dijadikan benih untuk melangsungkan siklus hidup kecipir. Namun, karena di masa lalu sering terjadi paceklik, maka benihnyapun terkadang dijadikan lauk yang menggoda. Cukup sangrai hingga matang, lalu campurkan dengan sambal. Maka jadilah Pecak Botor.

Kenikmatan pecak botor tentu saja sulit ditandingi, karena meski sederhana, perpaduan bumbu pecak yang khas Sunda berpadu dengan wangi sekaligus renyahnya biji Botor. Botor yang dipecak tidak dalam bentuk bulat-bulat lagi. Botor telah digerus bersama sambal yang biasanya terdiri dari cabe, garam, bawang merah, bawang putih, dan terasi. Pedas gurihnya Pecak Botor biasa disajikan sebagai teman nasi panas dan disantap di siang hari saat istirahat di sawah atau kebun.

Nah, ingin menikmati Pecak Botor khas Gehol? Datanglah ke Gehol, tempat yang dijaga oleh dua bukit cantik dan kekar, Gunung Geulis dan Gunung Cikadingding. Siapa tahu masih banyak masyarakat yang menjadikan Pecak Botor sebagai santapan teman nasi.

Melihat Gehol dari Google

Ketiklah kata Jetak di mesin pencari Googel, maka akan muncul sekitar 130,000 hasil (0.17 detik). Sayangnya Jetak bukan hanya nama dari wilayah Gehol semata. Deretan Jetak sebagai sebuah nama daerah ternyata bervariasi mulai dari Jawa hingga Kalimantan. 

Tapi jika Jetak dengan embel-embel Bantarkawung, Brebes, Jawa Tengah yang diketik, maka hasilnya akan  sekitar 30,500 hasil (0.17 detik) dengan situs yang benar-benar membahas Jetak-nya Gehol bisa dihitung dengan jari. Jika kata di atas diikuti tanda kutip maka hanya akan muncul tiga antri. Jika melihat dari gambaran tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Jetak-nya Gehol sungguh minim diketahui atau dibahas oleh masyarakat.

Ingin tahu lebih lanjut bagaimana sosok Jetak-nya Gehol di dunia maya, maka gunakan saja Google Maps. Maka yang akan muncul hanya kata Sindangwangi dengan pemandangan satelit yang masih begitu kosong dan tandus. Hal tersebut karena yang ditunjuk sebagai sindangwangi adalah sebuah bukit, bukan desa Jetak alias Gehol atau kampung lainnya yang ada dalam administratif Desa Sindangwangi. Gehol sendiri nampak sebagai sebuah kerumunan rumah yang padat nan tak teratur. Sayangnya, gumpalan awan terlihat menghalangi pemandangan Gehol.

Jika melihat bagaimana lalu-lintas kata Jetak yang sangat minim, maka perlulah kiranya kita sebagai putra Jetak asli memopulerkannya. Mungkin dengan mengaitkan kata Gehol dengan Jetak atau sebaliknya maka desa kita akan kian dikenal oleh masyarakat luas.

Sebagai tambahan statistik, Gehol sendiri jika diketik di Google, maka akan muncul sekitar 125,000 hasil (0.26 detik). Sayangnya kebanyakan berasal dari situs luar negeri. Lain waktu, perlulah kiranya kata Gehol ini ditelusuri dalam berbagai bahasa asing tersebut apa maknanya. Selain itu, Gehol sebagai nama sebuah daerah ternyata banyak juga. Mulai dari sebuah sungai di Malaysia hingga nama wilayah geografis di Makassar.
Kembali lagi ini adalah tugas kita sebagai anak Jetak alias Gehol untuk lebih memopulerkan wilayah kita. Berbagai hal telah diulas di blog ini mulai dari wilayah geografis, asal nama hingga beragam makanannya. Tentu saja hal itu masih sangat kurang.

Semoga data-data statistik di atas mampu memacu kita lebih kreatif mengenalkan Jetak alias Gehol dimanapun dan kapanpun. Tentu saja pengenalan yang kita lakukan dalam hal-hal positif belaka.








Antara Apple dan Gehol

Kabar mengejutkan dari raksasa IT asal Amerika yang menelurkan produk inovatif mulai dari iMac, Macbook, iPhone, iPod hingga iPad. Steve Jobs yang sangat melegenda di dunia IT meninggal dunia. Sang komandan sekaligus salah satu pendiri Apple yang digaji US$1 perbulan itu meninggalkan dunia dengan penuh kegemilangan. Membawa Apple merajai industri IT untuk Tablet sekaligus menjadi inovator untuk beberapa perangkat keras.

Kehilangan Steve Jobs adalah kehilangan besar bagi dunia IT. Sebagai innovator ulung, banyak karyanya yang menajdi master piece dan memengaruhi kehidupan masyarakat dunia secara langsung maupun tidak. Satu yang pasti, kepergiannya telah banyak meninggalkan jejak-jejak peradaban yang sangat bermanfaat bagi kehidupan. Di atas semua itu, kemampuannya mengelola sebuah perusahaan yang menuju kebangkrutan menjadi salah satu raksasa patut diteladani.

