Babi: Cara Alami Meredam Para Pelanggar Hukum

Di Indonesia ini, ada dua kelompok yang harus dimaklumi saat melakukan pelanggaran hukum. Satu kelompok harus dimaklumi karena saking kuatnya, sementara kelompok lain meminta hak yang sama karena alasan sebaliknya, saking tidak berdayanya. 

Karena melihat kaum kuat sudah terbiasa meminta pemakluman atas tindakannya sudah biasa, maka saya akan membahas kaum yang mengaku lemah sehingga juga harus mendapatkan perlindungan saat melanggar hukum. Kaum itu bernama petani, pedagang kaki lima, dan kaum papa lainnya. Kaum petani biasanya meminta hal ini saay menggarap lahan yang dikuasai Perhutani.

Di kampung saya, masalah "peminjaman" lahan milik Perhutani yang tadinya hutan pinus oleh warga adalah sesuatu yang biasa. Hanya saja, hal ini menjadi luar biasa saat masa sewa tersebut habis. Meski harus diakui, bahwa warga tidaklah melakukan sewa-menyewa dengan pihak Perhutani secara resmi. Bahkan, tak ada sewa-menyewa sama sekali.

Saat pihak Perhutani hendak menggunakan kembali lahan mereka, sering sekali timbul tarik-menarik antara rasa kemanusiaan dan hak yang beralaskah hukum. Secara moral, tentu saja pihak Perhutani akan terlihat keterlaluan jika memaksa mengambil hak mereka. Hal ini akan mirip dengan yang terjadi saat Pemprov DKI Jakarta yang memaksa para penyerobot tanah di Kampung Pulo sana. Tidak manusiawi bukan?

Karena menggunakan jalur manusia dan masuk akal berlarut-larut, maka ada solusi cerdas dari entah siapa untuk meniadakan potensi konflik antara para penggarap dan Perhutani. Babi! Ya, babi hutan menjadi solusi cerdas tanpa menimbulkan riak-riak ketidakstabilan sosial di kampungku sana. Dengan adanya hewan yang paling sering dimaki ummat Indonesia ini, maka perkara tanah akan dengan sendirinya kembali kepada yang berhak sebab mereka yang tadinya memanfaatkan lahan tak kuat terhadap gangguan binatang ini. Perlu diketahui bahwa babi hutan di kampungku baru beberapa tahun ini marak.

Babi hutan sendiri terkenal sebagai hama yang memiliki daya rusak tinggi pada tanaman warga. Ditambah dengan keharaman yang disandangnya, maka "mengusir" para penggarap tanah Perhutani akan dapat dilakukan dengan mulus. Tidak seperti kiong atau burung, membunuh babi akan menjadi masalah. Selain tidak mungkin dikonsumsi, membuangnya dengan sembarangan akan menimbulkan polusi yang tak kalah mengganggu. Selain itu, membunuh babi memerlukan bantuan hewan yang taka kalah dijauhi kalangan Muslim di kampungku, anjing. 

Jadi, daripada para petani penggarap berjibaku melawan binatang haram jadah babi dengan bantuan anjing, maka mengembalikan tanah garapan akan lebih mudah dilakukan. Ingat, memelihara dan melatih anjing untuk berburu juga bukan hal yang mudah dan murah bukan? Lagi pula, siapa yang tahan dengan sorotan negatif warga sekitar?

Melihat keberhasilan Perhutani sementara ini mengambil hak mereka dari para penggarap dengan menggunakan babi, maka terpikir dalam benak saya apakah bisa mengusir pelanggar hukum yang lebih serius dengan babi. Misalnya saja, memasukkan para gembong narkoba dan koruptor ke kandang babi. 

Tapi, kembali lagi ke paragraf awal di artikel "ngaco" ini, pelanggaran hukum apapun yang dilakukan oleh kaum kuat harus dimaklumi. Maklum!
 




Mundurnya Setnov Momentum Bagi Kaum Moralis

Politik ikan Koi telah dipertontonkan oleh para penguasa kepada rakyat NKRI yang sedang mengalami masa puber demokrasi. Dunia maya haru biru oleh perang hestek antarpendukung calon pilpres yang masih istikomah dengan kejumudannya – coba cek melalui cocoklogi siapa tahu Ranggawarsito sudah meramalkan perang hestek ini.

Kenapa disebut politik ikan Koi? Karena kita suka dengan hal-hal gaduh yang artifisial seperti ini. Kita sudah sangat girang disuguhi pemandangan ikan-ikan Koi di permukaan dengan sisik yang indah. Tak mau tahu kita bahwa di kedalaman ada para monster yang berebut kekuasaan perairan dengan begitu hebatnya.

Lihat saja berapa ribu jam kita berfokus pada tontonan menarik yang disuguhkan oleh Metro TV dan TV One. Memang sejenak kedua TV milik dua orang yang berseteru ini mengalihkan sebagian pemirsa dari senyum mengendus ala Aliando Syarief dan Firly Latuconsina. Bahkan Steven yang diperebutkan anak dan ibu tiri juga hilang berganti dengan omongan pedas Ruhut Sitompul dan raut serius Akbar Faizal. Mungkin KPI perlu berterima kasih kepada kawan-kawan mereka di DPR akan hal ini.

Tetangga sebelah lebih parah, anaknya yang sangat doyan dengan sinetron BMX dan Wushu harus mengalah menyaksikan Balquis Manisang bertanya hal yang sama berkali-kali pada narasumber yang sama –sebagaimana kebiasaan para reporter kedua TV itu. Yang paling mengesalkan, para pendakwah yang biasa menyerukan kebaikan untuk tak memakai topi Santa, menjauhi Pohon Natal, dan tidak mengucapkan selamat Natal kehilangan panggung. 

Padahal, apa yang lebih berbahaya di dunia ini daripada keselamatan di akhirat kelak? Berani-beraninya ummat memalingkan diri dari persoalan krusial tahunan yang selalu ada di bulan Desember dan Januari ini? Hanya oleh hal sepele, catut nama presiden. Tentu ini sesepele hestek papa doyan lonte yang dikomandani seorang yang dikategorikan kafir oleh anak-anak ITJ tapi diamini hesteknya. Ya, konon menurut tafsir ahli semiotika dari universitas terhebat sepanjang masa di Indonesia ini, hestek papa doyan lonte hanyalah hal sepele. Sepele!

Bagiku sendiri, berakhirnya drama Yang Mulia Setya Novanto sendiri sangat merugikan. Sekarang, tak ada lagi tayangan yang bisa mengalihkan kesedihanku dari menyaksikan segerombolan anak-anak Chelsea yang sedang riang-gembira menuju kasta kedua Liga Inggris. Meski tentu saja, aku berharap anak-anak HTI dan PKS yang kemarin terpecah karena isu pilkada, kembali bersatu untuk isu Natal dan Tahun Baru.

Ya, sekarang hanya mereka satu-satunya harapanku untuk meramaikan jagad NKRI Provinsi Twitter dan Daerah Otonomi Khusus Facebook sekarang ini. Tahun depan, mungkin anak-anak Senayan akan kembali menyapa kita dengan tayangan yang lebih hot – monyongkan bibirmu seperti Feni Rose saat menyebutkannya. 

Harapanku, semoga Bambang Soesatyo yang terpilih jadi Ketua DPR nanti. Bangsa kita bangsa yang besar, masa mencari Ketua DPR RI yang tampangnya kerenan dikit kok susahnya minta ampun sih. Cukup sudah kita punya presiden yang dicaci oleh segelintir rakyat yang menadah uang APBN hanya karena postur ceking dan wajah kampungannya.

Cukup!

Kisruh Rossi dan Marquez adalah Settingan?



Setelah Lorenzo resmi mengklaim titel juara MotoGP 2015, tuduhan konspirasi antara dirinya dan Marquez makin mencuat. Apalagi, Marqeuz yang punya julukan Baby Alien ini terkesan enggan melakukan over taking pada Lorenzo sepanjang balapan terakhir di Ricardo Tomo, Valencia. 

Lihat saja betapa gemasnya komentator di TV yang heran kenapa pembalap yang kemunculannya mampu mengubah aturan di MotoGP - di mana pendatang baru bisa langsung memakai motor pabrikan padahal sebelumnya tidak - ini tak membalap segahar seperti biasanya. Padahal, catatan statistik menunjukkan bahwa ia memiliki kecepatan motor yang lebih cepat sekitar 1km/jam dibanding Si Hiu, Lorenzo.

Maka perdebatan makin marak dengan tuduhan Rossi yang menggambarkan Marquez laiknya pengawal bagi Lorenzo. Meski sempat mengganas di tiga lap terakhir, itupun hanya untuk mengamankan podium kedua dari Pedrosa, bukan untuk mendahului Lorenzo. Bahkan Rossi sampai memboikot anugerah MotoGP, sesuatu yang sangat disayangkan tentunya.

Hanya Sandiwara Belaka? 


Saya sendiri sempat ikut menyayangkan aneka kegaduhan MotoGP ini karena memang berharap Rossi bisa merengkuh juara ke-10 kalinya. Namun, dipikir-pikir hal ini sepertinya adalah sebuah drama yang sengaja dibuat agar penggemar MotoGP kian penasaran atau tak lari. 

Kita ingat bagaimana nasib Formula 1 tanpa Michael Schumaher yang sepi penonton? Hal tersebut pasti tidak diinginkan pihak penyelenggara MotoGP pascapensiunnya Rossi. Maka, untuk menghalangi pensiun atau membuat penasaran penggemar, drama ini harus dibuat. Setidaknya hingga semua atau sebagian penggemar mendapat jagoan baru selain Rossi. 

Jika The Doctor berhasil merengkuh gelar kesepuluhnya, apa yang kemungkinan akan terjadi adalah pensiun. Pensiun dalam kondisi puncak ketenaran sekaligus mengukuhkan diri sebagai legenda tentu sebuah pencapaian yang sangat manis. Pensiunnya rider Italia ini tentu saja bukan kabar baik bagi penyelenggara Moto GP bukan? Apalagi kharismanya belum ada yang menyamai, meski Lorenzo merasa bahwa di musim ini ia melebihi Rossi dalam segala hal. 

Maka, dijegallah ia dari perburuan gelar dengan "mengasingkannya" di balapan Valencia kemarin. Hukuman yang diberikan konon disebabkan oleh gerakan sengaja kaki Rossi untuk menjatuhkan Marquez sebagaimana digembor-gemborkan pihak Honda. Kesengajaan itu juga disambar dengan cepat oleh Lorenzo dan Pedrosa yang menganggap Rossi akan ditinggalkan fans akibat perbuatannya, meski terbukti bahwa tindakan fans malah kebalikannya. 

Drama ini adalah tes dari pihak MotoGP akan seberapa kuat pengaruh Rossi dalam kompetisi ini. Sayangnya pengaruhnya teramat kuat sehingga hal tersebut bisa dibilang blunder namun sangat menguntungkan. Blunder karena ternyata Marquez yang dianggap sebagai penerus kelegendaan Rossi justru kehilangan banyak penggemar, setidaknya di Indonesia yang jago nyinyir. Lihat saja aneka hujatan yang didapat rider Spanyol ini di fan page-nya. Menguntungkan karena selanjutnya pecinta olahraga ini akan memberikan perhatian penuh pada kompetisi ini tahun depan. 

Tentu saja ini adalah analisis yang dilakukan oleh amatir. Saya sendiri menganggap hal ini adalah aneh mengingat The Doctor dikenal sebagai pembalap dewasa. Konfliknya dengan Marquez memang mampu memantik emosi yang lebih tinggi dibandingkan jika ia berkonflik dengan pembalap lain bahkan dengan Lorenzo sekalipun. Mengingat hubungan mereka yang begitu baik selama ini, agak aneh jika mereka bermusuhan dengan sangat sengit saat ini. 

Jadi, apakah konflik ini benar-benar alamiah karena ketatnya kompetisi ataukah rancangan? Kita tunggu saja tahun depan akan seperti apa olahraga balap motor prototipe ini.





Aneh bin Ajaib Sikap Gus Mus

Entah apa yang ada dalam pikiran Cleisthenes si Bapak Demokrasi Athena jika melihat surat pengunduran diri KH. A. Mustofa Bisri atau biasa disapa dengan sebutan Gus Mus dari jabatan yang diberikan oleh anggota AHWA pada Beliau. Di Athena sana dan di hampir seluruh bagian dunia saat ini, sangat jarang orang menolak jabatan yang diberikan. Sebaliknya, hampir semua orang memburu jabatan bahkan dengan taruhan penjara di kemudian hari.

Gus Mus dan NU memang memiliki tradisi unik yang seolah menyindir kebiasaan sebagian besar dari kita. Lihat saja saat hampir semua organisasi patuh pada mekanisme demokrasi satu orang satu suara, NU menggulirkan mekanisme AHWA. Mekanisme ini secara sederhana memilih beberapa kyai mumpuni untuk menentukan pemimpin. 

Tengok pula bagaimana negara memperlakukan peserta pemilukada independen yang jika mengundurkan diri sampai harus dikenai sanksi denda uang. Di NU, orang lurus yang tidak gila jabatan dibebaskan menolak jika memang tak berkenan. Tak ada denda, malah justru menunjukkan kualitas orang tersebut.

