Unggah-unggahan: Paling Dinanti Anak Sekolah Gehol

3:03:00 PM Gehol Gaul 6 Comments

Di kampungku, Gehol alias Jetak sana, dahulu hanya ada dua sekolah SD. Meski kini ada sekolah SMP berbasis keagamaan, namun cuma hal yang sangat menarik menyangkut masa sekolah SD di Gehol yang hendak disharing di sini. Karena penulis adalah produk lokal edisi lama, maka kenikmatan mengecap sekolah SD tentu salah satu yang sayang untuk dilupakan.



Sebagai anak kampung, maka makan enak dengan lauk telur, daging ayam, daging kambing atau sapi sangat jarang dilakukan. Saing jarangnya, makan dengan lauk istimewa di atas bisa dihitung dengan jari. Lebaran Puasa, Lebaran Haji, Bada Bumi (sudah punah), Hajatan, ayam milik sendiri mati, dan unggah-unggahan adalah waktu dimana anak-anak kampung pasti makan lauk istimewa.

Semasa sekolah di tingkat paling dasar - saat itu TK belum menjamah kampungku - banyak hal yang seakan menjadi tradisi dan wajib dilaksanakan para siswa. Salah satu tradisi yang sangat kuat dan dinanti-nanti oleh para murid adalah hari kenaikan kelas. Jujur, meski takut tidak naik, namun bukan apakah kami naik ke kelas yang lebih tinggi atau bukan yang membuat kami sangat antusias menyambut kenaikan kelas. Yang paling kami tunggu adalah, unggah-unggahan.

Unggah-unggahan secara etimologi berasal dari kata unggah (Jawa) yang berarti naik. Tentu saja masuk akal memakai istilah tersebut (meski kampung ane berbahasa Sunda) dalam acara naik kelas. Sebab memang tujuannya adalah merayakan kenaikan kelas, alias munggah kelas.

Lalu apakah yang menyebabkan unggah-unggahan begitu ditunggu anak sekolah? Karena dalam acara ini, semua murid dibekali makanan terenak oleh orang tua masing-masing. Bisa jadi - dan pasti begitu-, anak-anak kampungku lebih kenal dengan perayaan unggah-unggahan daripada ulang tahunnya sendiri.

Makanan yang diberikan oleh orang tua masing-masing memang sengaja dibuat seenak dan semewah mungkin. Sebagai anak-anak yang berasal dari kaum miskin dan berekonomi sedang, tentu kami sangat menanti kegiatan ini. Selain karena jarang sekali mendapatkan makanan spesial, makan bersama teman sekelas (bahkan satu sekolah) adalah kenikmatan lebih.

Secara teknis, urutan unggah-unggahan sangat sederhana. Karena hari istimewa, maka sekolah sudah ramai sejak pukul 6 alias lebih cepat sekitar dua jam dari hari biasa. Selayaknya anak-anak, maka sikap pamer dengan memperlihatkan lauk dimulai sejak bertemu dengan teman sekelas atau teman satu sekolahan. Saking antusiasnya memamerkan lauk dan makanan yang dibawa, tak jarang ada juga siswa yang saling ejek dan beujung berantem. Uniknya semua diam dan reda saat makanan diperbolehkan disantap.

Lalu, kapankah makanan boleh disantap? Tentu saja menunggu perintah dari guru. Oya, guru di sekolahku juga tentu tidak akan sekedar menonton. Bagi mereka telah tersedia hidangan yang dibawa oleh murid-murid yang sudah ditunjuk untuk menyediakan. Kriterianya mudah saja, sang murid berada dan mampu menyediakan hidangan istimewa buat guru.

Santapan diperbolehkan setelah kelas masuk seperti biasa dan ada basa-basi sedikit dari guru. Basa-basi yang tidak didengarkan oleh siswanya tersebut adalah perolehan nilai, siapa yang wajib dipertahankan, harus ditingkatkan dan dicambuk agar tidak mengulangi memperoleh nilai buruk. Sebuah ceramah yang bagi kami tidak penting lagi mengingat di laci masing-masing ada santapan istimewa.

Saat-saat yang membosankan para siswa masih bertambah. Sang guru akan dengan sabar membagikan rapor mulai dari urutan pertama sementara para siswa sudah entah berapa kali mengintip bekal mereka. Saat siswa terakhir mendapatkan raportnya, maka itu adalah tanda menyantap bekal unggah-unggahan bisa dimulai. Terkadang, bagi anak yang lebih berani, makanan sudah habis dilahap bahkan sebelum bel masuk berbunyi.

Yang paling seru dari unggah-unggahan adalah saling berbagai lauk antarsesama murid. Oleh karena itu, hampir semua siswa membawa lauknya lebih dari satu. Dengan sistem pertukaran tersebut, maka makin meriahlah acara makan bersama sekaligus merayakan kenaikan kelas.  Sebuah kenangan yang sayang untuk dihapus dari ingatan.

6 comments:

A(k)utisme Pemimpin Parpol

3:47:00 PM Gehol Gaul 0 Comments

“Barang siapa yang dapat menahan kemarahannya yang telah memuncak seperti menahan kereta yang sedang melaju, ia patut disebut sais sejati.
Sedangkan sais lainnya hanya sebagai pemegang kendali belaka.”
Sang Budha (Dhammapada Atthakatha)



Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, autisme adalah gangguan perkembangan pada anak yang berakibat tidak dapat berkomunikasi dan tidak dapat mengekspresikan perasaan dan keinginannya sehingga perilaku hubungan dengan orang lain terganggu. Asumsi banyak orang, gejala ini mengakibatkan penderitanya hanya sibuk dengan dunianya sendiri. Segala sesuatu dipandang dari sudutnya.

Apa yang terjadi jika sais alias pemimpin, terutama pemimpin parpol, memandang suatu masalah dari sudutnya tanpa bisa menempatkan dirinya di posisi  yang seharusnya (lawannya), maka yang terjadi adalah misekspresi. Kesalahan ekspresi sekaligus menunjukkan bahwa dia tidak menguasai masalah dan tidak memiliki solusi yang tepat terhadap permasalahan yang dihadapi.

Elit Politik

Demi menahan laju popularitas Barack Obama, John McKein menyebutnya sebagai elitis. Elit yang diasosiasikan sebagai kalangan yang tidak terjangkau diharapkan dapat membuat Obama berjarak dengan akar rumput. Meski jurus tersebut mental, tak urung kesan elitis membuat kubu Obama sempat kelimpungan.

Di negeri ini, kata elit selalu dilekatkan kepada para pemimpin. Bahkan pemimpin partai politik yang membutuhkan jasa rakyat. Tiadanya tabu dalam pemakaian istilah ini menunjukkan secara langsung bahwa para pemimpin kita sejak awal mengambil jarak dengan rakyat. Jarak ini hanya kian berkembang terutama ketika rakyat mengalami kesulitan.

Secara kasat mata para pemimpin mendekat. Namun, jika dilihat lebih seksama kedekatan mereka sebenarnya untuk menunjukkan betapa elitnya mereka jika berdekatan dengan rakyat. Para pemimpin akan bertindak bak super hero yang mampu mengatasi keadaan sekaligus menghilangkan kesulitan rakyat. Rakyat seolah duafa yang mesti dan harus menunggu uluran tangan mereka untuk dapat bebas dari kesulitan. Rakyat adalah super zero.

Padahal dengan status elitnya tersebut, para pemimpin parpol hampir bisa dipastikan tidak benar-benar menguasai permasalahan yang dihadapi rakyat. Ekspresi dan interpretasi mereka akan masalah adalah salah satu indikasi bahwa apa yang mereka tawarkan jauh panggang dari api. Partai politik yang menjadi mesin kekuasaan mereka pun, hanya mahir dalam memodifikasi kata untuk mendeskripsikan betapa program mereka sesuai.

Kesalahan Ekpresi dan Intrepertasi  Masalah

Pada awal masa kampanye, iklan-iklan parpol hampir menyamai iklan rokok dalam berkampanye. Kutipan kata-kata bertuah hingga profil-profil menyentuh nurani ditampilkan. Logika kita dituntun untuk meyakini kebenaran platform partainya. Seiring dengan perjalanan masa kampanye, iklan partai politik seperti kehilanga kretivitas, sama monotonnya dengan kampanya terbuka. Kini, iklan partai tidak lebih dari suguhan tarian dan slogan belaka.

Para pemimpin politik pun kerap kali terlalu bersemangat mengekspresikan gagasannya. Marah misalnya, telah menjadi ekspresi tak terkendali yang melekat pada pemimpin politik. Panasnya suasana dan tekanan yang kiat berat membuat interpretasi mereka terhadap masalah berujung pada ekspresi yang melukai pemilik masalah. Makian yang tidak sepantasnya dialamatkan kepada rakyat.

Melihat ekspresi yang tidak mendidik tersebut, dapat disimpulkan sejauh mana kepekaan pemimpin parpol terhadap rakyat pemilik masalah dan masalah itu sendiri. Dengan mengambil pandangannya sendiri kemudian diterapkan kepada rakyat, maka marah adalah satu-satunya yang bisa dilakukan. Sang pemimpin parpol tidak atau enggan memahami bahwa satu bagi dia tidak sama nilainya bagi rakyat. Ketidaktahuan perbedaan nilai ini semakin menunjukkan kesan elitis para pemimpin parpol. Sayangnya dengan klaim sebagai pewaris negeri sebab leluhurnya berjasa, semakin menunjukkan bahwa ia adalah bukan solusi tepat. Anehnya gaung rayuan ini lebih besar daripada program yang ditawarkan.

Kritik nan Dangkal

Kemarahan dan ketidakmampuan menentukan perbedaan nilai dalam masyarakat kian menunjukkan bahwa secara konsep para pemimpin parpol tidak lebih tahu dari rakyatnya. Kemarahan ini juga dilakukan melalui kritik membabi buta atas kinerja pemerintah. Sayangnya kritik masih dalam tataran praktis belum menyentuh akar masalah yang sebenarnya. Akhirnya solusi yang ditaarkanpun hanya delusi yang berpusat pada terminologi yang ia bangun.

Solusi pribadi ini dibungkus dengan klaim dan janji-janji yang jika ditanyakan konsepnya masih berupa garis-garis putus-putus. Janji yang ditawarkan tidak sesuai dengan keadaan rakyat yang sebenarnya. Solusinya bersifat ego, dimana sasarannya adalah memenangkan simpati rakyat, bukan memperbaiki nasib rakyat. Maka bertebaranlah hal-hal yang dibutuhkan rakyat untuk sejenak menghindar dari sesaknya masalah. Kampanye pun hanya menjadi sebuah hiburan bagi masyarakat, bukan sarana mendidik.

Keakuan dalam melihat sebuah negeri merupakan tanda-tanda pemimpin parpol mengalami gangguan dalam berkomunikasi dengan rakyat. Karena tidak bisa menyasar apa dan siapa sebenarnya rakyat, maka alat yang digunakan untuk komunikasi pun menggunakan alat yang bersifat universal. Musik, pawai, dan pengumpulan massa adalah komunikasi purba dalam peradaban masyarakat. Keampuhan musik, terutama, dalam menyampaikan pesan memang telah diakui keberhasilannya.
Akan tetapi, dalam lingkup menawarkan solusi bagi perbaikan nasib rakyat, hal tersebut justru membuat para pemimpin parpol kehilangan fokus. Fokus mereka dalam menawarkan program demi rakyat yang lebih baik adalah buaian semata. Sama membuainya musik bagi pendengarnya.

Sekali lagi rakyat dianggap membutuhkan bukan dibutuhkan. Segala sesuatu mulai dari solusi dan cara penyampaian solusi adalah wewenang pemimpin parpol. Para pemimpin parpol adalah kaum elit yang memandang segala sesuatu dari “aku”nya.

Karena ini gejala nasional, maka jangan heran jika menemukannya di Gehol. Elit merasa harus dilibatkan, bukan demi meringankan derita rakyat akan tetapi lebih kepada untuk menaikkan gengsi. Ironis!

0 comments:

Selain Bertani, Adakah Potensi Gehol?

3:24:00 PM Gehol Gaul 1 Comments


Melihat data dari pemerintah Brebes dan berbagai situs privat lainnya, maka Gehol praktis hanya memiliki potensi bidang pertanian. Padi dan jagung adalah produk yang bisa diandalkan warga Gehol demi melangsungkan peradaban. Bahkan dalam situs resmi pemerintah Brebes-pun, Gehol tak memiliki produk unggulan yang layak diinfokan.

Ilustrasi


Kajian menarik didapat dari Suara Merdeka, yang menyoroti potensi Brebes Selatan. Sebuah pemerintahan administratif hasil pemekaran Brebes yang digagas Kecamatan Salem, Bantarkawung, Bumiayu, Tonjong, Sirampog, dan Paguyangan. Sebuah gagasan yang hingga kini masih belum menemukan titik terang.

Lihat saja hasil dari pemetaan yang dilakukan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Teknologi Bandung (LPPM-ITB) bekerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Brebes berikut ini. Hasilnya menyatakan bahwa wilayah selatan Kabupaten Brebes memiliki potensi sangat besar di bidang SDA. Potensi itu antara lain batubara, emas, logam dasar (perak, tembaga, timbal dan seng), batu apung, pasir dan batu (sirtu), batu belah, tanah liat, trass, minyak bumi, dan gas bumi.

Kembali menyoroti Gehol dan potensinya, ternyata kita masih harus memikirkan secara matang apa yang bisa di gali. Dari sekian banyak potensi mulai dari industri, pertambangan dan perdagangan, Gehol masih harus gigit jari. Anugerah barang tambang di Gehol masih belum terendus. Memang ada Ranca Minyak, yang dalam bahasa Indonesia berarti rawa berisi minyak, namun kajian yang minim membuatnya jauh dari harapan untuk dieksploitasi.

Industri Gehol masih dalam tahap pemikiran dan perencanaan yang entah hingga kapan menemui bentuk. Selain bahan baku, infrastruktur yang masih belum memadai adalah faktor utamanya. Industri yang bisa dikembangkan kemungkinan tidak bisa massif dan massal. Kemungkinan hanya berupa industri perorangan dengan penyerapan tenaga kerja yang minim. Perdaganganpun tentu masih terkait dengan potensi yang sudah ada. Pertanian.

Ada memang potensi sumber daya alam berupa air bersih. Namun itupun harus berjibaku dulu dengan pemerintah daerah jika ingin hasil lebih untuk Gehol. Sebab meski berada tepat di Jetak alias Gehol, pengembangannya telah dikuasai oleh pemerintah. Entah melalui tangan siapa, atau perusahaan siapa. Yang jelas, warga Gehol harus antri menikmati airnya. Maklum gratis!

Pertanian yang paling memungkinkan dikembangkan dengan serius adalah padi dan jagung. Terdapat juga beberapa sentra bawang merah. Namun sayangnya, kondisi musim yang kian tak teratur membuat produksinya kian menurun. Bahkan sawah irigasipun kian mengkhawatirkan. Kondisi irigasi yang kurang pasokan air dan pemeliharaan yang tak maksimal membuat banyak petani merugi. Hal yang sama juga terjadi dalam industri peternakan.

Mencoba beralih ke potensi wisata dengan mengandalkan adanya bendunganpun sangat sulit. Sebab menikmati keindahan alam tentulah sebaiknya gratis. Bukankah alam adalah anugerah Tuhan. Jadi tak pantas rasanya mengkomersilkan alam apalagi bendungan tersebut adalah milik umum dan sangat penting bagi kehidupan petani. Jikapun mungkin, maka potensi perikanan air tawar seharusnya bisa dikembangkan.

Potensi lainnya yang masih mungkin dikembangkan dengan baik tentu saja kekayaan alam berupa sirtu (pasir dan batu) sungai. Sayangnya hal ini berisiko terhadap kerusakan lingkungan Gehol. Namun hal tersebut bisa diminimalisir asal menjalankannya dengan kajian yang matang.

Dengan minimnya potensi yang bisa dikembangkan, maka perlu kajian mendalam agar Gehol bisa selangkah lebih maju dari kampung lainnya. Potensi yang sudah ada seperti perikanan air tawar dan penambangan batu dan pasir harus dikedepankan kajiannya. Tambahan lainnya berupa industri perkayuan dengan bahan baku melimpah milik Perhutani.



