Saat "Salam Dua Ribu" Gantikan "Salam Dua Jari"

4:01:00 PM Unknown 0 Comments

Jokowi akhirnya menaikkan harga BBM sebesar Rp2000,00. Kini, premium harus ditebus dengan uang sebesar Rp8500,00 dan solar Rp7500,00. Sayang, seperti biasanya pemerintah tidak pernah mau membuka berapa besaran harga premium dan solar tanpa subsidi.

Keberanian Jokowi menaikkan harga BBM di tengah popularitasnya yang kian melorot setelah dinilai menjual negara sehubungan dengan pidatonya yang mengundang investor asing untuk segera ikut membangun Indonesia di beberapa forum internasional. Tentu saja, hal ini kian menambah daftar amunisi para lawan politik Jokowi untuk menembakkan persepsi buruk pada mantan Gubernur DKI Jakarta ini.

Memang, sikap Jokowi lebih jantan daripada SBY dalam hal menaikkan harga BBM atau versi pemerintah adalah pengurangan subsidi ini. Setidaknya, pria kurus asal Solo ini lebih berani jadi sasaran tembak ketimbang pendahulunya. Saat pengumuman, Jokowi ambil alih mikropon sendiri tanpa diwakili menteri, sedangkan SBY sebaliknya.

Lalu, apa sikap masyarakat dan DPR mengenai kenaikan harga BBM ala Jokowi ini? Banyak yang menyayangkan tentu saja. Bahkan DPR sudah berancang-ancang mengajukan hak interpelasi pada Presiden RI ketujuh ini. Masyarakat sendiri terbelah menjadi dua sisi, ada yang memaklumi namun banyak juga yang dengan keras menolaknya. Beberapa elemen mahasiswa sudah melakukan demo dengan membakar ban, pos polisi, dan "bertarung" dengan polisi.

Bagi saya sendiri, kenaikan harga BBM memang selalu dilematis. Meski saya pendukung Jokowi namun alasan yang dikemukakan olehnya dalam rangka membenarkan menaikkan BBM tidak berbeda dengan pemerintah yang lalu. Beban APBN yang sudah melewati batas dan pengalihan ke sektor yang lebih produktif selalu dijadikan alasan.

Alasan yang dibangun mirip dengan alasan para anggota DPR periode lalu yang mengesahkan UU tentang pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Penghematan anggaran! Pertanyaannya adalah apakah ada jaminan dari pemerintah dan DPR bahwa setelah negara mampu menghemat dana dari pemilihan melalui DPRD dan mengurangi subsidi mengenai pembangunan insfratuktur? 

Bisakah kami rakyat jelata yang sebenarnya sudah lama tidak menikmati subsidi BBM memiliki jalan yang mulus setelah BBM naik dan memilih kepala daerah melalui wakil kami? Adakah pula jaminan bahwa tiap tahun kami tidak mengalami macet mendarah-daging di Pantura saat Lebaran setelah ini?



0 comments: