Stop Menjual Ketakutan!
Setiap kali kita akan mengingatkan seseorang akan dampak buruk sesuatu, maka yang pertama dilakukan adalah membuat takut, bukan membuat paham. Saat seseorang berusaha mencari tahu, sederet peringatan bernada ancaman datang. Ketakutan menjadi semacam obat ampuh dalam meredakan gejolak akan keingintahuan.
AIDS adalah salah satu yang menjadi momok karena lebih banyak ketakutan yang dijual demi mencegah penyebarannya. Meski dampaknya memang menakutkan, namun sejatinya sebagaimana penyakit pada umumnya, pencegahannya relatif mudah.
Akibat dari terlalu banyaknya bumbu takut dalam AIDS maka tak heran jika mereka yang kurang beruntung telah terkena menjadi sasaran. Maka jangan harap mereka – yang dengan secara jelas kita telah memarjinalkan dengan menyebutnya ODHA – susah sekali diterima oleh masyarakat terutama masyarakat menengah ke bawah.
Stigma bahwa AIDS adalah penyakit karma harus dipupus. Kita yang lebih beruntung harus lebih bijak mengatakan apa saja yang bisa membuat kita terkena virus HIV. Selama ini hanya pemindahan cairan melalui hubungan seks saja yang digaungkan. Sehingga ketika ada seseorang yang terkena, maka dengan otomatis disematkan kata kualat.
Bukti Tweet |
Bukti Follow |
Secara tidak sadar kita telah terlalu menganggap ODHA begitu ”spesial”. Sayangnya perhatian berlebih kita justru secara tidak langsung menjauhkan mereka dari masyarakat pada umumnya. Terutama karena kita masih lebih banyak menjual ketakutan saat memberikan penyuluhan tentang AIDS. Misalnya saja dengan selalu memfokuskan pada pekerja seks komersial (PSK), kaum homoseksual dan pemakain narkoba. Dengan demikian, secara tidak langsung ketika seseorang terkena HIV/AIDS maka hal pertama yang terlintas adalah akibat ”jajan” atau kualat.
Mari berhentilah memfokuskan bahwa HIV/AIDS hanya disebabkan oleh aktivitas seksual dan napza. Berhenti pula mempertontonkan ODHA saat ada penyuluhan. Sebisa mungkin rahasiakanlah peserta seminar tentang AIDS. Jangan juga setiap ada pemeriksaan kesehatan PSK dan razia narkoba maka selalu diasosiasikan dengan HIV/AIDS. Tak bijak juga rasanya jika penyebaran melalui media nonaktivitas seksual diabaikan. Karena justru hal tersebut makin membuat penyebaran HIV/AIDS kian susah dideteksi.
Yang paling penting digalakkan sekarang ini justru adalah bagaimana gaya hidup sehat sebagai acuan hidup masyarakat. Karena dengan gaya hidup sehatlah, semua penyakit bisa dihindari bahkan disembuhkan. Pada dasarnya sehebat apapun serangan kuman dari luar, akibat yang ditimbulkannya tergantung seberapa kuat daya tahan tubuh kita.
Dengan fokus memperingatkan masyarakat tentang HIV/AIDS dari sisi gaya hidup sehat, maka pandangan masyarakatpun seharusnya ikut berubah. Penderita HIV/AIDS bukan lagi mereka yang terkena karma karena hidup yang penuh hura-hura saja. Tetapi siapapun mereka yang memperlakukan diri dengan tidak sehat. Sudah saatnya kita menanamkan bahwa siapapun yang tidak bergaya hidup sehat bisa terkena penyakit ini. Sebab virus ini bisa masuk melalui berbagai media yang tercemar.
Karena gaya hidup sehat yang ditonjolkan maka ODHA-pun tidak lagi perlu perlakuan ekstrim dari kita. Mereka yang terlampau disorot oleh kita pada akhirnya akan kembali hidup normal. Sebab dengan memandang mereka sebagai korban gaya hidup yang tidak sehat, mereka akan lebih mudak diterima kaum awam. Sehingga dalam benak masyarakat mereka adalah manusia biasa, bukan manusia kualat.
Mereka dekat dengan kita, sebab mereka adalah sahabat!
Bekasi - Jawa Barat
Bekasi - Jawa Barat