Mundurnya Setnov Momentum Bagi Kaum Moralis
Politik ikan Koi telah dipertontonkan oleh para penguasa
kepada rakyat NKRI yang sedang mengalami masa puber demokrasi. Dunia maya haru
biru oleh perang hestek antarpendukung calon pilpres yang masih istikomah
dengan kejumudannya – coba cek melalui cocoklogi siapa tahu Ranggawarsito sudah
meramalkan perang hestek ini.
Kenapa disebut politik ikan Koi? Karena kita suka dengan hal-hal gaduh yang artifisial seperti ini. Kita sudah sangat girang disuguhi pemandangan ikan-ikan Koi di permukaan dengan sisik yang indah. Tak mau tahu kita bahwa di kedalaman ada para monster yang berebut kekuasaan perairan dengan begitu hebatnya.
Lihat saja berapa ribu jam kita berfokus pada tontonan menarik yang disuguhkan oleh Metro TV dan TV One. Memang sejenak kedua TV milik dua orang yang berseteru ini mengalihkan sebagian pemirsa dari senyum mengendus ala Aliando Syarief dan Firly Latuconsina. Bahkan Steven yang diperebutkan anak dan ibu tiri juga hilang berganti dengan omongan pedas Ruhut Sitompul dan raut serius Akbar Faizal. Mungkin KPI perlu berterima kasih kepada kawan-kawan mereka di DPR akan hal ini.
Tetangga sebelah lebih parah, anaknya yang sangat doyan dengan sinetron BMX dan Wushu harus mengalah menyaksikan Balquis Manisang bertanya hal yang sama berkali-kali pada narasumber yang sama –sebagaimana kebiasaan para reporter kedua TV itu. Yang paling mengesalkan, para pendakwah yang biasa menyerukan kebaikan untuk tak memakai topi Santa, menjauhi Pohon Natal, dan tidak mengucapkan selamat Natal kehilangan panggung.
Kenapa disebut politik ikan Koi? Karena kita suka dengan hal-hal gaduh yang artifisial seperti ini. Kita sudah sangat girang disuguhi pemandangan ikan-ikan Koi di permukaan dengan sisik yang indah. Tak mau tahu kita bahwa di kedalaman ada para monster yang berebut kekuasaan perairan dengan begitu hebatnya.
Lihat saja berapa ribu jam kita berfokus pada tontonan menarik yang disuguhkan oleh Metro TV dan TV One. Memang sejenak kedua TV milik dua orang yang berseteru ini mengalihkan sebagian pemirsa dari senyum mengendus ala Aliando Syarief dan Firly Latuconsina. Bahkan Steven yang diperebutkan anak dan ibu tiri juga hilang berganti dengan omongan pedas Ruhut Sitompul dan raut serius Akbar Faizal. Mungkin KPI perlu berterima kasih kepada kawan-kawan mereka di DPR akan hal ini.
Tetangga sebelah lebih parah, anaknya yang sangat doyan dengan sinetron BMX dan Wushu harus mengalah menyaksikan Balquis Manisang bertanya hal yang sama berkali-kali pada narasumber yang sama –sebagaimana kebiasaan para reporter kedua TV itu. Yang paling mengesalkan, para pendakwah yang biasa menyerukan kebaikan untuk tak memakai topi Santa, menjauhi Pohon Natal, dan tidak mengucapkan selamat Natal kehilangan panggung.
Padahal, apa yang lebih berbahaya di dunia ini daripada
keselamatan di akhirat kelak? Berani-beraninya ummat memalingkan diri dari
persoalan krusial tahunan yang selalu ada di bulan Desember dan Januari ini?
Hanya oleh hal sepele, catut nama presiden. Tentu ini sesepele hestek papa
doyan lonte yang dikomandani seorang yang dikategorikan kafir oleh anak-anak ITJ
tapi diamini hesteknya. Ya, konon menurut tafsir ahli semiotika dari
universitas terhebat sepanjang masa di Indonesia ini, hestek papa doyan lonte
hanyalah hal sepele. Sepele!
Bagiku sendiri, berakhirnya drama Yang Mulia Setya Novanto
sendiri sangat merugikan. Sekarang, tak ada lagi tayangan yang bisa mengalihkan
kesedihanku dari menyaksikan segerombolan anak-anak Chelsea yang sedang
riang-gembira menuju kasta kedua Liga Inggris. Meski tentu saja, aku berharap
anak-anak HTI dan PKS yang kemarin terpecah karena isu pilkada, kembali bersatu
untuk isu Natal dan Tahun Baru.
Ya, sekarang hanya mereka satu-satunya harapanku untuk
meramaikan jagad NKRI Provinsi Twitter dan Daerah Otonomi Khusus Facebook
sekarang ini. Tahun depan, mungkin anak-anak Senayan akan kembali menyapa kita
dengan tayangan yang lebih hot – monyongkan bibirmu seperti Feni Rose saat
menyebutkannya.
Harapanku, semoga Bambang Soesatyo yang terpilih jadi Ketua
DPR nanti. Bangsa kita bangsa yang besar, masa mencari Ketua DPR RI yang
tampangnya kerenan dikit kok susahnya minta ampun sih. Cukup sudah kita punya
presiden yang dicaci oleh segelintir rakyat yang menadah uang APBN hanya karena
postur ceking dan wajah kampungannya.
Cukup!
0 comments: