Gunung Sagara: Tempat Mengintip Neraka


Gunung Kumbang (didiwiardi.multiply.com)

Di tempatku tepatnya di Marenggeng sana, daerah ini merupakan tetangga kmpungku, terdapat seorang kuncen dari sebuah gunung yang penuh sejarah dan misteri. Gunung ini dijadikan rujukan bagi kekuatan mistik di daerahku. Sayangnya karena fokus pada kekuatan mistik yang digali, keluhuran dan nilai sejarahnya justru terlupakan. Di gunung ini berbagai mitos dan cerita menganai dunia lain terangkum begitu kuat. Gunung ini adalah Gunung Sagara.

Gunung Sagara ada yang menyebut sebagai anak dari Gunung Kumbang, namun ada juga yang menyebut Gunung Sagara adalah Gunung Kumbang itu sendiri. Gunung Sagara sendiri dinamakan demikian karena gunung ini memiliki kesamaan dengan sagara (lautan) yang jika diarungi dengan tidak dengan bijaksana bsa menyesatkan. Ada juga yang menganggap nama sagara berasal dari sebuah danau terpendam yang ada di dalam perut gunung yang sebagian besar hutannya masih alami ini.


Mereka Bukan Sekedar Angka


Peduli AIDS

Melihat ODHA bukan sekedar melihat deretan angka. Meski angka penting untuk menggambarkan betapa mengerikannya HIV/AIDS, namun mengatasinya hanya berdasarkan hitung-hitungan angka tentu kurang efektif. Mereka bukan sekedar angka-angka, mereka nyata adanya. Karena mereka nyata, maka yang dibutuhkan untuk mengatasinya bukan sekedar seabrek tips dan petunjuk di atas kertas.

Sebagaimana menurut Ketua Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Sugiri Syarief, ungkapkan bahwa epidemi HIV telah terjadi di Indonesia. Bahkan menurutnya, Indonesia merupakan negara dengan penularan HIV tercepat di Asia Tenggara.  Berdasarkan data resmi Kementerian Kesehatan, kata Sugiri, sekitar 26.400 pengidap AIDS dan 66.600 pengidap HIV positif, lebih dari 70 persen di antaranya adalah generasi muda usia produktif yang berumur di antara 20-39 tahun1.  Ini hanya di Indonesia, lihat angka-angka fantastis yang berasal dari seluruh dunia di bawah ini.


Sekolah Bercelana Jeans dan Telanjang Kaki

Ilustrasi (suaramerdeka.com)
Dulu, sekitar tahun 90-an, Gehol masih belum dialiri listrik dan jalanan masih banyak yang berlumpur. Di Gehol, hanya ada dua sekolah dasar, TV yang bisa dihitung dengan jari sebelah tangan dan tiga pesantren yang ramai.

Bisa ditebak bagaimana keseharian warganya. Si kecil balita bermain belepotan lumpur setiap hari. TK adalah kemewahan yang saat itu belum kami kenal. Setiap jam penayangan film favorit, anak-anak berkumpul di salah satu rumah penduduk yang memiliki TV. Sepulang sekolah kami akan bergerombol bermain dan di malam hari yang ada hanya bermain dan mengaji.

Dilihat dari sudut kemajuan jaman mungkin jaman itu terkesan terbelakang. Namun dari sisi kepedulian sosial masa itu adalah masa keemasan. Saat itu, tak ada warga desa yang tak kenal sesam warga. Tak ada teras rumah yang kosong di sore hari. Semua orang yang berbaris di teras masing-masing berbincang dengan sesama tetangga tanpa gangguan sinetron, siaran langsung olahraga, update status, sms, atau dering telepon.


Xlangkah Lebih Erat dengan Keluarga

Ilustrasi Kedekatan Keluarga (google.com)
Apa tujuan utama dari kemunculan berbagai alat komunikasi mulai dari telepon, ponsel, hingga internet? Percaya atau tidak ada unsur keluarga atau orang yang dicinta di belakang itu semua.

Marilah kita tengok ke belakang, dulu pada tahun 1876 seseorang berhasil menemukan sebuah perangkat yang dapat digunakan untuk berkomunikasi menggunakan media kabel. Alexander Graham Bell adalah orang itu. Berkat beliau kita bisa melakukan komunikasi dengan menggunakan media kabel.

Bell lahir pada tanggal 3 Maret 1847 di Edinburg, Scotland. Bell berasal dari keluarga yang sangat mementingkan pendidikan. Ayahnya adalah seorang psikolog dan elocution bernama Alexander Melville Bell, sedangkan kakeknya Alexander Bell merupakan seorang professor elocution.


Rafting ala Bocah Gehol

Ilustrasi Ngalun (http://binoracom.wordpress.com)
Bagi siapapun yang hobi mengarungi derasnya arus sungai, maka belum lengkap jika belum mengetahui bagaimana kami, bocah-bocah dari Gehol yang miskin, menaklukkan arus sungai Cigunung. Sungai yang membentang dari Gunung Jaya di Kecamatan Salem sana dan bermuara di Sungai Cipamali.

Jika biasanya rafting dilakukan dengan perlengkapan keamanan yang lengkap, memakai alat yang dirancang khusus dan didampingi oleh instruktur, maka kami melakukannya hanya dengan satu syarat: nyali! Hanya ada satu syarat yang mesti dipenuhi selain nyali yaitu musim hujan. Sebab karakter sungai-sungai di Jawa kebanyakan sungai musiman. Kering di musim kemarau dan meluap di musim hujan.

Mari menelusuri kelakuan kami dahulu semasa bocah kala bermain di sungai. Bagi kami bocah Gehol, kemampuan berenang itu wajib dimiliki. Kami para bocah biasa melatih kemampuan renang kami di Ciparigi, Petahunan dan Cileuwi.