Beda Bangkok dan Jetak

3:45:00 PM Unknown 0 Comments



Bangkok dari Chao Phraya
Terlalu jauh memang membandingkan Bangkok yang ibukota Thailand dan Jetak yang cuma ibukota sebuah desa yang sulit dicari di Google Maps. Namun keduanya punya dua kesamaan, berawal dari peradaban tepi sungai.

Bangkok hingga kini masih setia dengan patron sungai sebagai seumber peradaban, sedangkan Jetak dan hampir semua wilayah Indonesia menyia-nyiakan sungai. Bangkok dengan segala beban modernisasinya tetap kukuh mengelola kebersihan sungai dan menambang banyak pundi-pundi uang dari keberadaan sungai.

Tengoklah Chao Phraya, sungai ini merupakan sungai terpenting dan terpanjang di negeri yang sempat diguncang demonstran kaos kuning tersebut. Sisa peradaban yang ada di sepanjang aliran sungai terpelihara dengan optimal dan jadi tujuan wisata paling populer di Kota Bangkok. Wat Arun, Wat Pho atau Reclining Budha Temple adalah salah satu bukti sahih kejayaan kerajaan ini.

Semuanya berpadu selaras dengan kuatnya budaya masyarakat yang tetap bertahan dengan akar yang ditanamkan leluhur. Modernisasi memang mereka rangkul dengan maksimal, namun akar budaya bangsa tidak sedikitpun mereka jauhi. Tengok saja bagaimana mereka tetap memercayai bahwa patin putih yang ada di sungai tersebut tetaplah suci. Maka, tak heran jika kelebatan ikat patin sebesar paha anak-anak menjadi atraksi yang disuguhkan pihak Thailand kepada pengunjung. Sebuah hal yang di Jetak sana dianggap lelucon dan ahli neraka jika mengeramatkan sesuatu.
Tempat suci dimana Ikan Patin disucikan

Di Jetak sana, semua hal terkait leluhur adalah lelucon yang dikembangkan demi mengekang pertumbuhan anak yang mengkhawatirkan. Semua hanya bualan demi menakuti anak-anak. Yang kemarat dan disucikan hilang ditelan kemampuan olah pikir penduduknya yang setiap hari memelototi televisi dan handphone. Sebuah benda yang lebih keramat bahkan dari buku pelajaran sekalipun.

Kembali menyusuri Bangkok, maka kembali akar mereka sebagai bangsa tetap dipelihara meski deretan transportasi modern membelah kota. MRT, Subway, bus gratis bagi warganya, tuk-tuk, dan ojek tak menggoyahkan sungai sebagai urat nadi perekonomian. Dua objek suci di atas sengaja dibuat lebih baik dilalui wisatawan dengan air daripada jalur darat. Selain demi memaksimalkan peran sungai, dengan meramaikan jalur ini berarti tetap melestarikan warisan tak terhingga leluhur sekaligus memaksimalkan pendapatan mereka yang mengais rezeki dari sungai.

Sungai Tetap Eksis
Bahkan di malam hari, kemeriahan sungai tetap terjaga hingga pukul 10.00 malam. Kebetulan kami berkesempatan menikmati makan malam di atas kapal pesiar kecil khusus untuk moda sungai Chao Phraya. Sekali lagi kami merasakan betapa masyarakat yang membebaskan warganya operasi kelamin ini begitu meresapi warisan leluhur mereka.

Harus Tetap Berjuang Membersihkan
Sungai yang tetap terjaga dari sampah, kapal dan perahu yang siap sedia mengantar tamu, dan larangan yang usianya ratusan tahun tetap terjaga adalah cermin betapa dengan bersikap teguhpun rezeki tetap bisa diraih. Sebuah hal langka di negara yang mengaku mayoritas Muslim ini. Semua tradisi dan aturan dilabrak semata demi uang.

Tengok saja Cigunung yang luluh lantak hingga ikan-ikannya susah dicari. Meski terdapat aneka larangan agar keselamatan terjaga, sudah lelah rasanya melihat mereka yang dengan rakus mengeruk ikan-ikan membombardir sungai dengan aneka racun.

0 comments: