Membangun Jiwa Bangsa Tanpa Memecah ala AHY
Semua setuju bahwa tahun 2018 ini merupakan tahun politik. Hampir semua sumber daya partai politik dikerahkan untuk memenangkan kontestasi kekuasaan. Terlebih, 2019 nanti adalah ajang pemilihan RI-1 di mana semua pihak bersiap untuk memenangkannya. Tak ayal, suhu politik kemudian menghangat yang ditimpali dengan berbagai isu kontroversial dan memanfaatkan sentimen tertentu.
Beruntung, ada tokoh politik muda yang sejauh ini tak
terbawa arus hingar-bingar menyebar kegaduhan. Bahkan ketika prestasi ayahnya
dinihilkan, anak muda ini tak menggubris sembari tetap menyebarkan
optimisme kepada segenap anak muda bangsa Indonesia. Dialah Agus Harimurti
Yudhoyono, yang berkeliling Nusantara untuk berbagi ilmu dan inspirasi.
Kita tentu senang ketika pemerintah sibuk menggunting pita
peresmian infrastruktur sebagai tanda maraknya pembangunan di negeri ini. Namun kita tidak boleh lupa bahwa Indonesia juga harus dibangun jiwanya, tidak
sekedar badannya. Bangsa yang besar ini harus diberi asupan pengetahuan, bukan
sekedar nutrisi dan gizi untuk kepentingan badaniah.
Pembangunan jiwa inilah yang hari ini di-inisiasi secara
konsisten oleh AHY dengan menyambangi kampus-kampus di hampir seluruh negeri.
Bukan hanya membangun jiwa negeri ini untuk beberapa tahun ke depan, AHY telah
meloncat jauh melampaui para politisi senior yang masih berkutat dengan jargon
"Presiden Baru 2019".
Di kampus-kampus yang disambangi, AHY dengan bernas
menggaungkan Indonesia Emas 2045. Jangan heran jika meski sebagai politisi,
Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute ini kemudian menggulirkan isu-isu
yang kemungkinan menjadi tantangan berat di masa depan. Di Papua misalnya, ia memaparkan bagaimana tantangan berat di masa
depan harus bisa dijadikan peluang menguntungkan untuk membangun Papua oleh
para pemudanya. (Sumber: Pemuda
Harus Mampu Ubah Tantangan Jadi Peluang)
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, AHY menjabarkan
bahwa ada enam langkah yang harus dilakukan kaum muda untuk mempersiapkan diri
mengawaki Indonesia menuju masa emasnya. Enam langkah tersebut adalah
menanamkan idealisme, membangun intelektual, membangun karakter, membangun
kepedulian, menanamkan jiwa kepemimpinan, serta terus membangun sinergi dan
kolaborasi dengan lingkungan sekitarnya.
Praktis, semua hal yang diungkapkan oleh AHY tidak
menyinggung atau menyanjung kelompok manapun. Jika banyak politisi berusaha
mendulang simpati dengan memojokkan sekelompok minoritas atau orang-orang yang memiliki perbedaan tertentu lalu membuat gaduh,
maka ia dengan sejuk memberikan motivasi kepada para pemuda agar menjadi aktor
utama pembangunan di masa datang.
Menyejukkan Sejak
Pertama Hadir
Bukan kali ini saja AHY tampil dengan membarikan aura sejuk
kepada bangsa ini. Saat pidato kekalahan Beliau pun hal tersebut terasa begitu nyata. Ia dengan ksatria memberikan ucapan selamat kepada para pemenang
sekaligus meminta maaf jika ada kesalahan selama kampanye. Tak berhenti di
situ, AHY juga datang ke arena pelantikan. Sebuah sikap yang patut ditiru
karena bisa meredam panasnya emosi di akar rumput. Jika dirunut jauh ke
belakang, kehadirannya dalam kontestasi Pilkada DKI juga membuat kondisi
menjadi lebih sejuk daripada sebelumnya.
Pun ketika banyak politisi mendeklarasikan diri paling
religius atau paling Pancasilais, AHY kukuh dengan visinya berbagi inspirasi dan
kecerdasan kepada para penerus bangsa. Ia juga tidak terbawa arus untuk menjadi
yang terdepan mendeklarasikan diri sebagai yang menolak kemaksiatan dan
keburukan.
Keengganan AHY mengeksploitasi perbedaan yang cenderung
bisa memecah-belah bangsa dilakukannya secara konsisten. Hal ini terutama
seiring dengan cita-citanya mewujudkan Indonesia Emas 2045. Indonesia Emas yang
ia maksud adalah Indonesia yang benar-benar aman dan damai, adil dan sejahtera,
serta maju dan mendunia. AHY dengan kesadaran penuh menyatakan bahwa visi
tersebut sulit dicapai jika bangsa Indonesia sibuk dengan perpecahan dan enggan
bekerja sama. (Sumber: AHY:
Merawat Bhinneka Menjaga Indonesia)
Jika kita jeli, sesungguhnya sikap yang ditunjukkan AHY
menunjukkan bahwa menjadi religius dan Pancasilais sejatinya bisa dilakukan
dengan praktik atau perbuatan nyata di lapangan, bukan spanduk atau jargon semata. Bukankah agama Islam menempatkan seseorang yang memakai akalnya
pada posisi yang baik? Selain itu, bukankah tujuan negara yang berlandaskan
Pancasila ini salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Satu langkah
yang dilakukan AHY telah menjadikannya insan yang mempraktikkan religi dan
Pancasila tanpa harus menyakiti yang lain. Salut!
Bak artis Hollywood yang datang ke sebuah gala, AHY datang
dengan membawa karpet merah bermerek dirinya sendiri tanpa sepengetahuan orang
lain. Selain untuk dirinya melenggang di sana, ia membiarkan karpet yang
dibawanya juga bisa dijadikan orang lain untuk berjalan dan mengekspresikan
diri. Sementara yang lain masih sibuk dengan membawa karpet bermerek agama dan
identitas tertentu sembari mengklaim bahwa karpet merah merekalah yang paling
baik.
mantap! semangat terus Indonesia!
ReplyDelete