Debat Jokowi dan Budaya "Tektek" di Gehol
Ada yang menarik dari sesi debat pertama capres dan cawapres semalam, terlalu percaya diri, mau belajar, dan "tektek". Mari kita lihat dari sudut sederhana tanpa memberikan skor menang kalah.
Yang pertama yang patut diwaspadai semua orang yang hendak berdebat tentu saja adalah kepercayaan diri yang terlalu berlebih. Sejak sebelum debat dimulai, kubu Pak Prabowo-Hatta selalu bersuara jumawa bahwa calonnya adalah jago pidato dan biasa berdebat. Hal ini bahkan ditegaskan oleh Pak Mahfud MD bahwa mereka tidak memberi porsi sedikitpun untuk menyiapkan kandidat mereka dalam menghadapi debat semalam.
Hasilnya bisa ditebak, Pak Prabowo-Hatta tidak selugas saingannya dalam berdebat. Tentu saja hal ini bukan karena mereka tidak menguasai materi. Bagi saya, hal ini semata karena mereka kurang latihan. Bagaimanapun, waktu dalam berdebat dibatasi sehingga sangat berbeda dengan pidato. Selama ini, Pak Prabowo sangat jago berpidato dan tentu saja tidak ada batasan waktu yang diterapkan kepada Beliau.
Hal kedua yang patut diperhatikan adalah kemauan untuk belajar dari pasangan Jokowi-JK. Hal ini mereka lakukan bahkan dengan "mengorbankan" seharian penuh tanpa berkampanye. Kubu Jokowi-JK dengan tegas mengatakan bahwa mereka melakukan latihan untuk berdebat. Mungkin bagi sebagian orang, hal ini menunjukkan kelemahan kubu Jokowi-JK. Namun bagi saya pribadi, ini menunjukkan bahwa mereka menyadari kekurangan mereka dan mau memperbaikinya. Terbukti, saat berdebat mereka tampil lugas dan mampu menjawab dengan bernas apa yang ditanyakan. Jadi, "alah bisa karena biasa" berlaku bukan?
Yang paling menarik dari sesi semalam adalah terkait budaya Gehol yaitu "tektek". Hal ini bermula dari "nongol"-nya kertas berisi doa dari jas Jokowi. Kebetulan, contekan doa tersebut diklaim berasal dari Ibunda Jokowi. Saya pribadi, waktu kecil sering meminta hal yang sama kepada ibu, bapak, dan nenek saya. Bahkan jika diperlukan, kepada orang yang paling berpengaruh secara spiritual di kampung saya. Bekal itu disebut "tektek".
"Tektek" sendiri biasanya berbentuk doa yang bisa berwujud doa dalam kertas seperti Pak Jokowi punya atau dibacakan melalui media air lalu diminum. Dalam perspektif spiritual, hal ini sering dinilai gibah alias sedikit musyrik. Namun bagi saya pribadi, meminta "tektek" tidak seekstrim itu. "Tektek" hanyalah sebuah restu orang tua atau yang dituakan dalam media lain yang diharapkan pemegangnya selalu menyertai saat pertandingan atau kompetisi.
Meski debat semalam belumlah sebuah final, namun banyak hal yang bisa kita petik. Yang terpenting, kedua pasang kandidat memiliki komitmen yang tinggi kepada rakyat Indonesia.