Bawangku Sayang, Bawangku Malang

3:11:00 PM Unknown 2 Comments


Kebun Bawang
Dua puluh tahun lalu, sepulang sekolah aku punya kegiatan rutin yang bisa dibilang menyenangkan meski melelahkan. Nyenggot! Ini adalah sistem perairan demi mengairi kebun bawang merah. Sebuah komoditi paling terhormat setelah cengkeh yang rontok dan beras yang dihormati karena wajib demi memenuhi perut.

Nyenggot terjadi karena saluran irigasi tidak mungkin secara alami mengairi kebun bawang. Hal ini karena kebun bawang berada lebih tinggi daripada saluran air. Nyenggot sendiri bisa disamakan dengan mengerek air dari sumur. Hanya saja mekanisme kerjanya mirip portal di kompleks perumahan. Portal diberi beban di ujungnya dan ujung satunya diberi tali dan timba.

Saat keadaan kosong, timba dikerek agar bisa mengambil air dari saluran irigasi. Karena diujung bambu (biasanya memakai bambu yang lebih murah dan mudah) terdapat beban yang cukup berat, maka timba yang berisi air dengan sendirinya mudah diangkat. Nyenggot sendiri hanya membutuhkan keterampilan dan kemampuan tangan. Tubuh penyenggot sendiri dibuat senyaman mungkin. Biasanya disediakan tempat duduk sederhana demi menyamankan penyenggot. Karena rajin nyenggot itulah, tubuh kurusku lumayan berotot meski terkendala dengan makanan lima sehat dan empat sempurna.

2 comments:

Misteri Kepala dalam Jembatan

10:51:00 AM Unknown 30 Comments


Jembatan Cigunung
Saat negeri ini masih mengandalkan rakit untuk menyeberang sungai, maka datanglah insunyur-insinyur Barat. Para insinyur tersebut memperkenalkan pembangunan jembatan. Karena kebanyakan dari mereka adalah orang Belanda maka nama jembatan  di kampungku bernama brug. Kata ini berasal dari burg, yang di Negeri Kincir Angin sana berarti jembatan.

Lalu berlombalah seluruh negeri membangun brug, eh jembatan. Sayangnya karena minimnya pengalaman dan tenaga ahli, maka jembatan yang dibuat masih lebih sering rusak dan tak tahan lama. Maka bertanyalah warga kepada para meneer tersebut.

“Bagaimana cara yang ampuh agar kami bisa membangun jembatan yang kuat dan awet?” demikian ungkap salah satu tetua kampung yang paling disegani dan punya keberanian berbicara dengan Bangsa Bule.

“Dengan ini!” jawab salah seorang meneer yang juga insinyur tersebut sambil menempelkan jari telunjuknya tepat di jidatnya.

30 comments:

Asal-Usul Jetak?

2:33:00 PM Unknown 1 Comments



Jika dirunut berdasarkan arti, maka sebuah nama sesederhana apapun seyogyanya memiliki makna. Meski ada ungkapan apalah arti sebuah nama, faktanya setiap hendak menamai seseorang, maka sederet doa dan harapan ikut disematkan.

Tak sekedar nama orang, demikian juga dengan nama sebuah tempat. Bahkan dari penamaan tersebut, bisa jadi langkah awal guna menemukan benda-benda berharga. Tentu saja dengan terlebih dahulu meminta izin yang punya tempat.

Mari tengok seberapa kaya daerah Anda dengan memerhatikan penamaan yang telah disematkan leluhur. Bukan dengan tujuan demi mendapatkan harta karun tentu saja, namun dengan mengatahui makna tempat kita berpijak setidaknya akan makin memperbesar kecintaan terhadap tempat kelahiran.

1 comments:

Perjalanan Akhir Sang Guru

11:26:00 AM Unknown 6 Comments

Ilustrasi Perjalanan Hidup

Setiap anak, saat sekolah, bisa dipastikan lebih banyak menyoroti ketidaksesuaian pengajar alias guru mereka. Sedikit saja sang guru memberikan bebas, maka caci maki kadang diam-diam dialamatkan padanya. Doa-doa buruk dialamatkan demi melampiaskan kejengkelan. Namun segala kebaikan yang ditanam seolah keharusan alias tugas sang guru sehingga tak perlu dikomentari. Apalagi diikuti ucapan terima kasih.

Mungkin itu juga yang menyebabkan Guruku yang kini entah kemana tak terdeteksi keberadaannya. Dia adalah ikon akan ketegasan di sekolahku dahulu. Sebuah sekolah yang sebelum dijadikan “penjara” – dikelilingi tembok setinggi dua meter – adalah tempat yang membebaskan siswanya mereguk karunia alam saat instirahat. Di sekolahku, sebelum pagar mengelilingi, pergi ke sisi sungai sambil membawa mangkuk para penjual berisi jajanan adalah kenikmatan yang susah disetarai.

6 comments:

Ironi di Seberang Resto Cepat Saji

10:50:00 AM Unknown 18 Comments


Ilustrasi (kompas.com)



Seorang bocah yang meski bernama, namun namanya takkan masuk sejarah apalagi kini ia telah meninggal. Sebuah kejadian yang telah kuprediksi sejak pertama kali melihatnya.

Ia berada disana, di pertigaan jalan tepat di garis penyeberangan, seharian - sejak pagi hingga kemudian jalanan sepi. Sang Ibu menemani sambil sesekali memberikan cairan putih dalam botol yang diperuntukkan untuk menampung air susu formula. Jikapun benar air putih itu susu, kuyakin takarannya tak sesuai dengan kebutuhan si Bocah yang sudah almarhum tersebut.

Si Bocah juga ditemani kakaknya, aku duga demikian melihat kemiripan fisik dan kelakuannya kemudian saat Sang Ibu tak ku lihat lagi. Pergi entah kemana. 

18 comments:

Ketika Sandiwara Radio Berjaya

4:37:00 PM Unknown 2 Comments


Radio

Radio mungkin adalah satu-satunya media yang mampu beradaptasi dengan kemajuan teknologi. Saat televisi dan internet menggempur, eksistensi radio tetap ada meski penggemarnya mulai tergerus.

Gehol sebagai sebuah peradaban tentu saja akrab dengan radio. Apalagi di masa-masa ketika televisi masih menjadi barang mahal dan hiburan lainnya hanya datang di saat-saat tertentu. Radio dengan kemampuannya menyajikan hiburan murah mampu mengambil hati warga Gehol yang minim hiburan.

Masih segar dalam ingatan saat sore hari sesudah Ashar dan menjelang Maghrib warga Gehol, terutama ibu-ibu, berkumpul di halaman rumah masing-masing. Mereka berbaris membentuk “kereta api” dengan yang paling tua berada pada jajaran paling depan. Barisan “kereta api” tersebut adalah aktivitas membersihkan rambut dari binatang kutu, ketombe, hingga uban.

2 comments:

Permainan Gehol yang “Direnggut” PLN

9:54:00 PM Gehol Gaul 2 Comments


Gobak Sodor

Terang bulan adalah anugerah tak terlupakan saat masa kecil masih belum disentuh listrik PLN. Saat itu,  pekerjaan anak-anak kecil hanya lima: sholat, mengaji, sekolah, kerja, dan bermain. Bermain adalah kegiatan wajib ada meski saat sholat, mengaji, sekolah, dan kerja.

Lalu kenapa ketika terang bolam milik PLN begitu terkesan merenggut kekompakkan bocah-bocah Gehol? Jawabannya adalah karena listrik PLN memacu penduduknya mengisi rumah dengan barang-barang yang “mencegah” anak-anak mereka keluyuran malam sesudah mengaji. Bahkan memanjakan anak-anak di siang hari saat sekolah usai.

Ingatanku masih sangat kuat ketika Gobak Sodor, Benteng, dan Jambelong menemani malam hari kami. Dengan bantuan penerangan seadanya mulai dari pelita, petromaks, neon bertenaga aki, kelap-kelip neon dari mesin diesel yang dirawat bapakku, hingga cahaya gratis dari bulan, anak-anak Gehol akan memenuhi setiap tempat lapang yang bisa dijadikan tempat bermain.

2 comments:

Nyorog: Bukti Cinta ala Gehol

11:35:00 AM Gehol Gaul 2 Comments




Menjadi jomblo, dimanapun kau berada, pasti tak mengenakkan. Apalagi di Gehol yang memiliki tradisi menunjukkan cinta yang teramat tinggi. Di Gehol alias Jetak, terdapat sebuah tradisi yang sangat erat dengan cinta. Nyorog.

Nyorog secara harfiah adalah memberikan. Namun dalam tradisi Gehol, nyorog bisa diartikan juga sebagai ajang pembuktian cinta. Dalam tradisi ini, si perempuan dan keluarganya akan memberikan hantaran berupa makanan, minuman, pakaian, dan entah apalagi. Sang pria cukup duduk di rumah dan menyalakan petasan sebagai tanda kedatangan perempuan tercintanya. Juga sebagai tanda bahwa ada perempuan yang mau menjadi pasangannya.

2 comments:

Cengkeram Perempuan di Senayan

4:08:00 PM Gehol Gaul 0 Comments


Perempuan-Perempuan Tersorot Korupsi
Dari pemilu ke pemilu, kaum perempuan dan feminis begitu menggebu untuk mendapatkan porsi yang lebih. Bagaimanapun, hak mereka tersebut memang sudah seharusnya sama dengan lelaki. Termasuk dalam berpolitik, salah satunya menjadi anggota DPR.

Hasilnyapun menggembirakan. Dari 650 anggota DPR saat ini, 101 kursi (18,03%) diduduki politisi perempuan dari berbagai partai. Ini adalah kenaikan yang cukup signifikan dibadingkan pemilu 2004, ketika jumlah politisi perempuan di DPR baru mencapai 11,6%. Angka perempuan di DPR kini terpaut hampir 10% dengan hasil pemilu 1999 baru mendudukkan 8,6% perempuan di DPR.

Ekspektasi yang tersemat dengan kian meningkatnya anggota dewan dari kaum perempuan tentu hanya satu, perubahan positif terkait peran dan kewenangan DPR yang jauh dari kemaslahatan ummat. Harapan kepada perempuan sama seperti harapan rakyat pada kaum muda. Sebab sudah tak cukup kata-kata untuk melukiskan kebobrokan DPR di negeri ini.

0 comments: