Kisruh Rossi dan Marquez adalah Settingan?



Setelah Lorenzo resmi mengklaim titel juara MotoGP 2015, tuduhan konspirasi antara dirinya dan Marquez makin mencuat. Apalagi, Marqeuz yang punya julukan Baby Alien ini terkesan enggan melakukan over taking pada Lorenzo sepanjang balapan terakhir di Ricardo Tomo, Valencia. 

Lihat saja betapa gemasnya komentator di TV yang heran kenapa pembalap yang kemunculannya mampu mengubah aturan di MotoGP - di mana pendatang baru bisa langsung memakai motor pabrikan padahal sebelumnya tidak - ini tak membalap segahar seperti biasanya. Padahal, catatan statistik menunjukkan bahwa ia memiliki kecepatan motor yang lebih cepat sekitar 1km/jam dibanding Si Hiu, Lorenzo.

Maka perdebatan makin marak dengan tuduhan Rossi yang menggambarkan Marquez laiknya pengawal bagi Lorenzo. Meski sempat mengganas di tiga lap terakhir, itupun hanya untuk mengamankan podium kedua dari Pedrosa, bukan untuk mendahului Lorenzo. Bahkan Rossi sampai memboikot anugerah MotoGP, sesuatu yang sangat disayangkan tentunya.

Hanya Sandiwara Belaka? 


Saya sendiri sempat ikut menyayangkan aneka kegaduhan MotoGP ini karena memang berharap Rossi bisa merengkuh juara ke-10 kalinya. Namun, dipikir-pikir hal ini sepertinya adalah sebuah drama yang sengaja dibuat agar penggemar MotoGP kian penasaran atau tak lari. 

Kita ingat bagaimana nasib Formula 1 tanpa Michael Schumaher yang sepi penonton? Hal tersebut pasti tidak diinginkan pihak penyelenggara MotoGP pascapensiunnya Rossi. Maka, untuk menghalangi pensiun atau membuat penasaran penggemar, drama ini harus dibuat. Setidaknya hingga semua atau sebagian penggemar mendapat jagoan baru selain Rossi. 

Jika The Doctor berhasil merengkuh gelar kesepuluhnya, apa yang kemungkinan akan terjadi adalah pensiun. Pensiun dalam kondisi puncak ketenaran sekaligus mengukuhkan diri sebagai legenda tentu sebuah pencapaian yang sangat manis. Pensiunnya rider Italia ini tentu saja bukan kabar baik bagi penyelenggara Moto GP bukan? Apalagi kharismanya belum ada yang menyamai, meski Lorenzo merasa bahwa di musim ini ia melebihi Rossi dalam segala hal. 

Maka, dijegallah ia dari perburuan gelar dengan "mengasingkannya" di balapan Valencia kemarin. Hukuman yang diberikan konon disebabkan oleh gerakan sengaja kaki Rossi untuk menjatuhkan Marquez sebagaimana digembor-gemborkan pihak Honda. Kesengajaan itu juga disambar dengan cepat oleh Lorenzo dan Pedrosa yang menganggap Rossi akan ditinggalkan fans akibat perbuatannya, meski terbukti bahwa tindakan fans malah kebalikannya. 

Drama ini adalah tes dari pihak MotoGP akan seberapa kuat pengaruh Rossi dalam kompetisi ini. Sayangnya pengaruhnya teramat kuat sehingga hal tersebut bisa dibilang blunder namun sangat menguntungkan. Blunder karena ternyata Marquez yang dianggap sebagai penerus kelegendaan Rossi justru kehilangan banyak penggemar, setidaknya di Indonesia yang jago nyinyir. Lihat saja aneka hujatan yang didapat rider Spanyol ini di fan page-nya. Menguntungkan karena selanjutnya pecinta olahraga ini akan memberikan perhatian penuh pada kompetisi ini tahun depan. 

Tentu saja ini adalah analisis yang dilakukan oleh amatir. Saya sendiri menganggap hal ini adalah aneh mengingat The Doctor dikenal sebagai pembalap dewasa. Konfliknya dengan Marquez memang mampu memantik emosi yang lebih tinggi dibandingkan jika ia berkonflik dengan pembalap lain bahkan dengan Lorenzo sekalipun. Mengingat hubungan mereka yang begitu baik selama ini, agak aneh jika mereka bermusuhan dengan sangat sengit saat ini. 

Jadi, apakah konflik ini benar-benar alamiah karena ketatnya kompetisi ataukah rancangan? Kita tunggu saja tahun depan akan seperti apa olahraga balap motor prototipe ini.





Aneh bin Ajaib Sikap Gus Mus

Entah apa yang ada dalam pikiran Cleisthenes si Bapak Demokrasi Athena jika melihat surat pengunduran diri KH. A. Mustofa Bisri atau biasa disapa dengan sebutan Gus Mus dari jabatan yang diberikan oleh anggota AHWA pada Beliau. Di Athena sana dan di hampir seluruh bagian dunia saat ini, sangat jarang orang menolak jabatan yang diberikan. Sebaliknya, hampir semua orang memburu jabatan bahkan dengan taruhan penjara di kemudian hari.

Gus Mus dan NU memang memiliki tradisi unik yang seolah menyindir kebiasaan sebagian besar dari kita. Lihat saja saat hampir semua organisasi patuh pada mekanisme demokrasi satu orang satu suara, NU menggulirkan mekanisme AHWA. Mekanisme ini secara sederhana memilih beberapa kyai mumpuni untuk menentukan pemimpin. 

Tengok pula bagaimana negara memperlakukan peserta pemilukada independen yang jika mengundurkan diri sampai harus dikenai sanksi denda uang. Di NU, orang lurus yang tidak gila jabatan dibebaskan menolak jika memang tak berkenan. Tak ada denda, malah justru menunjukkan kualitas orang tersebut.

Namun, tentu saja perilaku terpuji Gus Mus yang mampu menolak jabatan banyak juga yang nyinyir. Bukan karena tindakannya salah, namun karena kita yang terbiasa berburu jabatan memandangnya sebagai hal yang “nggilani”. 

Sikap nyinyir kepada Gus Mus juga karena kita terbiasa mengotakkan seseorang berdasarkan profesi. Gus Mus yang kyai hanya diperbolehkan oleh kita untuk berkata halal-haram, bukan bersajak atau membuat cerpen. Kita adalah orang-orang yang berpikiran bahwa kyai hanya memiliki tempat di mesjid, bukan di area lain apalagi politik.

Bukan tidak mungkin sikap menolak jabatan ini akan terjadi suatu saat nanti di negara ini. Misalnya saja gegeran pemilu presiden akan minim calon karena tokoh-tokoh yang dicalonkan oleh parpol merasa tak kuasa menahan amanah seberat itu. 

Ah ... semoga tulisan ini bukan bentuk nyinyir kepada sikap mulia Gus Mus.