1 comments:

Gunung Geulis, Penjaga Gehol yang Kian Pucat

1:17:00 PM Gehol Gaul 8 Comments

Gehol dianugerahi banyak karunia Tuhan dari segi geografis. Dengan lokasi yang dikelilingi bukit dan dialiri sungai besar, Cigunung, maka seharusnya kemakmuran warga Gehol bukan sekedar impian.

Kebotakan G. Geulis


Sayangnya, karunia besar tersebut tidak diimbangi dengan komitmen kuat menjaga lingkungan demi masa depan. Perilaku yang serakah mengeksploitasi kekayaan alam membuat lingkungan sekitar Gehol kian menyedihkan.

Udara Gehol kini teramat panas terutama saat musim kemarau datang. Kian sedikitnya pohon yang memayungi karena dijadikan bahan bangunan, kayu bakar dan keperluan lainnya menjadi salah satu sebabnya. Keserakahan kian telihat jika melihat sebagian besar bukit yang mengelilingi Gehol tandus.

Gunung Guelis merupakan salah satu yang paling mencolok. Berdiri tegak di samping Bendungan Petahunan membuatnya mudah terlihat. Persisi seperti bidadari di tengah kerumunan kurcaci. Tegak anggun dengan pesona yang meski menua dan memudar namun tetap memikat.

Sisa-sisa Kecantikan G. Geulis

Keanggunan Gunung Geulis sekaligus juga kekhawatiran besar bagi warga Gehol. Sebab karena tandusnya, setiap kemarau sebagian bukitnya seolah akan ambruk menindih Bendungan Petahunan. Bisa dibayangkan akibatnya, jika sungai yang meski kini kian menyusut airnya, aliran yang melewati Bendungan Petahunan akan tertutup sehingga rentan menyebabkan banjir.

Dalam keadaan normal, gunung ini adalah sumber pesona Gehol yang banyak diliputi hawa mistis. Dari namanya saja, sudah terlihat betapa gunung ini erat kaitannya dengan sosok perempuan. Geulis adalah bahasa Sunda yang memiliki arti cantik.

Mistisisme memang tak pernah lepas dari kehidupan warga Gehol. Namun, semenjak warga Gehol merasa lebih beriman, maka tradisi dan tetek-bengek mistis dilupakan dan dianggap sebuah keburukan semata.

Hal itu juga yang membuat Gunung Geulis kini merana. Sebab segala tabu yang dahulu ada mengenainya diterobos dengan angkuh oleh Gehol generasi kini. Tak ada lagi hutan terlarang, tak ada lagi kawasan angker. Semua boleh dan bisa diterobos demi kebahagiaan manusia. Sebuah sikap serakah yang hanya bersifat jangka pendek.

Akhirnya Gunung Geulis terluka parah karena sikap egois dan serakah warga sekitarnya. Pepohonan telah dibabat hingga yang tertinggal hanya berupa bukit tandus botak yang menyilaukan mata tatkala pagi dan siang. Keangkerannya sebagai tempat bertapa, konon di puncaknya ada batu petapa, takluk oleh kekuatan yang lebih dahsyat. Kekuatan terdahsyat yang dimiliki manusia, yaitu keserakahan.

Dalam keadaannya yang masih meranapun, Gunung Geulis tetaplah cantik sebagaimana namanya. Letaknya yang seolah menjaga Petahunan tentu menjadikannya sangat eksotis. Semoga eksotismenya tetap ada hingga semua warga sadar akan kecantikannya.


*Terima kasih kepada teman-teman Gehol Community atas fotonya.

8 comments:

Wagean: Tradisi Gehol yang Hilang

2:40:00 PM Gehol Gaul 2 Comments

Wagean (http://static.panoramio.com)

Terpujilah leluhur Gehol siapapun itu yang telah membuat tradisi wagean. Tradisi yang dilaksanakan atas kesadaran sendiri ini jika ditinjau dari berbagai segi ternyata bisa disebut sebagai bukti mulianya visi leluhur. Wagean yang dilaksanakan selepas menunaikan sholat Jum’at ini sayangnya kini telah hilang.

Wagean sendiri berasal dari kata wage yang merupakan salah satu nama hari dalam sepasar atau juga disebut dengan nama pancawara, minggu yang terdiri dari lima hari dan dipakai dalam budaya Jawa dan Bali. Tradisi ini diwujudkan melalui kebersamaan kaum lelaki “mengobrak-abrik” sungai demi mendapatkan ikan. Tentu saja mereka hanya mengandalkan tangan dan jikapun alat hanya berupa jala semata. Tanpa bahan kimia dan beracun lainnya.

Jika ditinjau dari segi sosial tentu saja wagean sangat berperan dalam mempererat tali silaturahim warga Gehol. Bayangkan, setelah aktivitas religus mereka di mesjid, mereka kemudian menyambungnya dengan kegiatan sosialisasi. Karena kegiatan ini berwujud dalam mencari ikan, maka sosialisasi ini sekaligus sebagai ajang menambah penghasilan di hari itu. Bukan untuk dijual memang, namun setidaknya mampu menambah lauk-pauk di rumah.

Uniknya tradisi wagean ini hanya dilakukan saat Jum’at Wage. Dengan melihat siklusnya, maka kegiatan ini hanya dilakukan sekali dalam 40 hari. Tentunya sebuah momen yang sangat menarik jika ditinjau dari segi sosial bahwa ada waktu berkumpul alami dari sebuah komunitas tanpa dilakukan ajakan sebelumnya. Karena wajib dicatat bahwa wagean sangat bersifat sukarela. Jam biologis dalam tubuh warga Gehol seolah tahu bahwa setiap Jumat Wage adalah waktunya kaum lelaki turun ke sungai mencari ikan sambil bercengkrama.

Selain berperan dalam mempererat tali persaudaraan, tradisi yang hilang ini sangat erat kaitannya dengan pelestaria lingkungan. Bagaimana tidak, tradisi ini mengingatkan anak-anak Gehol bahwa ikan, sungai dan alam harus tetap dipelihara. Itulah sebabnya, dalam tradisi ini dilarang memakai bahan-bahan yang berbahaya bagi ikan, air dan lingkungan. Sebuah kearifan lokal yang sulit ditemui di daerah lain bukan?

Tradisi ini juga mengajarkan kepada warga Gehol bahwa keserakahan itu harus dibuang jauh-jauh dari hati. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana masyarakat Gehol berlaku dalam wagean. Bagi yang memakai jala, maka mereka akan berada paling depan. Para pemakai jalapun akan berurutan tergantung seberapa besar lubang jala mereka.

Pemakai jala dengan lubang besar akan berada paling depan, kemudian urutannya selanjutnya adalah mereka yang memakai dengan lubang jala lebih kecil. Selain itu, para pemakai jala hanya akan ada di daerah yang airnya dalam, biasanya paling dalam sedada dan paling rendah sepinggang.

Kelompok berikutnya adalah mereka yang memakai tangan kosong alias ngemek. Pencari ikan dengan tangan ini akan berada di belakang pemakai jala dan hanya di daerah yang airnya paling tinggi sepinggang saja. Menarik bukan susunan tradisi wagean ini?

Lalu apa hubungannya dengan keserakahan? Ingat bahwa ini adalah ajang mencari ikan, jika susunan pemakai jala di balik, maka bisa dipastikan pemakai jala longgar tidak akan kebagian ikan. Bukankah pemakai jala kecil akan dengan mudah meraup semua ikan dari kecil hingga besar?

Melihat lokasi pemakai jala yang hanya di tampat air setinggi pinggang ke atas tentu saja ini memberikan kesempatan kepada pencari ikan bertangan kosong. Kemudian kenapa para pencari ikan dengan tangan kosong berada di belakang? Hal ini semata demi memberi kesempatan kepada para pemakai jala. Sebab jika para pencari ikan dengan ngemek  ada di depan, sudah pasti ikan akan kabur sehingga pemakai jala akan gigit jari. Jikapun para pemakai jala dan tangan kosong sejajar, maka para pemakai jala akan di tengah.

