Cengkeram Perempuan di Senayan

4:08:00 PM Gehol Gaul 0 Comments


Perempuan-Perempuan Tersorot Korupsi
Dari pemilu ke pemilu, kaum perempuan dan feminis begitu menggebu untuk mendapatkan porsi yang lebih. Bagaimanapun, hak mereka tersebut memang sudah seharusnya sama dengan lelaki. Termasuk dalam berpolitik, salah satunya menjadi anggota DPR.

Hasilnyapun menggembirakan. Dari 650 anggota DPR saat ini, 101 kursi (18,03%) diduduki politisi perempuan dari berbagai partai. Ini adalah kenaikan yang cukup signifikan dibadingkan pemilu 2004, ketika jumlah politisi perempuan di DPR baru mencapai 11,6%. Angka perempuan di DPR kini terpaut hampir 10% dengan hasil pemilu 1999 baru mendudukkan 8,6% perempuan di DPR.

Ekspektasi yang tersemat dengan kian meningkatnya anggota dewan dari kaum perempuan tentu hanya satu, perubahan positif terkait peran dan kewenangan DPR yang jauh dari kemaslahatan ummat. Harapan kepada perempuan sama seperti harapan rakyat pada kaum muda. Sebab sudah tak cukup kata-kata untuk melukiskan kebobrokan DPR di negeri ini.
 
Perempuan begitu diharapkan mampu membawa angina segar bagi kehidupan rakyat karena rakyat percaya bahwa kaum perempuan lebih “punya hati”. Mereka juga diyakini adalah kaum yang paling akrab dengan kehidupan sehari-hari dan pernak-pernik kesusahannya. Dengan asumsi itu, maka perempuan diharapkan mampu membawa nasib rakyat yang selama ini tak menentu kian membaik.

Karena pada dasarnya perempuan adalah perantara kehidupan, maka seharusnya merefleksikan kehidupan yang selama ini dialami rakyat bukan hal sulit. Dengan modal “punya hati”, akrab dengan sederet problematika kehidupan, hingga perannya sebagai perantara kehidupan, maka konsep dan perilaku yang lahir dari mereka seharusnya dengan mudah diimplementasikan demi mengangkat derajat ummat.

Satu lagi yang sangat diharapakan publik adalah peran perempuan dalam membebaskan DPR dari jerat korupsi dan carut-marut kinerja. Sebagai sosok seorang ibu – dan kebanyakan dari mereka memang seorang ibu – kemampuan mereka mengemong anak diharapkan jadi modal untuk menangkal korupsi. Sebab seorang ibu kadung dipandang sebagai sosok yang anti menjerumuskan diri apalagi anaknya kedalam hal-hal negatif.

Perempuan dengan perannya dalam menanamkan pendidikan nilai-nilai kejujuran dirumah, merupakan jembatan penting untuk membentuk generasi mendatang yang bersih. Untuk menerapkan nilai-nilai itu, peran kaum perempuan sekaligus seorang ibu tentu menjadi sangat diharapkan. Termasuk di DPR yang sudah terkenal dengan ketidakjujuran dan ketidakmampuan mengemban amanah rakyat.

Sayangnya peran perempuan belum maksimal. Masih kuatnya budaya buruk di DPR membuat para ibu tersebut seolah tak berdaya. Yang paling menyedihkan, tak sedikit diantara mereka malah ikut terbawa pusaran keburukan tersebut. Yang paling menyakitkan dari semuanya adalah adanya praktik bahwa meski bukan anggota DPR, peran perempuan dalam menyeret anggota ke dalam lingkaran tersebut. Hal ini nyaris serupa dengan nasib tragis harapan yang tersemat pada pundak para politisi muda. Namun, menilik sederet “prestasi” kehidupan dalam diri perempuan, miris rasanya ketika pra perempuan jadi kunci terjadinya proses korupsi.

Episode para perempuan anggota DPR dan perempuan menyeret anggota dewan dalam pusaran korupsi entah kapan dimulai. Namun yang pasti, akhir dari kisah tersebut jauh dari kata akhir. Mari kita lihat bagaimana Nunun Nurbaeti yang istri pejabat Polri kedua terpenting mampu menyeret lebih dari sepuluh anggota DPR periode lalu meringkuk di balik jeruji. 

Lucunya, perempuan yang satu ini lebih lihai dari Nazarudin – yang kasusnya juga melibatkan banyak perempuan, terakhir Angelina Sondakh telah dijadikan tersangka. Maka tak heran ketika penangkapan terhadap ibu pelupa yang satu ini begitu menggembirakan publik. Apalagi sang sahabat yang jadi lantaran suap terjadi, kini juga ditetapkan menjadi tersangka. Sebuah anugerah bagi publik sekaligus bagi Nunun sendiri. Meski belum tentu hal ini jadi tabir pembuka keadilan yang sebenarnya.

Lalu masih ada sederet nama tenar lainnya yang hampir setengah tahunan ini menghiasi berbagai pemberitaan. Mereka ada yang bercokol di Senayan semisal Angelina Sondakh dan Wa Ode Nurhayati. Jika yang satu masih bebas meski sudah sekian kali terkena peluru “mantan sejawat” dan akhirnya ditetapkan tersangka oleh KPK, nama terakhir sudah dengan “ikhlas” menghuni Rutan Pondok Bambu. 

Angelina selalu dikaitkan dengan suap Wisma Atlet dan sederet proyek lainnya, maka Wa Ode ditahan karena kicauannya di sebuah stasiun TV. Nyanyiannya yang mencoba mengungkap praktik kotor – sebagaimana harapan publik terhadap kaum hawa dalam mengerangkeng koruptor – diganjar dengan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap anggaran Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) di tiga kabupaten Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Perempuan-perempuan lain yang menyeret para penghuni Senayan tentu saja masih banyak. Yang sudah ketahuan kini sedang sibuk menjalani proses hokum dengan harapan berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Maka tak heran jika Mindo Rosa Manulang akan terus bernyanyi berduet dengan mantan atasannya demi menyeret yang lainnya. Sayangnya hingga kini nyanyian keduanya terkadang bertolak belakang.

Kini, publik tentu masih menunggu komitmen penegak hokum dan para pemangku negeri akan janjinya memberantas korupsi. Masih banyak kasus korupsi yang justru pemegang kuncinya adalah kaum perempuan. Penegak hokum ditunggu kreativitasnya dalam mengungkap siapa saja yang terlibat dalam banyak kasus korupsi di negeri ini. Maka jangan sampe mereka lelah mengejar para ibu-ibu yang kini menjadi kunci korupsi dan mereka yang gentayangan menyerat politisi Senayan serta penduduk Senayan sendiri.

Dengan naluri keibuan mereka yang tak ingin melihat anak-anaknya hancur, maka seharusnya mereka bisa lebih proaktif ikut menggayang korupsi yang mereka tahu. Ibu sebagai perantara kehidupan tantu tak ingin melihat kehidupan yang ikut mereka bangun akan menenggelamkan sekian banyak ummat jika mereka berdiam diri. Kekuatan mereka telah teruji dalam mengarungi hidup, maka seharusnya mampu juga dalam mengurangi korupsi.

0 comments: