The Power of "Wan-Cin-Cau"
Saat televisi masih sebuah hiburan mahal di Gehol, sedikit waktu yang dihabiskan anak-anak untuk menonton televisi. Dalam sehari, kegiatan anak-anak lebih sering bermain dengan sesama bocah, sekolah, dan mengaji.
Dari sedikit waktu untuk televisi itu, tidak banyak pilihan yang bisa didapat. Maklum, baru ada TVRI dan TPI yang menghiasi layar hitam putih waktu itu. TV yang kala itu dijuluki kotak ajaib, masih langka dan amat mewah. Pemiliknya boleh membusungkan dada sekaligus bisa menertawakan anak-anak yang duduk berdesakan atau sesekali cuma matanya yang mengintip lewat kaca jendela.
Di antara pilihan itu, ada film wan-cin-cau yang biasanya sangat dibenci anak-anak Gehol. Wan-cin-cau adalah sebutan untuk semua tayangan berbahasa Inggris. Bahasa entah dari planet mana yang dalam kuping anak-anak Gehol cuma terdengar wan-cin-cau. Jika sedang asyik-asyik menonton tayangan favorit, namun jika TV kemudian menayangkan tayangan berbahasa Inggris, maka bubarlah semua penonton.
"Film wan-cin-cau, film wan-cin-cau," seru anak-anak yang keluar dari rumah pemilik TV sambil berebutan mencari sendal. Mereka kemudian berlarian menuju tanah lapang untuk bermain gobak sodor, benteng, petak umpet, meong budug, atau balik ke rumah mencari sisa-sisa makanan di dapur. Yang terakhir jarang dilakukan, karena bukan kebiasaan warga Gehol menyimpan banyak makanan.
Jika saja wan-cin-cau tidak begitu ditakuti, mungkin banyak anak-anak Gehol yang bisa lebih maju dari sekarang. Maklum, berpuluh tahun kemudian bahasa yang membuat anak-anak Gehol berhamburan keluar ternyata jadi bahasa yang paling menentukan dalam kehidupan. Meski, tentu saja, bukan hanya penguasaan bahasa itu saja yang jadi patokan.
Meski demikian, ketidakmampuan menguasai bahasa wan-cin-cau bukan halangan anak-anak Gehol yang kini sudah beranjak dewasa meraih impian. Terbukti, banyak anak-anak Gehol yang bertebaran bukan hanya di Indonesia. Di beberapa negara mereka juga eksis dan ikut serta menyumbangkan apa yang bisa diberikan untuk kemajuan Gehol. Kampung tempat mereka lahir dan menikmati kebersamaan yang kini kian tergerus teknologi.
0 comments: