Bawangku Sayang, Bawangku Malang

3:11:00 PM Unknown 2 Comments


Kebun Bawang
Dua puluh tahun lalu, sepulang sekolah aku punya kegiatan rutin yang bisa dibilang menyenangkan meski melelahkan. Nyenggot! Ini adalah sistem perairan demi mengairi kebun bawang merah. Sebuah komoditi paling terhormat setelah cengkeh yang rontok dan beras yang dihormati karena wajib demi memenuhi perut.

Nyenggot terjadi karena saluran irigasi tidak mungkin secara alami mengairi kebun bawang. Hal ini karena kebun bawang berada lebih tinggi daripada saluran air. Nyenggot sendiri bisa disamakan dengan mengerek air dari sumur. Hanya saja mekanisme kerjanya mirip portal di kompleks perumahan. Portal diberi beban di ujungnya dan ujung satunya diberi tali dan timba.

Saat keadaan kosong, timba dikerek agar bisa mengambil air dari saluran irigasi. Karena diujung bambu (biasanya memakai bambu yang lebih murah dan mudah) terdapat beban yang cukup berat, maka timba yang berisi air dengan sendirinya mudah diangkat. Nyenggot sendiri hanya membutuhkan keterampilan dan kemampuan tangan. Tubuh penyenggot sendiri dibuat senyaman mungkin. Biasanya disediakan tempat duduk sederhana demi menyamankan penyenggot. Karena rajin nyenggot itulah, tubuh kurusku lumayan berotot meski terkendala dengan makanan lima sehat dan empat sempurna.

Mengairi kebun bawang yang lumayan luas dengan modal senggot yang notabene seperti mengisi kolam renang. Maka, jangan heran jika pekerjaan ini bisa menghabiskan waktu hingga dua jam. Setelah itu, menyiram bawang baru bisa dilakukan. Semuanya demi bawang!

Dahulu, berkebun bawang terasa menguntungkan. Selain bawangnya, daunnya sewaktu muda juga laku keras untuk dijadikan salah satu masakan. Bawangnya sendiri, asal tidak ada hama dan musim yang ganas (hujan berlebih), maka hasilnya sangat menguntungkan. Jauh lebih menguntungkan dari bertanam padi dengan memakai luas tanah yang sama.

Berkebun bawang relatif lebih singkat daripada menanam padi. Jika padi memerlukan lima sampai enam bulan, maka bawang sudah siap panen di usia tiga bulan lebih sedikit. Harganyapun dahulu lumayan tinggi dan terhitung menguntungkan meski sudah dikurangi oleh modal benih, pupuk, dan tenaga merawat. Yang terakhir biasanya gratis!

Dahulu, ditingkat kami para petani, harga bawang sudah sangat bagus jika mampu menembus harga Rp 5.000,00 per kilogram. Dua puluh tahun lalu, Rp 5.000,00 bisa membeli bensin untuk motor Honda Grand hingga penuh. Jika dihitung dengan uang sekarang mungkin bisa disetarakan dengan Rp 25.000,00. Sebuah harga yang fantastis bukan?

Kini, bawang merah yang dahulu menjadi idola bagi petani kampungku mengalami keadaan yang sangat memprihatinkan. Berbagai laporan wartawan cetak dan elektronik kian menambah betapa suram nasib ikon kabupaten kami tersebut. Bahkan harganya sempat menyentuh sebesar Rp 2.500,00 saja, itupun di pasar-pasar tradisional. Tak terbayang berapa harga yang dinikmati petani dengan harga pasar sedemikian kecilnya. Lebih kecil dari harga yang dinikmati langsung petani dua puluh tahun lalu.

Usut punya usut ternyata impor bawang asal India yang berlebih penyebabnya. Meski menurut berbagai alanisis bawang kami adalah yang terbaik berkat kemurahan hati Gunung Kumbang, namun konsumen tak peduli lagi mana bawang terbaik dan mana bawang impor yang mutunya kelas teri, sama seperti polisi dalam film-film negerinya.

Yang jelas, manisnya hasil bertani bawang kini tak bisa lagi dinikmati. Harga jual jauh lebih rendah daripada biaya yang harus dikeluarkan demi mendapatkan umbi penyedap masakan paling banyak digunakan di negeri ini. Padahal, selain harga jual yang sangat rendah, para petani juga telah berjuang dengan susah payah dalam menyiasati perubahan musim yang kian tak ramah.

Bawang, kembalilah mahal sayang!

2 comments:

  1. Saya baru mau tertarik menanam bawang merah nih pak. Setelah baca tulisan ini jadi agak mikir-mikir lagi. Apa sudah ada berita terbaru tentang impor bawang merah dari India tersebut?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Silakan gugling aja mas, kabar terakhir yang saya baca dari antara harga di pantura (harga di pasar) sudah merangkak ke 9000/kg. Kalo harga petani mungkin bisa setengahnya, tergantung kualitas bawangnya ...
      terima kasih dah mampir mas

      Delete