Melihat Apple di era 1997 yang sedang menuju kebangkrutan, mengingatkanku pada Gehol. Meski berbeda dari segi apapun, namun keadaannya sama, membutuhkan seorang leader sekaligus innovator.

Gehol sendiri sebagai sebuah wilayah sekaligus lembaga tentu pernah memiliki legenda yang dianggap paling berjasa bagi kemajuan desa. Sederet nama pantas disebut mulai dari kepala desa, kyai hingga individu-individu yang mendedikasikan dirinya lebih banyak untuk Gehol daripada untuk diri mereka sendiri.

Legenda yang sangat sulit ditandingi di Gehol adalah Alm. Mbah Durmi, sang pemimpin sejati dari Gehol baik dari segi pemerintahan administratif maupun secara spiritual. Ada juga sepasang kyai yang meninggal akibat kecelakaan, Kyai Murtado dan Kyai Akhyar. Keduanya adalah legenda dalam penyebaran Islam di Gehol. Figur penting lainnya namun tidak pernah menonjolkan diri adalah Alm. Kyai Matori. Visinya yang murni menjalankan agama dan tak terpengaruh oleh isu-isu politik dan kekuasaan sangat mengagumkan.

Siapa Selanjutnya?

Jika Apple sebagai sebuah perusahaan memiliki sederet penerus yang siap mengeksplorasi ide-ide dan visi dari Steve Jobs, maka sebaliknya dengan Gehol. Untuk melanjutkan kejayaan Gehol dimasa lalu sungguh sulit. Hal ini karena sulitnya menemukan figure yang mampu mendekati secara visi, misi dan kepribadian dengan figure-figur yang telah pergi di atas.

Jikapun ada yang memiliki kualitas lebih dari segi keilmuan dan materi, namun semuanya terjebak dalam pusaran perebutan kuasa dan uang. Parahnya, keadaan tersebut seolah diwariskan kepada anak-cucu segenap warga Gehol. Terdepaknya banyak pemuda dan warga Gehol ke kota demi mempertahankan hidup adalah bukti konkrit betapa perkembangan peradaban mengalami penurunan secara signifikan. Kemampuan Gehol dalam menyejahterakan rakyat terlihat gagal, meski hal tersebut memang menjadi kecenderungan di negeri ini.

Lalu apakah solusi yang harus diambil? Perubahan radikal wajib dilakukan oleh Gehol jika ingin pergi dari lembah keterpurukan. Menemukan figur pemimpin adalah kunci utamanya. Di masa datang, Gehol dan segenap rakyatnya harus mampu memilih pemimpin yang visioner. Pemimpin yang mampu mencarikan jalan keluar yang radikal dan tidak terlalu text book.

Pertanyaannya, mampukan masyarakat Gehol mengedepankan nurani dan mengenyampingkan ego serta sifat pragmatis? Layak ditunggu di 2012.

Kuliner Gehol

Umumnya daerah yang berpenghuni, maka daerah tersebut dipastikan memiliki kekayaan kuliner. Sayangnya Gehol sebagai sebuah peradaban yang masih dan akan terus bergerak seolah absen dalam memeriahkan dunia kuliner. Sebagai daerah yang secara sosial budaya termasuk Sunda namun secara geografis berada di Jawa, mestinya ada ciri khas yang unik dari Gehol dilihat dari sudut kuliner.

Sayangnya, hingga saat ini kuliner khas Gehol belum menonjol bahkan cenderung tenggelam. Harus diakui juga bahwa kuliner khas Gehol susah dicari, alias nihil. Jika kita mengenal ada Soto Betawi, Sate Madura, Telor Asin Brebes, Peuyeum Bandung, Coto Makassar dan lain sebagainya, maka sangat susah menemukan makanan yang bersanding dengan nama Gehol alias Jetak.

Namun sebagai putra Gehol, penulis akan mencoba menawarkan menu makanan yang sangat sulit atau bahkan tidak ada di daerah lain. Tentu saja kemungkinan makanan khas Gehol yang akan dijelaskan ada di daerah lain sangat terbuka.

1. Pais Loto (Pepes Loto)

Masakan ini terbuat dari daun keladi alias talas yang masih muda. Kemudian ditumbuk dan dicampurkan beberapa bumbu rempah. Tumbukan daun talas ini kemudian dibungkus oleh daun pisang. Setelah itu bungkusan daun talas tersebut dibakar, lebih tepatnya diasap di “jidat tungku”.

Makanan ini sangat lezat, namun jika salah memilih daun dari jenis talas tertentu maka akan berakibat cukup fatal. Jika daun tersebut berasal dari beberapa jenis talas, maka rasanya akan sangat gatal sekali. Jika ini terjadi, maka lidah pemakannya akan menebal sebagaimana umumnya reaksi alergi kulit terhadap gatal.

Loto ini sepertinya memang sangat khas Gehol. Entah apakah daerah lain ada yang menumbuk daun talas menjadi pepes seperti Loto Gehol.

2. Lalaban Pucuk Jambu Monyet dan Daun Pepaya Muda

Jika melahap salah satu dari bahan ini, maka bisa dipastikan akan sangat sedikit yang mampu dan mau melakukannya. Dari sudut rasa, daun pepaya semuda apapun pasti pahit. Sedangkan daun muda (pucuk) Jambu Monyet sangat getir.

Hebatnya jika dipadukan dan dicocol ke dalam sambel, keduanya sangat nikmat. Pahit dan getir berpadu dengan pedasnya sambal sangat nikmat menggoyang lidah. Ingat, semua daun tersebut dimakan dalam kondisi mentah! Jika ingin menikmati yang satu ini, maka Anda harus pandai memadukan keduanya. Jika salah satu bahan terlalu dominan, maka yang muncul adalah salah satu dari rasa kedua daun tadi.

Makanan di atas pasti terdengar ekstrim mengingat di jaman sekarang begitu banyaknya pilihan makanan. Namun, jika melihat kondisi Gehol dahulu bisa jadi hal ini biasa saja. Kini, kedua makanan tersebut sangat jarang ditemui bahkan di Gehol sendiri. Selain keduanya memang mewakili kaum bawah, kesulitan mendapatkan bahan dan mengolah juga menjadi salah satu sebabnya.

Tertarik menikmati Loto dan Pucuk Jambu Mede dipadu dengan Daun Pepaya? Sesekali berkunjunglah ke Gehol!


Melihat Potensi Gehol

Akhirnya ada waktu untuk Gehol.

Gehol dengan keadaannya yang serba minim, ternyata jika dilihat dengan seksama memiliki sejumlah keunggulan. Negeri yang peradabannya sangat dibantu oleh Cigunung ini ternyata memainkan peranan kunci bagi desa sekitarnya.

Salah satu yang sangat berharga dimiliki oleh Gehol adalah Cihirup. Sumber air yang hadir sepanjang tahun ini menghidupi sekitar 5 desa. Jika saja Gehol mampu melobi pemerintah daerah untuk mengelolanya atau minimal memiliki hak sebagai pemilik, maka bukan tidak mungkin hasilnya secara materil sangat besar. Bukan sekedar air gratis seperti sekarang.

Potensi air bersih ini kian tinggi seandainya Gehol dan pemerintahnya mau mengundang para investor untuk menanamkan modalnya. Dengan kapasitas mata air yang besar, maka bukan tidak mungkin industri air mineral bisa dilakukan. Selain menyerap tenaga kerja lokal, keuntungan pajak dan restribusi serta geliat ekonomi di sekitarnya bisa kian meningkat.

Hal kedua yang bisa dijadikan salah satu sarana Gehol menangguk keuntungan adalah Petahunan dan irigasi yang meliputinya. Jika selama inipemerintah desa dan daerah abai dengan hal ini dan memang begitu keadaannya, maka bisa saja pengelolaan lebih teratur bisa dilakukan pihak ketiga. Dari sinilah keuntungan itu bisa didapat. Dengan pengairan yang lebih profesional dan teratur bukan hal yang susah meminta retribusi kepada para petani. Termasuk mereka yang ada di desa lain. Melihat kemampuannya saat ini, minimal 3 desa yang bisa diairi oleh irigasi.

Yang sering disadari namun teracuhkan adalah fakta bahwa Gehol merupakan jembatan penghubung antara beberapa desa menuju kota. Dengan kondisi sebagai satu-satunya akses, seharusnya bisa dimanfaatkan Gehol untuk "membajak" kaum desa yang akan ke kota. Jika mereka ke kota hanya untuk sekedar membeli keperluan dapur, entah apa sebabnya tidak satupun warga Gehol menyediakan bumbu dapur di jalur akses tadi. Padahal dengan keuntungan mengenal karakter serta jarak yang dipangkas, maka bukan hal yang sulit merebut konsumen pedesaan yang selama ini ke kota.

Seandainya ketiga hal itu saja bisa dioptimalkan, maka kesejahteraan masyarakat Gehol bisa meningkat dari taraf yang sekarang ini. Hanya saja hal ini sangat sulit terwujud mengingat mental pamong yang sempit sekaligus miskin inovasi. Ditambah lagi pusaran ekonomi dan modal di Gehol yang feodalistik. Maka jikapun hal diatas terlaksana bisa dipastikan yang kaya akan makin kaya dan yang miskin kian terpinggirkan.

Solusi yang harus dilakukan adalah dengan mengoptimalkan desa seabagai wadah sekaligus lembaga ekonomi pelindung masyarakat. Jika saja mau, maka desa sesungguhnya bisa saja mengelola Cihirup, irigasi sekaligus meramaikan jalur akses tadi. Mengenai modal, desa tentu tidak kekuranga sebab hampir tiap tahun puluhan juta dikucurkan pemerintah. 

Jika saja modal itu dikelola dengan semangat dari, oleh dan untuk rakyat maka tidak ada lagi kabar mengenai dana pinjaman yang dipinjam rakyat namun tidak pernah kembali. Sebab dengan kemampuan desa bertransformasi menjadi mesin usaha, kecukupan dasar rakyat bisa diayomi desa. Bukankah selama ini rakyat meminjam untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka?