Larangan Unik di Hari Kliwon


Ilustrasi Menjemur dan Memukul Kasur (detik.com)
Masih ingat dengan aneka pamali unik dari Gehol di artikel lalu? Di artikel ini saya akan memaparkan salah satu pamali unik yang ada di Gehol. Keunikan pamali ini menurut saya susah ditemui di daerah lainnya.

Pamali yang terkain dengan hari pasaran kliwon memang banyak, tapi yang unik dari Gehol adalah menerapkan pamali itu dalam beberapa aktivitas sehari-hari. Salah satu yang paling unik adalah larangan memukul kasur saat di jemur pada hari-hari kliwon.

Adapun hari kliwon yang dimaksud adalah Selasa dan Jumat Kliwon. Jadi, pada saat warga Gehol alias Jetak menjemur kasurnya di kedua hari di atas, maka haram hukumnya membersihkan kasur dengan memukul-mukulnya. Jika Anda nekad melakukannya, maka berbesarhatilah jika diingatkan oleh tetangga.

“Goyang Karawang” di Lidah


Bumbu alami yang kuat menyelimuti tubuh Jambal
Mendengar kata Karawang, maka yang terlintas di benak sebagian besar dari kita dalah goyangannya. Tapi tahukah bahwa Karawang juga bisa menggoyang lidah dengan amat lihai? Tak percaya? Kunjungi saja Pepes Jambal Pak Emin di dekat Bendungan Walahar sana, dijamin lidah Anda akan disuguhi goyangan aneka pepes, sambal, nasi, dan lalapan yang aduhai.

Mengunjungi rumah makan yang selalu ramai ini tak pernah bosan. Saya sendiri sudah lima kali lebih sengaja ke Karawang demi merasakan hidangan yang selalu menimbulkan ekstase tersendiri bagi lidah saya ini. Butuh perjuangan yang lumayan demi menikmati pepes jambal yang rasa dan kualitasnya sempurna ini. Selain harus menyusur tol Jakarta-Cikampek dan keluar di pintu Tol Karawang Timur, antrian yang mengular di tempat makan yang dituju juga telah menunggu.

Berkah Imlek Bagi Gehol


Meski warga Gehol secara genetis tak memiliki DNA China dan percikannya, namun Imlek tetap memberi pengharapan bagi mereka. Setidaknya dari tanda-tanda alam yang ditunjukkan saat hari raya bangsa China tersebut tiba.
Tahun Baru Imlek
Warga Gehol alias Jetak adalah manusia-manusia yang selalu membaca pertanda dari alam. Sekuat apapun budaya yang memengaruhi mereka untuk lepas dari alam, namun tetap saja alam dan pertanda yang ditampilkannya tidak pernah lepas dari pengamatam warga Gehol. Hampir setiap langkah yang hendak diambil diperhitungkan dengan cermat dan tepat sehingga hasilnya sesuai harapan. Tentu saja usaha yang dilakukan dalam mencapai keinginanpun senantiasa diselaraskan dengan alam juga.

Ki Kabayan Pahlawan Gehol


Ilustrasi Kabayan

Kabayan pasti sudah sangat akrab dalam khasanah dongen masyarakat Indonesia. Namun yang menjadi pahlawan Gehol kali ini jauh dari figur Kabayan dalam dongeng Sunda. Meski mungkin pada masa lalu Kabayan dalam dongeng memiliki peran serupa dalam diri Kabayan yang jadi pahlawan Gehol.

Kabayan di Gehol adalah perangkat desa paling rendah dalam struktur pemerintahan desa. Karena kabayan mungkin terasa “udik”, maka kini jabatan tersebut menjadi urusan umum. Kabayan di Gehol benar-benar mampu menjadi roh pemerintahan di Gehol. Ia lebih merakyat dan lebih popular serta lebih akrab dengan warganya ketimbang para pemangku tugas desa lainnya. Jika Kabayan disukai karena peranannya, maka pemangku yang lain boleh jadi lebih ditakuti daripada disukai.

Liga Lebaran di Gehol

Anak-anak Gehol sedang bertanding






Olahraga tentu tak dapat dipisahkan dari manusia. Sebab selain alat agar tubuh sehat, olahraga adalah sarana untuk menghibur pelaku dan penikmatnya. Dan masyarakat Gehol sebagaimana layaknya manusia biasa tentu juga butuh hiburan. Olahraga, terlebih sepakbola dan bola voli adalah menu hiburan termurah dan terpopuler di Gehol alias Jetak sana.

Gehol sendiri melekat menjadi sebuah identitas bagi masyarakat Jetak karena cintanya Jetak akan olahraga. Gehol adalah akronim dari generasi hobi olahraga. Secara etimologi, gehol susah dipastikan apa namanya. Makna pastinya sendiri hingga sekarang susah disasar.

Pada jamannya, Gehol mampu merajai ajang sepakbola sekecamatan. Namun Gehol masa lalu tetaplah Gehol. Meski mereka jago mengolah bola, sifat lugu tetaplah melekat dalam jiwa mereka. Pernah suatu waktu saat pertandingan antardesa, seorang pemain Gehol kena kartu kuning. Saat wasit mengacungkan kartu, sang pemain Gehol dengan sigap mengambilnya. Bagi sang pemain, pemberian kartu diartikan secara harfiah saja. Diberi berarti yang menerima harus mengambilnya. Lugu!