Chatbot dan Kegamangan Aturan Hukum Ketenagakerjaan Kita


Pada konferensi tahunan World Economic Forum (WEF) yang berlangsung di Davos, Swiss awal tahun ini, salah satu yang dibahas adalah meningkatnya industri robot. Dalam sebuah artikel berjudul “The robotics revolution is coming. Should economists be worried?” dibahas bahwa salah satu alasan kenapa industri robot dan teknologi otomisasi meningkat adalah karena makin rendahnya pekerja kurang terampil. Adapun negara yang menjadi contoh dalam artikel itu adalah Inggris Raya.

Sebagaimana bayangan kita pada umumnya, robot-robot yang terbuat dari logam memang akan mempersempit kebutuhan akan tenaga kasar manusia. Kita pun pada satu sisi mahfum bahwa kebutuhan industri akan robot jenis ini bisa dimaklumi. Misalnya saja, jika pabrik memproduksi besi, maka dengan robot prosesnya akan lebih cepat. Sebab, robot bisa mengangkat beban lebih besar dan melakukan tindakan lebih ekstrim daripada pekerja manusia.

Rasanya, tak perlu memahami ekonomi secara mendalam untuk mengetahui bahwa pemakaian robot bisa lebih ekonomis daripada menggunakan tenaga manusia. Selain efisiensi biaya, pemanfaatan robot juga akan lebih kondusif. Karena kemungkinan robot akan berdemo menuntut kenaikan gaji tentu sangat kecil peluangnya dibandingkan dengan para pekerja manusia. 

Sayangnya, pemakluman meningkat pesatnya industri robot dan otomatisasi tidak selesai sampai di situ. Beberapa lapangan usaha yang selama ini menjadi harapan para pekerja dengan keahlian terbatas justru telah pula dirambah. Bidang-bidang usaha tersebut antara lain: pergudangan, pengangkutan, hotel, restoran, dan pertanian. Yang tak kurang mengkhawatirkan adalah indutri alat angkut pun sudah mulai menerapkan hal tersebut. Artinya, di masa depan para sopir kemungkinan besar akan menganggur.

Artificial Intelligence Kian Marak

Ketika para pekerja minim keahlian dibabat oleh robot, banyak yang masih memakluminya atas nama efisiensi dan stabilitas. Namun, kemahiran mesin tidak hanya sampai di sana. Kini, kecerdasan buatan pun siap menumbangkan para pekerja yang selama ini dikategorikan sebagai tenaga kerja terdidik.
Peringatan ini setidaknya diungkap oleh situs id.techinasia.com melalui sebuah artikel provokatif berjudul “Era AI Tidak Terjadi di Masa Depan, Tetapi Sekarang!”. AI sendiri merupakan kependekan dari artificial intelligence atau secara harfiah bisa disebut sebagai kecerdasan buatan. 

Menurut situs tersebut, salah satu implementasi dari AI adalah kehadiran chatbot. Kata terakhir merujuk pada sebuah layanan yang dibekali dengan pertanyaan dan jawaban tetap yang memungkinkan pengguna berinteraksi melalui chatting (obrolan) antarmuka dan menerima informasi tentang topik tertentu. Beberapa raksasa teknologi seperti Apple, Microsoft, dan Google telah mengaplikasikan layanan ini.

Sampai di sini, lalu lintas hukum sepertinya akan baik-baik saja. Sebab, ketika Anda memakai Siri, Cortana, atau Google Home sebagai asisten pribadi, tak ada konsekuensi hukum berarti. Alhasil, negara tak perlu memperhatikan atau menjulurkan tangan saat warganya berasyik-masyuk dengan mesin-mesin yang bisa merespon ucapan tersebut. Sepertinya, tak perlu juga negara membuat aturan hukum khusus terkait hal tersebut. Meski tentu saja kesimpulan ini belum final mengingat belum ada studi serius terhadap hal tersebut. Di sini, jargon bahwa hukum tertinggal dari perubahan sosial dan teknologi sepertinya kian terkukuhkan.

Chatbot dan Ketenagakerjaan Kita

Hingga ke depan, tulisan dalam situs World Economic Forum menyatakan bahwa pekerjaan yang tergantung pada pada sifat-sifat manusia seperti kreativitas, kecerdasan emosional, dan keterampilan sosial (termasuk mengajar, mentoring, keperawatan dan perawatan sosial misalnya) kemungkinan aman dari serbuan robot.

Sayangnya, kehadiran AI dengan chatbot salah satunya, sepertinya sebentar lagi akan mematahkan asumsi di atas. Jika sudah demikian, maka lalu lintas hukum kemungkinan besar akan mendapatkan gangguan berarti. Hal ini terutama bagi negara dengan populasi besar seperti Indonesia. Yang lebih mengkhawatirkan, hingga saat ini Indonesia belum memiliki perangkat aturan yang memadai mengenai hal ini. Jika tak percaya, lihat berlarut-larutnya konflik antara pengemudi online dan angkutan umum di beberapa kota di negeri ini.

Daniel Handoko (Sr. Data Scientist at Salestock) dalam sebuah even bertajuk “Tech Talk - Frameworks and Technologies for Building your Chatbot”  mengungkapkan bahwa situsnya telah memulai hal ini.  Menurut dia, pemakaian chatbot dikhususkan untuk menangani sebagian urusan customer service yang kemungkinan akan lebih lama jika ditangani oleh manusia. Sampai di sini, kita sebaiknya memahami bahwa pekerjaan sekelas customer service pun bisa digantikan oleh mesin buatan manusia, meski hingga saat ini masih sebagian yang diambil alih. Padahal, pekerjaan ini sejatinya masuk dalam kriteria yang tidak dikhawatirkan sebagaimana disebutkan dalam artikel di situs World Economic Forum di atas.

Menyoal masalah ini dari sisi ketenagakerjaan sesungguhnya mengkhawtirkan. Bayangkan berapa tenaga kerja akan kehilangan mata pencahariannya. Tidak sampai di situ, berapa banyak mulut yang kemudian tersendat asupan gizinya akibat tulang punggung mereka disingkirkan mesin-mesin yang seharusnya mempermudah kehidupan mereka. Saat itu terjadi, jika tak diantisipasi takkan lama lagi, chaos kemungkinan besar terjadi.

Lalu, sampai di mana antisipasi pemerintah? Sependek pengetahuan penulis yang amat terbatas ini, aturan tentang mesin atau robot atau kecerdasan buatan sebagai tenaga kerja sama sekali belum ada. Padahal tanpa adanya aturan, konflik seperti akibat transportasi online kemungkinan besar akan terjadi. 

Bahkan konfliknya kemungkinan akan lebih besar mengingat yang dipertaruhkan adalah jutaan jiwa yang hilang pekerjaan. Asumsinya, jika chatbot berkembang dan pemerintah tak tanggap maka industri manufaktur pun kemudian akan dengan leluasa menginvestasikan dana untuk memanfaatkan robot alih-alih memberdayakan buruh yang terkenal susah diatur dan doyan demo.

Penulis berpendapat bahwa makin cepat pemerintah mengantisipasi masalah ini makin rendah potensi chaos di masa depan. Karena kemajuan teknologi adalah keniscayaan, maka yang bisa dilakukan pemerintah adalah mengeluarkan regulasi yang mengadopsi kemajuan namun tak mengorbankan tenaga kerja manusia biasa. 

Salah satu cara yang paling mudah adalah dengan melindungi industri yang bersifat “hajat hidup orang banyak” terbebas dari sebuan bot. Pembatasan pemakaian robot dan kecerdasan manusia mutlak diperlukan demi melindungi manusianya. Ingat, tujuan kemerdekaan kita sebagaimana dipahat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Adapun bidang ekonomi lain yang juga sebaiknya dilindungi dari serbuan “tenaga kerja buatan ini” adalah yang terkait pelayanan publik seperti kesehatan dan pendidikan. Sebab, sentuhan dan emosi manusia akan sangat diperlukan dalam bidang-bidang tersebut. 

Selamat datang era kecerdasan buatan, semoga bangsa Indonesia bisa memanfaatkannya bukan sebaliknya.

Tulisan ini pernah dimuat di lintaswarta.co.

Lebih Produktif dan Bebas dari Belenggu Jam Kerja? Pilih Co-Working Space!

Sumber Foto: Flickr.com

Jika pekerjaanmu cenderung bias remote, maka memilih co-working space adalah tindakan bijak. Salah satu alasannya adalah untuk menghemat budget. Apalagi jika usaha yang kamu bangun masih membutuhkan banyak dana untuk pengembangan perusahaan.

Sebagaimana kita tahu, saat ini banyak pelaku usaha rintisan (start-up) yang pekerjaannya bisa dilakukan di mana saja selama tersambung dengan internet. Selain itu, para pekerja dari perusahaan jenis ini umumnya membutuhkan mobilitas dan kreativitas tinggi. Tentu saja terbelenggu oleh jam dan lokasi kerja yang monoton bukanlah pilihan.

Dinamisnya pekerjaan yang dilakukan dan besarnya tekanan membuat kungkungan kantor dan jam kerja akan memperburuk kinerja. Untuk itulah, umumnya mereka memilih kafe, restoran, atau lokasi lain yang bisa memberikan mereka ide-ide segar. Meski aneka tempat tersebut dianggap bisa menghilangkan stress dan meningkatkan kinerja, namun belum mampu membuat pekerjanya fokus.

Co-Working Space Membuat Pekerja Lebih Produktif

Selain beberapa alasan di atas, memilih co-working space alih-alih menyewa kantor sendiri secara permanen, juga berpotensi membuat pekerja lebih produktif. Hal ini ternyata didukung sebuah riset yang menyatakan bahwa bekerja di tempat seperti itu memberikan dua kebutuhan utama para pekerja.

Riset yang dipimpin oleh Dr. Gretchen Spreitzer dari Sekolah Bisnis Steven M. Ross di Universitas Michigan berusaha menemukan kenapa mereka yang bekerja di co-working space memiliki nilai-nilai positif terkait meingkatnya performa pegawai. Tim ini mewawancarai sedikitnya 200 pekerja yang bekerja di beberapa lokasi co-working space di Amerika Serikat. Setiap tim menghabiskan waktu hingga setengah tahun sebagai member di co-working space tempat mereka melakukan riset.

Lalu, apa hasil dari riset tersebut? Para pekerja merasa bahwa lingkungan di co-working space membuat mereka merasa otonom namun juga tetap bisa berkolaborasi dengan para pekerja lain. Kebebasan juga didapat oleh para pekerja saat hendak membentuk lingkungan social seperti yang diinginkannya. Dengan kata lain, co-working space memberikan keleluasaan para pekerja untuk mandiri, beradaptasi, dan fleksibel.

Yang terpenting, terpenuhinya kebutuhan pekerja untuk mandiri dan bersosialisasi tersebut membuat kinerja dan produktivitas para pekerja kian moncer. Beberapa hal yang awalnya diduga mampu mendongkrak kinerja dan produktivitas, seperti desain kantor dan fasilitas penunjang tenyata masih kalah dampak positifnya oleh kebutuhan sosial di atas.


Kondisi Co-Working Space yang Perlu Kamu Perhatikan

Memiliki aneka keuntungan, berikut beberapa hal yang sebaiknya diperhatikan ketika hendak menyewa co-working space.

Lokasi Strategis
Tentu saja lokasi wajib dipertimbangkan dalam memilih co-working space. Jangan hanya memperhatikan kemudahan dirimu dan kolega. Perhatikan juga kepentingan klien. Jangan sampai memilih lokasi yang mudah dijangkau oleh kamu namun susah dicapai oleh klien. Ingat, tanpa pelanggan apalah arti dari perusahaanmu bukan? Satu hal lagi yang penting terkait lokasi adalah mudah dijangkau. Jangan sampai kamu dan klien kesulitan menjangkau lokasi ini. Jika bisa, usahakan lokasinya sedikit mungkin terpapar macet agar kamu dan klien terhindar dari stres.

Cek Penyewa Lainnya
Jika memungkinkan, lihatlah juga para penyewa di tempat yang hendak dipilih. Pilihlah co-working space yang dihuni oleh orang-orang berlatar belakang beragam dan profesional.  Ini penting agar kamu dan perusahaan yang sedang kamu bangun bisa bersinergi dengan mereka agar bisnis yang dijalankan makin berkembang. 

Fasilitas Sesuai Tujuan
Jangan ragu untuk menanyakan fasilitas apa saja yang diperoleh jika kamu jadi penyewa. Makin banyak fasilitas tentu makin baik, namun sebaiknya kamu pilih juga mana yang benar-benar kamu butuhkan. Sebab, fasilitas ini umumnya akan berkaitan dengan budget yang harus dikeluarkan.

Event Komunitas
Keuntungan yang tak bisa dinilai dengan uang adalah tergabung dalam komunitas yang dibangun oleh penyedia co-working space. Komunitas ini umumnya mengadakan acara rutin dengan tema yang berbeda-beda. Dari berbagai event yang diadakan tersebut, banyak ide bisa diterapkan di perusahaan kamu. Dengan kata lain, acara yang diadakan oleh penyedia merupakan tempat belajar gratis yang berkualitas. Sebaiknya kamu memperhatikan keuntungan satu ini sebagai salah satu pertimbangan menyewa tempat.

Memperhatikan poin-poin di atas akan membuat pemilihan co-working space lebih terarah. Jika perusahaanmu sudah siap untuk mengurus legalitas pendirian dan perizinan perhatikan juga sistem zonasi dan berbagai dokumen yang wajib dimiliki oleh penyedia layanan ruang kerja bersama.

Sumber referensi:

The Scientific Reason Why Coworking May Be The Future Of Work
7 things To Consider While Choosing A Coworking Space

Mau Bikin Perusahaan di Co-Working Space? Pahami Dulu Aturan Mainnya

Berkenalan dengan Izin Komersial dan Operasional dalam Sistem OSS


Selain izin usaha, sistem OSS juga mengeluarkan izin komitmen atau izin operasional. Perbedaan keduanya cukup jelas meskipun masih banyak yang masih belum tahu apakah setiap bidang usaha membutuhkan izin usaha sekaligus izin komersial atau izin operasional.

Untuk mengetahui perbedaan antara izin usaha dengan izin komersial atau izin operasional, sebenarnya kita tinggal mengetahui definisinya dalam Peraturan Presiden No. 24 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik. Sebagaimana dalam aturan pada umumnya, definisi ini bisa kita temui dalam Ketentuan Umum atau Pasal 1.

Menurut Pasal 1 dari peraturan ini, yang dinamakan izin usaha adalah izin yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota setelah Pelaku Usaha melakukan Pendaftaran dan untuk memulai usaha dan/atau kegiatan sampai sebelum pelaksanaan komersial atau operasional dengan memenuhi persyaratan dan/atau Komitmen. Di sini jelas bahwa izin usaha didapatkan setelah pelaku usaha mendaftarkan usahanya.

Selain diberikan setelah melakukan pendaftaran, izin usaha berdasarkan definisi di atas diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai usaha dan/atau kegiatan sampai sebelum pelaksanaan komersial atau operasional. Artinya izin usaha ini diberikan di awal-awal kepada pelaku usaha. Tentu ini berbeda dengan proses permohonan izin usaha seperti sebelumnya. Rangkuman perbedaannya bisa dilihat di artikel ini

Sebagai izin yang awal diberikan kepada pelaku usaha, izin usaha ini tetap berperan penting dalam proses legalitas sebuah perusahaan. Hal ini amat masuk akal mengingat fungsinya yang cukup vital. Dengan mengantongi izin usaha, pelaku usaha sudah bisa melakukan beberapa tahap awal pendirian dan perizinan perusahaan.

Sebagaimana tercantum dalam PP 24/2018, izin usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS kepada pelaku usaha antara lain berfungsi untuk:
a)    pengadaan tanah;
b)    perubahan luas lahan;
c)    pembangunan bangunan gedung dan pengoperasiannya;
d)    pengadaan peralatan atau sarana;
e)    pengadaan sumber daya manusia;
f)    penyelesaian sertifikasi atau kelaikan;
g)    pelaksanaan uji coba produksi (commisioning); dan/atau
h)    pelaksanaan produksi.

Seluk Beluk Izin Komersial dan Izin Operasional

Sebagai perbandingan, maka mari kita telaah seperti apa definisi izin komersial dani zin operasional. Pengertian kedua jenis ini adalah izin yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota setelah pelaku usaha mendapatkan izin usaha dan untuk melakukan kegiatan komersial atau operasional dengan memenuhi persyaratan dan/atau komitmen.

Dengan jelas terlihat bahwa pemberian kedua izin di atas diberikan kepada pelaku usaha yang telah mendapatkan izin usaha. Selain itu, kedua izin ini diberikan agar pelaku usaha bisa melakukan kegiatan komersial atau operasional. Hanya saja, keduanya akan berlaku efektif jika pelaku usaha memenuhi persyaratan dan/atau komitmen.

Patut diperhatikan bahwa Lembaga OSS menerbitkan Izin Komersial atau Operasional berdasarkan Komitmen. Adapun pemenuhan komitmen yang harus dilakukan pelaku usaha tersebut untuk mendapatkan berbagai hal antara lain standardisasi, sertifikasi, lisensi, dan pendaftaran barang/jasa. Pemenuhan komitmen ini akan disesuaikan dengan jenis produk dan/atau jasa yang dikomersialkan oleh Pelaku Usaha melalui sistem OSS.

Untuk mendapatkan salah satu atau kedua izin tersebut, pelaku usaha harus melakukan beberapa langkah dimulai dari mengisi pernyataan komitmen untuk menyelesaikan izin operasional atau operasional dalam jangka waktu tertentu. Selanjutnya, pelaku usaha juga akan dimintai kesanggupan untuk memenuhi berbagai hal seperti standar, sertifikat, atau lisensi.

Hal-hal lain juga mungkin butuh dipenuhi oleh pelaku usaha sebagaimana ditentukan oleh Lembaga OSS. Beberapa hal itu termasuk pendaftaran barang atau jasa serta pendaftaran kepabeanan dan perpajakan. Dengan kata lain, segala hal terkait izin operasional atau izin komersil telah diatur hingga detail dalam sistem OSS ini. Pelaku usaha hanya tinggal mengikuti aturan ini sehingga pelaku usaha mendapatkan kepastian dari sisi legalitas dan kepastian berusaha.

Referensi:
PP 24/2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik.
Pedoman Perizinan Berusaha Melalui Sistem OSS untuk Pelaku Usaha.
Poin-poin Penting dalam Proses Pengajuan Izin Usaha Melalui OSS.

Mengenal NIB dalam Sistem OSS, Apa Sebenarnya?



Salah satu tanda berhasilnya pelaku usaha mendapatkan izin usaha dari sistem OSS adalah sudah memiliki Nomor Induk Berusaha yang selanjutnya disingkat NIB. Hal itu merupakan identitas Pelaku Usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS setelah pelaku usaha melakukan pendaftaran.

Sistem OSS sudah mulai banyak digunakan oleh para pelaku usaha. Hingga tanggal 9 Agustus, tercatat sudah ada 30.505 registrasi berusaha dengan rata-rata 1.326 registrasi per hari. Dari jumlah tersebut, 22.328 registrasi tersebut melakukan aktivasi akun. Jika dihitung harian, terdapat rata-rata 970 aktivasi akun. Sebuah langkah awal yang cukup menggembirakan.

Perlu diketahui juga bahwa sistem OSS mengklaim diri telah menerbitkan 12.290 NIB atau rata-rata 534 NIB per hari. Selanjutnya, sistem ini berhasil mengeluarkan izin usaha sebanyak 7.004 izin atau rata-rata 304 izin per hari. Adapun izin komersial yang diterbitkan sudah sebanyak 5.587 atau rata-rata 243 izin komersial per hari.

Berdasarkan bidang usaha, izin terbanyak diberikan untuk sektor perdagangan sebanyak 3.410 izin, kemudian perindustrian sebanyak 2.012 izin, dan pertanian 552 izin. Sementara, untuk izin komersial terbanyak keluar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan sebanyak 2.693 izin, pertanian 1.939 izin, dan perdagangan 1.218 izin.

NIB dan Fungsinya Bagi Perusahaan

Pertanyaannya, apa itu NIB dan pentingnya pelaku usaha memilikinya. Berdasarkan Perpres 24/2018, NIB merupakan identitas berusaha dan digunakan oleh pelaku usaha untuk mendapatkan izin usaha dan izin komersial atau operasional termasuk untuk pemenuhan persyaratan izin usaha dan izin komersial atau operasional. Nomor Induk Berusaha ini akan berlaku selama pelaku usaha menjalankan usaha dan/atau kegiatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Nomor Induk Berusaha berbentuk 13 (tiga belas) digit angka acak yang diberi pengaman dan disertai dengan Tanda Tangan Elektronik. Nomor identitas usaha tersebut bisa dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh Lembaga OSS ketika beberapa kondisi berikut terjadi:
a.    Pelaku Usaha melakukan usaha dan/atau kegiatan yang tidak sesuai dengan NIB; dan/atau
b.    Dinyatakan batal atau tidak sah berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Peran yang cukup penting dari NIB adalah perannnya sebagai TDP alias Tanda Daftar Perusahaan. TDP sendiri didefinisikan sebagai surat tanda pengesahan yang diberikan oleh Lembaga OSS kepada pelaku usaha yang telah melakukan pendaftaran. Selain itu, dokumen ini juga bisa berperan sebagai API (Angka Pengenal Import) dan hak akses kepabeanan. Pelaku Usaha yang telah mendapatkan NIB kemudian secara otomatis akan terdaftar sebagai peserta jaminan sosial kesehatan dan jaminan sosial ketenagakerjaan.

Mengingat NIB ini penting dalam perjalanan usaha kamu, sebaiknya kenali dengan benar apa fungsi dan masa berlaku dokumen ini. Dengan pemahaman yang baik, maka pemanfaatannya bagi perusahaan akan lebih optimal.

Mau Daftar Perizinan Usaha Online Lewat OSS? Bereskan Pajak Anda!


Program unggulan pemerintahan Jokowi salah satunya adalah sistem OSS. Meski diklaim bisa memberikan izin usaha dalam waktu singkat, namun sistem ini masih sering dikeluhkan. Satu yang pasti, pelaku usaha takkan bisa masuk OSS sebelum pajaknya beres.

Sistem OSS memang didesain terintegrasi dengan sistem perpajakan. Saat hendak melakukan pengajuan perizinan usaha, pelaku usaha harus memasukkan nomor NPWP mereka. Jika NPWP mereka tidak terdeteksi, maka secara otomatis pelaku usaha tidak bisa melaju ke tahap selanjutnya.

Bagi mereka yang belum memiliki NPWP, maka sist pelaku usaha tinggal klik link buka pengajuan. Di form tersebut, pelaku usaha akan dipandu hingga mendapatkan NPWP Pribadi. Setelah NPWP tersebut terbit dan dianggap tidak ada masalah lagi terkait pajaknya, maka pelaku usaha bisa kembali mengajukan perizinan melalui sistem ini.

Proses perizinan usaha bukan hanya tidak bisa dilakukan oleh pelaku usaha yang tidak memiliki NPWP Pribadi. Jika pemilik NPWP tersebut belum melapor SPT pada tahun sebelumnya, sistem OSS juga bisa mendeteksi hal tersebut. Tak ayal, pelaku usaha pun kembali tak bisa melanjutkan ke tahap selanjutnya untuk mengajukan perizinan usaha. Jika dalam satu perusahaan tersebut memasukkan beberapa orang, maka NPWP orang-orang yang dimasukkan ke dalam sistem OSS ini pun harus sudah tertib pajaknya.


Saatnya Pelaku Usaha Tertib Pajak

Sebenarnya, tanpa perlu pemaksaan sebagaimana dilakukan oleh sistem OSS, pelaku usaha sudah seharusnya taat pajak sejak awal. Sebagaimana kita tahu, pajak merupakan komponen vital bagi perekonomian bangsa ini.

Meski memiliki peran vital, masih banyak dari kita yang kurang memahami pentingnya pajak bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Beberapa hal di bawah ini adalah manfaat pajak bagi negara:
  1. Pajak penting sekali untuk negara karena berguna untuk membiayai pengeluaran negara yang mampu memberikan keuntungan. Contoh pengeluaran ini adalah untuk proyek produktif barang ekspor. 
  2. Pajak juga penting bagi negara terutama untuk membiayai pengeluaran reproduktif, yaitu pengeluaran yang memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat. Adapun contoh pengeluaran jenis ini adalah pengeluaran untuk bidang pertanian dan pengairan.  
  3. Pajak juga digunakan oleh negara untuk pengeluaran yang bersifat tidak menguntungkan dan tidak reproduktif. Contoh pengeluaran jenis ini adalah pengeluaran untuk pendirian monumen dan objek rekreasi.  
  4. Tak kalah penting, pajak juga berperan untuk membiayai pengeluaran yang tidak produktif seperti pembiayaan untuk pertahanan negara atau perang.
Selain bermanfaat untuk negara dalam membiayai hal-hal di atas, pajak juga akan kembali kepada pembayarnya dalam bentuk antara lain:
  • Fasilitas umum dan infrastruktur
  • Pertahanan dan keamanan
  • Kelestarian lingkungan hidup dan budaya
  • Pengembangan alat transportasi massal 

Setelah mengetahui bahwa pendaftaran izin usaha melalui sistem OSS harus terlebih dahulu merapikan perpajakannya, pelaku usaha harus lebih tertib lagi mengenai urusan ini. Logikanya, jika kamu sudah siap mendirikan perusahaan itu artinya kamu sudah siap dalam berbagai hal, salah satunya pajak.