Meong Budug: Pelajaran Politik dari Gehol
Ilustrasi (fotografer.net) |
Pernah dengar istilah kucing
dalam karung? Sebuah istilah yang sangat populer dalam dunia politik dan
percintaan. Jangan sampai membeli kucing dalam karung. Demikian selalu yang
terngiang di telinga jika kita bersiap memilih pemimpin dan pasangan. Jauh
sebelum dunia mengenal istilah ini, Gehol alias Jetak telah mempraktikkannya.
Meong Budug!
Pepatah ini bukan saja
dipraktikkan dengan sekedar pepatah-petitih namun dalam bentuk yang lebih
gampang dicerna. Permainan. Permainan ini selalu dilakukan anak-anak Gehol.
Mungkin hingga kini hanya segelintir orang Gehol yang mampu menarik makna besar
yang disematkan leluhur dalam permainan yang sederhana ini.
Permainan ini bernama Meong
Budug, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan Kucing Buduk. Meong Budug dimainkan
dengan sedikit sekali properti yang dibutuhkan. Cukup keakraban sekaligus
keberanian berbagai daki dan sarung.
Berbagi daki penting bagi
suksesnya permainan Meong Budug. Sementara sarung, tentu saja setiap warga Gehol
memilikinya dan permainan takkan bisa dilakukan tanpa alat yang religius ini. Satu lagi, permainan wajib dilakukan di malam hari, sebab dalam gelap adalah sebaik-baiknya menyembunyikan diri.
Peraturannya sederhana saja.
Setiap anak yang jaga wajib mengenali kawannya yang berbalut sarung. Karena
warga Gehol alias Jetak rata-rata miskin sehingga kepemilikan warung mudah
dikenali, maka untuk mengelabui lawan terjadilah pertukaran sarung. Jika
diibaratkan, sarung tentu saja adalah kendaraan politik jaman sekarang alias
partai. Bukankah banyak pemimpin kita yang lari sana-sini menaiki parpol
berbeda. Terpujilah leluhur Gehol yang sejak dahulu menanamkan hal ini.
Namun anak yang jaga wajib
memiliki kreativitas guna mengetahui kawan dengan tepat. Maka dilakukanlah
identifikasi tersebut mulai dari meraba, mencubit agar anak dalam sarung
terdengar suaranya, atau bahkan menggelitik mereka. Pendek kata, semua cara
bisa dilakukan agar sang anak yang jaga bisa mengenali dengan tepat siapa yang
bersembunyi dalam sarung siapa.
Simpel dan sangat sederhana
bukan? Namun maknanya sungguh luar biasa. Dalam percaturan politik yang carut
marut sekarang ini, teknik Meong Budug ternyata sangat dibutuhkan. Tidak
sekedar slogan semata, namun wajib dipraktikkan agar tak membeli kucing dalam
karung. Sebagai rakyat yang menggantungkan harapan kepada pemimpin, wajar jika
rakyat menguji calon pemimpinnya hingga benar-benar sesuai dengan kebutuhan.
Tidak sekedar janji-janji dan mengandalkan ‘wani piro’.
Kita sebagai rakyat jelata
layaknya anak yang jaga. Wajib mengetahui isi dari si calon yang dibungkus
partai. Tak peduli sereligius apa yang membungkus, toh suara dan perilaku yang
dibungkus belum tentu sebagus “sarung” alias partai yang membungkusnya.
Berbagi Kisah, Informasi dan Foto
ReplyDeleteTentang IndahnyaINDONESIA
www.jelajah-nesia.blogspot.com
makasih dah mampir oom
ReplyDelete