Tidurnya Birokrat Kami
Pulang kampung selalu
menyenangkan, bahkan sekesal apapun yang ditemui di perjalanan. Bertemu
keluarga dan tanah kelahiran mampu menyurutkan tensi yang selama ini berkumpul
di hati. Demi berkumpul dengan keluarga, macet seharian dan menyusuri jalanan
kumuh tak pernah jadi halangan.
Jalan berlubang dan
berlumpur ternyata masih eksis di tahun 2013 ini. Setidaknya di daerah kami di
Brebes sana. Beruntung bagiku, melewati jalur yang bisa membuat pinggang
keseleo tersebut tidak setiap hari. Namun sungguh menghibakan bagi mereka yang
harus melaluinya karena tak ada pilihan.
Adalah jalur Bumiayu –
Salem yang memilukan tersebut. Padahal jalur ini adalah urat nadi bagi
perekonomian tiga kecamatan, Bumiayu, Salem, dan Bantarkawung. Tak
tanggung-tanggung, jalur ini adalah jalur provinsi, yang seharunya memiliki
kondisi layak jika memang kata bagus terlalu mahal.
Kerusakan ada di banyak
titik di jalan sepanjang sekitar 35 kilometer tersebut. Di lokasi nampak
keruskan cukup parah, dari aspal yang mengelupas yang mengakibatkan jalan
berlubang, sampai retak-retak akibat penurunan badan jalan. Di banyak titik
jalan juga mebentuk kubangan air yang sangat menyulitkan bagi pengguna jalan.
Jalur ini sendiri selain
vital juga merupakan salah satu akar permasalahan adanya niat pemekaran selama
ini. Bayangkan saja, jalan utama ini saja tidak ada perhatian dari pihak berwenang,
apalagi kesejahteraan rakyat dan kebutuhan lainnya yang tidak terlihat.
Namun, janganlah dulu
langsung menyalahkan pihak pusat atau provinsi. Langgengnya kerusakan di jalur
yang selalu ramai setiap hari ini bisa juga karena lambannya respon dan laporan
dari bawah. Jika masuk daerah tersebut, maka ada selorohan bahwa para pejabat
asli dari daerah tersebut selalu tidur saat melewati jalur Salem – Bumiayu.
Budaya yes Sir, alias asal bapak
senang membuat para pejabat di daerah akan melaporkan yang baik saja dan
mengesampingkan realitas sesungguhnya.
Ini adalah bukti betapa
kejengkelan masyarakat sudah begitu memuncak, sehingga menjadikan realitas pilu
hanya olok-olok belaka. Sebab disikapi seriuspun, para pejabat yang berwenang
seolah tutup mata tiada peduli. Maka jangan heran, jika suara pemekaran tetap
ada sampai kapanpun selama hal-hal mendasar seperti insfratruktur tidak
diperhatikan.
Ini tentu saja jadi pekerjaan rumah
bagi Bupati Brebes yang baru menjabat. Jika memang ia serius ingin
merealisasikan janjinya sekaligus meredam keinginan memekarkan diri, seharusnya
jalur ini diperbaiki. Sebab, salah satu alasan paling mendasar dari ide
pemekaran adalah minimnya perhatian pemkab terhadap daerah selatan. Buktinya,
jalur yang sangat ramai tersebut dibiarkan berkubang penuh lumpur di beberapa
titik.
Tentu saja alasan klasik
akan dikemukakan. Bahwa jalur Bumiayu – Salem adalah jalur provinsi sehingga
kewenangan ada di pihak pemprov Jateng adalah benar semata. Namun bukan berarti
pemkab Brebes dan pejabat terkait bisa duduk berpangku tangan sambil menyeruput
kopi seolah tak terjadi apa-apa.
Satu hal lagi yang
konyol dari sistem pembangunan di negeri ini. Jika kerusakan ditimpakan kepada
pemerintah, maka keberhasilan selalu milik individu baik gubernur, bupati,
camat, maupun kepala desa. Berani bertaruh, jika jalur ini kemudian diperbaiki
maka ucapan yang dihembuskan akan berbunyi: terima kasih Bapak/Ibu Bupati,
Camat, Kades atas perbaikan jalannya. Padahal, uang yang digunakan toh
uang-uang rakyat juga.
Terima kasih kunjungan dan infonya gan
ReplyDelete