Privasi di Gehol
Jika ada organisasi sekaliber NSA
meminta data pengguna internet termasuk yang biasa nongkrong di laman sosial
media membuat warga dunia geger, mungkin Gehol perkecualian. Bukan karena
orang-orang Gehol buta akan teknologi, bukan pula karena mereka tak empati
dengan perjuangan si Edward Snowden. Semata karena bagi warga
Gehol, privasi itu, sudah sejak lama melebur dalam keseharian sosial mereka.
Warga Gehol
sejatinya sudah bosan dengan mata-mata dan hal-hal terkait intelijen. Jaman
kemerdekaan dulu, tak sedikit warga Gehol yang menorehkan nama dalam rangka
menegakkan republik ini. Belanda dan Jepang entah sudah berapa kali mengirimkan
teliksandi demi memuluskan operasi. Miris memang, sebab sebagian besar penyusup
adalah saudara sendiri.
Beralih pada jaman
pemberontakan, Gehol tak luput dari kecamuk lara. Saat PKI mengobrak-abrik
sendi-sendi negeri, entah berapa jiwa yang terpaksa tercerabut dari raga
penduduk Gehol. Sejak kecil, cerita tentang pembantaian massal yang didahului
aksi intel sudah sering didendangkan sebagai teman ngopi dan kumpul keluarga.
Pun saat DI/TII bergulir, tanah Gehol kembali terpaksa menyerap banyak darah
dan jasad yang harus tumpas akibat gejolak tersebut.
Semua pedih
tersebut selalu tak lepas dari peran mata-mata alias intel. Mereka ada yang
menyaru dengan sempurna, setengah sempurna, hingga bisa ditebak bahkan oleh
otak sederhana warga Gehol. Bahkan hingga kini, orang-orang yang mengaku
intel masih sering berkeliaran. Ada yang mungkin intel sejati, bisa jati cuma
untuk menangguk duit dari rakyat yang lugu.
Pengalaman tentu saja adalah guru
terbaik. Jadi, tatkala negeri Paman Sam didakwa memata-matai pemakai internet,
apalah soal bagi warga Gehol yang sederhana ini. Bukankah, semua kehidupan tak
bisa disembunyikan. Berapa banyak aib dan rahasia dapur yang berkelindan dari
mulut tetangga satu ke yang lain? Di negeri dengan ramah tamah yang amat tinggi
ini, rahasia adalah sesuatu yang mahal.
Warga Gehol tentu saja banyak yang
memakai internet. Sosial media sudah akrab dalam kehidupan mereka. Tanpa ‘makhluk’
bernama internet, hubungan warga Gehol perantauan dengan sesamanya di kampung halaman
bisa jadi tersendat. Lantas, kenapa mereka adem-ayem dengan retasan pihak yang
kurang ajar yang merasa berhak mengetahui setiap rahasia hidup mereka? Karena
warga Gehol adalah warga yang baik.
Sejak intel dalam wujud manusia
blusukan di Gehol, satu-satunya rasa nyaman yang jadi pegangan mereka adalah
kebenaran. Jika kamu benar, maka apalah yang ditakutkan? Kalimat ini adalah
kalimat maha sakti yang terbukti membuat warga Gehol sedikit sekali bersentuhan
dengan hukum. Mereka mampu menjaga diri dari jeratan ideologi PKI dan DI/TII. Mereka
meski dibelit kemiskinan dan kesusahan yang sebagian diciptakanan oleh pemangku
aturan, toh hingga kini mampu bertahan dan survive.