Namun, tentu saja perilaku terpuji Gus Mus yang mampu menolak jabatan banyak juga yang nyinyir. Bukan karena tindakannya salah, namun karena kita yang terbiasa berburu jabatan memandangnya sebagai hal yang “nggilani”. 

Sikap nyinyir kepada Gus Mus juga karena kita terbiasa mengotakkan seseorang berdasarkan profesi. Gus Mus yang kyai hanya diperbolehkan oleh kita untuk berkata halal-haram, bukan bersajak atau membuat cerpen. Kita adalah orang-orang yang berpikiran bahwa kyai hanya memiliki tempat di mesjid, bukan di area lain apalagi politik.

Bukan tidak mungkin sikap menolak jabatan ini akan terjadi suatu saat nanti di negara ini. Misalnya saja gegeran pemilu presiden akan minim calon karena tokoh-tokoh yang dicalonkan oleh parpol merasa tak kuasa menahan amanah seberat itu. 

Ah ... semoga tulisan ini bukan bentuk nyinyir kepada sikap mulia Gus Mus.

Leluhur Bulpusan: Hidup Klenik!

Negeri ini konon sangat ahli dalam menyombongkan diri terutama jika dikaitkan dengan hal-hal klenik. Tengok saja sekarang ini, batu-batu yang terhampar entah di mana saja digosok demi mendapatkan corak seunik mungkin. Padahal semua cuma pareidolia semata.

Tengok juga bagaimana bangsa ini tersuruk-suruk menggali segala yang bisa digali demi menunjukkan pada dunia bahwa bangsa ini adalah pemilik peradaban tertinggi. Sebuah usaha yang sayangnya tidak saja sia-sia hingga saat ini, namun juga tak mampu hindarkan sebagian besar penduduk negeri dari kesulitan membeli bahan makanan pokok.

Jika itu masih kurang, mari kita tengok ribuan orang yang sibuk mencari harta leluhur di tempat-tempat tertentu. Sebuah pelarian yang indah dari buruknya sistem negeri yang sarat korupsi. Bukankah lebih baik termenung merapal mantra daripada pikiran ruwet dengan program pemerintah yang mengawang?

Klenik bukan saja milik rakyat jelata yang terseok-seok menghadapi susahnya kehidupan. Tengok para pejabat kita yang dengan susah payah mengaitkan diri dengan tokoh ternama agar mendapat suara. Rupanya, rupiah yang terhambur mengetuk pintu rumah para pemilih mesti dibungkus dengan sislsilah tak tercela demi memuluskan ambisi.

Maka jangan heran jika Hukum Archimedes yang memudahkan orang mengarungi lautan tidak ditemukan di negeri ini. Sebab, jika seorang abdi di negeri ini mendapat tantangan yang sama dengan Archimedes dari rajanya, niscaya sang abdi akan bertapa, bukan cara yang lain.

Jangan heran juga jika Hukum Gravitasi ditemukan oleh Newton karena konon melihat apel jatuh. Jika salah seorang dari kita menjumpai buah sejenis jatuh di depan kita bisa jadi kita langsung memakannya atau bahkan acuh sahaja. Bukankah segala sesuatu yang terjadi di dunia sudah diatur oleh Yang Mahakuasa semata?

Melihat kleniknya negeri ini, bukan hal yang aneh jika sampai detik ini ada sekelompok orang yang menautkan sejarah desa kami tercinta dengan segala dongeng bidadari dan lelembut lainnya. Bahkan, masih ada yang meyakini dengan segenap hati bahwa perempatan desa adalah tempat bercokolnya emas murni yang tiada tara. 

Lalu, benarkah leluhur kita senaif itu membiarkan bongkahan emas tetap bersemayam di dalam tanah tanpa ada niat menggalinya? Bagiku, leluhur kita sangatlah bijak termasuk dalam memberi nasihat. Bisa saja mereka menasihati kita agar mencari tempat yang strategis karena bisa menghasilkan emas.

Ah, sudahlah bukankah lebih baik kita berdoa saja semoga itu benar-benar terjadi? Toh media yang katanya rasional pun terjatuh dalam dunia klenik dukung sana-sini demi mendapat segepok keuntungan?

Bukankah mereka yang mengaku paling religius sekalipun terjerembab dalam klenik yang nyata? Lihat saja bagaimana mereka berkoar-koar di sosial media ingin mendirikan khilafah namun di dunia nyata menghadapi kades lalim saja hanya bisa diam?

Klenik mana lagi yang kau ingkari?