Privasi di Gehol

2:56:00 PM Unknown 0 Comments

Jika ada organisasi sekaliber NSA meminta data pengguna internet termasuk yang biasa nongkrong di laman sosial media membuat warga dunia geger, mungkin Gehol perkecualian. Bukan karena orang-orang Gehol buta akan teknologi, bukan pula karena mereka tak empati dengan perjuangan si Edward Snowden. Semata karena bagi warga Gehol, privasi itu, sudah sejak lama melebur dalam keseharian sosial mereka.

Warga Gehol sejatinya sudah bosan dengan mata-mata dan hal-hal terkait intelijen. Jaman kemerdekaan dulu, tak sedikit warga Gehol yang menorehkan nama dalam rangka menegakkan republik ini. Belanda dan Jepang entah sudah berapa kali mengirimkan teliksandi demi memuluskan operasi. Miris memang, sebab sebagian besar penyusup adalah saudara sendiri.

Beralih pada jaman pemberontakan, Gehol tak luput dari kecamuk lara. Saat PKI mengobrak-abrik sendi-sendi negeri, entah berapa jiwa yang terpaksa tercerabut dari raga penduduk Gehol. Sejak kecil, cerita tentang pembantaian massal yang didahului aksi intel sudah sering didendangkan sebagai teman ngopi dan kumpul keluarga. Pun saat DI/TII bergulir, tanah Gehol kembali terpaksa menyerap banyak darah dan jasad yang harus tumpas akibat gejolak tersebut.

Semua pedih tersebut selalu tak lepas dari peran mata-mata alias intel. Mereka ada yang menyaru dengan sempurna, setengah sempurna, hingga bisa ditebak bahkan oleh otak sederhana warga Gehol. Bahkan hingga kini, orang-orang yang mengaku intel masih sering berkeliaran. Ada yang mungkin intel sejati, bisa jati cuma untuk menangguk duit dari rakyat yang lugu.

Pengalaman tentu saja adalah guru terbaik. Jadi, tatkala negeri Paman Sam didakwa memata-matai pemakai internet, apalah soal bagi warga Gehol yang sederhana ini. Bukankah, semua kehidupan tak bisa disembunyikan. Berapa banyak aib dan rahasia dapur yang berkelindan dari mulut tetangga satu ke yang lain? Di negeri dengan ramah tamah yang amat tinggi ini, rahasia adalah sesuatu yang mahal.

Warga Gehol tentu saja banyak yang memakai internet. Sosial media sudah akrab dalam kehidupan mereka. Tanpa ‘makhluk’ bernama internet, hubungan warga Gehol perantauan dengan sesamanya di kampung halaman bisa jadi tersendat. Lantas, kenapa mereka adem-ayem dengan retasan pihak yang kurang ajar yang merasa berhak mengetahui setiap rahasia hidup mereka? Karena warga Gehol adalah warga yang baik.

Sejak intel dalam wujud manusia blusukan di Gehol, satu-satunya rasa nyaman yang jadi pegangan mereka adalah kebenaran. Jika kamu benar, maka apalah yang ditakutkan? Kalimat ini adalah kalimat maha sakti yang terbukti membuat warga Gehol sedikit sekali bersentuhan dengan hukum. Mereka mampu menjaga diri dari jeratan ideologi PKI dan DI/TII. Mereka meski dibelit kemiskinan dan kesusahan yang sebagian diciptakanan oleh pemangku aturan, toh hingga kini mampu bertahan dan survive.

Jadi, jikapun benar bahwa privasi warga Gehol ditelanjangi, selama mereka dalam jalur kebenaran buat apa takut? Toh, yang diperangi adalah teroris, dan di Gehol teroris itu cuma bayangan.

0 comments: