Aneh bin Ajaib Sikap Gus Mus
Entah apa yang ada dalam
pikiran Cleisthenes si
Bapak Demokrasi Athena jika melihat surat pengunduran diri KH. A. Mustofa Bisri atau biasa disapa dengan sebutan Gus Mus dari jabatan
yang diberikan oleh anggota AHWA pada Beliau. Di Athena sana dan di hampir
seluruh bagian dunia saat ini, sangat jarang orang menolak jabatan yang
diberikan. Sebaliknya, hampir semua orang memburu jabatan bahkan dengan taruhan
penjara di kemudian hari.
Gus Mus dan NU memang memiliki tradisi unik yang seolah menyindir
kebiasaan sebagian besar dari kita. Lihat saja saat hampir semua organisasi
patuh pada mekanisme demokrasi satu orang satu suara, NU menggulirkan mekanisme
AHWA. Mekanisme ini secara sederhana memilih beberapa kyai mumpuni untuk
menentukan pemimpin.
Tengok pula bagaimana negara memperlakukan peserta pemilukada independen
yang jika mengundurkan diri sampai harus dikenai sanksi denda uang. Di NU,
orang lurus yang tidak gila jabatan dibebaskan menolak jika memang tak
berkenan. Tak ada denda, malah justru menunjukkan kualitas orang tersebut.
Namun, tentu saja perilaku terpuji Gus Mus yang mampu menolak jabatan
banyak juga yang nyinyir. Bukan karena tindakannya salah, namun karena kita
yang terbiasa berburu jabatan memandangnya sebagai hal yang “nggilani”.
Sikap nyinyir kepada Gus Mus juga karena kita terbiasa mengotakkan
seseorang berdasarkan profesi. Gus Mus yang kyai hanya diperbolehkan oleh kita untuk
berkata halal-haram, bukan bersajak atau membuat cerpen. Kita adalah
orang-orang yang berpikiran bahwa kyai hanya memiliki tempat di mesjid, bukan
di area lain apalagi politik.
Bukan tidak mungkin sikap menolak jabatan ini akan terjadi suatu saat
nanti di negara ini. Misalnya saja gegeran pemilu presiden akan minim calon
karena tokoh-tokoh yang dicalonkan oleh parpol merasa tak kuasa menahan amanah
seberat itu.
Ah ... semoga tulisan ini bukan bentuk nyinyir kepada sikap mulia Gus
Mus.
0 comments: