Kerajaan Gehol Bulpusan IV



Kita tinggalkan sejenak Kerajaan Gehol yang akan bergejolak riuh menerima ide Sun Geyo keesokan harinya. Mari kita ikuti utusan Gusti Hening, Ki Patih Suyud Ana, menuju Negeri Sagara di barat laut sana.

Untuk menuju negeri yang gemah ripah loh jinawi tersebut bukan hal yang mudah bagi siapapun. Diperlukan perjalanan dengan kuda selama berhari-hari. Bahkan, sesekali harus rela berjalan kaki karena beratnya medan.

Negeri Sagara sendiri adalah negeri besar yang terletak jauh di atas puncak sebuah gunung yang terkenal sangat angker. Gunung tersebut menjulang mengangkangi daerah sekitar dengan keangkeran yang nyata. Kabut senantiasa selalu menggantung di puncak gunung. Hal ini membuat aura mistis kian terasa sebab ketinggian gunung yang tidak mudah diprediksi. Melihat puncak Sagara sama saja mengharapkan melihat pelangi saat hujan badai. 

Kreatif dan Imajinatif dengan Milkuat

Memainkan Botol
Sebagai orang tua, menyaksikan anaknya tumbuh sehat adalah kebahagiaan luar biasa. Melihat ia berkembang dengan kecerdasan yang tak terduga adalah anugerah. Masalahnya adalah, sejauh mana kita mampu menjembatani hadirnya kesehatan dan kecerdasan melalui tangan kita?

Melihat lalu-lintas makanan yang disajikan oleh para pedagang, kengerianlah yang ada. Kecurangan yang mengiringi mereka dalam menjajakan makanannya selalu membuat cemas. Saya pribadi, berusaha sedapat mungkin menjauhkan anak kami dari makanan yang sekejap mata saja sudah terlihat bahan-bahan tak sehat yang menyusunnya.

Kerajaan Gehol Bulpusan III



Pening dan tak bisa tidur menggelayuti jiwa dan raga Sun Geyo. Kemolekan tubuh Sundarsi yang beru beberapa pecan menjadi istrinya tak mampu menurunkan derajat galau dalam otaknya. Semua tentang air dan kekacauan yang dibuat Ratu Balakasura masih menjadi teman pikirannya selama ini. Sudah bermacam cara ia tuangkan, namun tak satupun nyata mampu mengatasi masalah kekurangan air yang dihadapi warga Gehol.

“Entah apa yang harus dibuat dengan air di Gehol. Semua air Ci Hirup sudah dikuasai perempuan sakti nan galak. Sumurpun sudah ada, tapi tetap saja sawah dan lading tak mampu terairi,” batinnya.

Kerajaan Gehol Bulpusan II

Hening menyelimuti Kerajaan Gehol seeharian itu. Pasca Sun Geyo menceritakan apa yang ia dapatkan dari Ratu Balakasura, kerajaan ditimpa kemuraman yang akut. Kemuraman kian bertambah setelah para pemuda yang menamakan diri mereka Gehol Manunggal melakukan  pepe alias berunjuk rasa di halaman keraton.

"Kami ingin air, sawah kami butuh air!" demikian teriak mereka dengan sangat kompaknya.

Suara mereka yang nyaring dan keluar dari pemuda-pemuda berusia belasan membuat kerajaan seolah disambar palu gada. Sebab, sebelumnya jangankan anak-anak bau kencur, para tetua kampung pun enggan menyuarakan sesuatu atas nama kedamaian. Kini, kerajaan seolah tak punya daya meredam suara kaum muda.

Kerajaan Gehol Bulpusan

Angin mengalir tersendat di siang nan panas di kaki Gunung Geulis. Jika bukan karena tugas negara, mungkin Sun Geyo lebih memilih kelonan dengan Sundarsi yang baru dinikahinya seminggu lalu.

Tapi disinilah sekarang Sun Geyo berada. Di kaki gunung yang konon di tempati oleh Maha Ratu dari kerajaan lelembut, Putri Sun Geulis. Nama gunung tersebut diambil dari nama sang ratu tentu saja.

Sun Geyo terus menelusuri jalan setapak di samping kali ke arah barat. Di sana ada sebuah mata air yang jadi tempat masyarakat Gehol sejak dulu menggantungkan hidup dan penghidupan. Di masa kemarau nan panas seperti saat ini, Ci Hirup, begitu nama tempat tersebut dinamai, sangat dibutuhkan. Dan tugas Sun Geyo adalah memastikan aliran airnya tetap membasuh kerongkongan seluruh penduduk. Tanpa kecuali.