Mereka Bukan Sekedar Angka


Peduli AIDS

Melihat ODHA bukan sekedar melihat deretan angka. Meski angka penting untuk menggambarkan betapa mengerikannya HIV/AIDS, namun mengatasinya hanya berdasarkan hitung-hitungan angka tentu kurang efektif. Mereka bukan sekedar angka-angka, mereka nyata adanya. Karena mereka nyata, maka yang dibutuhkan untuk mengatasinya bukan sekedar seabrek tips dan petunjuk di atas kertas.

Sebagaimana menurut Ketua Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Sugiri Syarief, ungkapkan bahwa epidemi HIV telah terjadi di Indonesia. Bahkan menurutnya, Indonesia merupakan negara dengan penularan HIV tercepat di Asia Tenggara.  Berdasarkan data resmi Kementerian Kesehatan, kata Sugiri, sekitar 26.400 pengidap AIDS dan 66.600 pengidap HIV positif, lebih dari 70 persen di antaranya adalah generasi muda usia produktif yang berumur di antara 20-39 tahun1.  Ini hanya di Indonesia, lihat angka-angka fantastis yang berasal dari seluruh dunia di bawah ini.


Sekolah Bercelana Jeans dan Telanjang Kaki

Ilustrasi (suaramerdeka.com)
Dulu, sekitar tahun 90-an, Gehol masih belum dialiri listrik dan jalanan masih banyak yang berlumpur. Di Gehol, hanya ada dua sekolah dasar, TV yang bisa dihitung dengan jari sebelah tangan dan tiga pesantren yang ramai.

Bisa ditebak bagaimana keseharian warganya. Si kecil balita bermain belepotan lumpur setiap hari. TK adalah kemewahan yang saat itu belum kami kenal. Setiap jam penayangan film favorit, anak-anak berkumpul di salah satu rumah penduduk yang memiliki TV. Sepulang sekolah kami akan bergerombol bermain dan di malam hari yang ada hanya bermain dan mengaji.

Dilihat dari sudut kemajuan jaman mungkin jaman itu terkesan terbelakang. Namun dari sisi kepedulian sosial masa itu adalah masa keemasan. Saat itu, tak ada warga desa yang tak kenal sesam warga. Tak ada teras rumah yang kosong di sore hari. Semua orang yang berbaris di teras masing-masing berbincang dengan sesama tetangga tanpa gangguan sinetron, siaran langsung olahraga, update status, sms, atau dering telepon.


Xlangkah Lebih Erat dengan Keluarga

Ilustrasi Kedekatan Keluarga (google.com)
Apa tujuan utama dari kemunculan berbagai alat komunikasi mulai dari telepon, ponsel, hingga internet? Percaya atau tidak ada unsur keluarga atau orang yang dicinta di belakang itu semua.

Marilah kita tengok ke belakang, dulu pada tahun 1876 seseorang berhasil menemukan sebuah perangkat yang dapat digunakan untuk berkomunikasi menggunakan media kabel. Alexander Graham Bell adalah orang itu. Berkat beliau kita bisa melakukan komunikasi dengan menggunakan media kabel.

Bell lahir pada tanggal 3 Maret 1847 di Edinburg, Scotland. Bell berasal dari keluarga yang sangat mementingkan pendidikan. Ayahnya adalah seorang psikolog dan elocution bernama Alexander Melville Bell, sedangkan kakeknya Alexander Bell merupakan seorang professor elocution.


Rafting ala Bocah Gehol

Ilustrasi Ngalun (http://binoracom.wordpress.com)
Bagi siapapun yang hobi mengarungi derasnya arus sungai, maka belum lengkap jika belum mengetahui bagaimana kami, bocah-bocah dari Gehol yang miskin, menaklukkan arus sungai Cigunung. Sungai yang membentang dari Gunung Jaya di Kecamatan Salem sana dan bermuara di Sungai Cipamali.

Jika biasanya rafting dilakukan dengan perlengkapan keamanan yang lengkap, memakai alat yang dirancang khusus dan didampingi oleh instruktur, maka kami melakukannya hanya dengan satu syarat: nyali! Hanya ada satu syarat yang mesti dipenuhi selain nyali yaitu musim hujan. Sebab karakter sungai-sungai di Jawa kebanyakan sungai musiman. Kering di musim kemarau dan meluap di musim hujan.

Mari menelusuri kelakuan kami dahulu semasa bocah kala bermain di sungai. Bagi kami bocah Gehol, kemampuan berenang itu wajib dimiliki. Kami para bocah biasa melatih kemampuan renang kami di Ciparigi, Petahunan dan Cileuwi. 


Menyelamatkan Air, Menyelamatkan Peradaban


Banjir Besar karya Raden Saleh (id.wikipedia.org)

Air adalah kehidupan dan kehidupan selalu berkaitan dengan air. Air, bersama udara, menjadi satu-satunya faktor penentu sebuah daerah layak atau tidak dihuni. Tak heran jika selama ini setiap misi ke luar angkasa dikhususkan untuk menemukan air dan oksigen. Tak heran jika sebuah planet dengan kemungkinan memiliki air selalu menjadi tujuan utama eksplorasi luar angkasa.

Kepentingan akan air sebenarnya sudah terbukti dan diwujudkan oleh para pendahulu kita. Sederet peradaban kuno selalu bersanding dengan sumber air dan alirannya sebagai penunjang kemajuan peradaban mereka. Mesir bisa menjadi peradaban penuh misteri tentu karena ada Sungai Nil. Demikian juga dengan Mesopotamia dengan peradaban Sumeria Akkadia, Assyria dan Babilonia. Jangan lupakan peradaban India Kuno dengan Mahenjo Daro dan Harappa. Perhatikan juga Tiongkok Kuno, Persia Kuno, Yunani Kuno, Romawi Kuno/Kekaisaran Romawi, Makedonia, Kartago. Bahkan Inca, Maya, Aztek dan Maurya tak luput dari peran air. Dari kesemuanya mungkin hanya peradaban Inca saja yang beristana jauh dari aliran sungai atau laut.