Yah itulah salah satu tradisi Gehol yang kini sudah hilang, wagean. Sebuah karya leluhur yang bermakna dalam jika diresapi dengan benar.

2 comments:

Konflik Elit: Problem Gehol dan Timnas

3:48:00 PM Gehol Gaul 2 Comments

Ada sebuah kesamaan antara timnas sepakbola Indonesia dan Gehol, sama-sama terpuruk dan miskin prestasi. Timnas yang diguyur dana melimpah ternyata tak mampu berbicara banyak. Jangankan level dunia atau Asia, bahkan di Asia Tenggara pun timnas sepakbola Indonesia seakan Cuma sekedar figuran.


Gehol memiliki problem sama yaitu sebagai figuran alias dianggap antara ada dan tiada oleh masyarakat lainnya. Hanya saja Geho tidak dan jauh dari guyuran dana. Jikapun ada dana pemerintah, maka ia hanya mengguyur sebagian orang saja. Prestasi Geholpun setali tiga uang, jauh dari memuaskan. Meski memang secara keseluruhan tak ada kompetisi yang bisa diikuti secara berjenjang di daerah Bantarkawung, Brebes.

Tentu sangat tidak bijak menyalahkan kegagalan keduanya dengan hanya menuding pelaku saja. Banyak hal yang memengaruhi dan salah satu yang menjadi alas an utama yang patut dijadikan kambing hitam adalah konflik elit yang melanda. Tentu masih ingat bagaimana elit PSSI yang secara vulgar memperlihatkan ego masing-masing dan cenderung mengabaikan pembanguna  olahraga secara komprehensif.

Sebagaimana timnas, Gehol pun sama. Terlalu lama elit Gehol larut dalam konflik terselubung. Konflik yang dipendam bak bara ini kemudian dijadikan warisan kepada generasi muda Gehol. Pada akhirnya, konflik tersebut menghambat banyaknya potensi yang bisa diraih oleh kaum muda Gehol.

Pertarungan yang tiada henti ini kemudian menjadikan berbagai kegiatan di Gehol mandek bahkan mati. Kesibukan elit berkonflik akhirnya menghabiskan energi mereka. Karena energi mereka sudah habis, maka kerja untuk publikpun terkesampingkan. Kerja para elit hanya satu: bagaimana melanjutkan kekuasaan ada di tangan mereka tak peduli apapun akibatnya.

Jika timnas memiliki kompetisi sekaligus institusi yang harus berbenah agar kembali berjaya, maka Gehol memiliki pilkades sebagai ajang perbaikan diri. Gehol tentu harus memanfaatkan momentum tersebut untuk perbaikan dalam segala bidang.

Sudah saatnya para elit kembali menginjak ke bumi. Lihatlah generasi muda yang kini terombang-ambing akibat tidak adanya panutan yang layak. Lihat juga bagimana sulitnya kaum muda berkarya akibat tersedotnya perhatian elit dalam putaran konflik. Tenaga, pikiran dan materi yang seharusnya mampu menyediakan media ekspresi bagi kaum muda justru digunakan untuk berkutat dengan konflik.

Mengingat 2012 adalah tahun pergantian pucuk pimpinan Gehol, maka bukan tidak mungkin konflik akan kian memanas. Padahal, momen ini adalah momen harapan bagi rakyat kebanyakan dalam memperbaiki kehidupan mereka. Bagaimanapun, pergantian pemimpin selalu memberikan harapan baru bagi yang dipimpin. Lalu, tegakah harapan itu terhapus atau semu belaka dengan tingkah elit yang rajin berkonflik.

Sebagai masyarakat biasa sekaligus sebagai bagian dari kaum muda, tentu banyak harapan tersemat dalam pergantian pemimpin ini. Tak peduli siapapun yang terpilih, yang penting bagaimana ia mampu mengelaborasi potensi Gehol agar mampu kembali berbicara di berbagai ajang. 

Harapan juga tersemat kepada kaum muda dan publik secara umum. Semoga mereka masih mau peduli dan memperjuangkan perubahan untuk kehidupan mereka. Bagaimanapun, mereka adalah pihak yang paling dirugikan oleh adanya konflik abadi kaum elit. Jadi, wajar saja jika kemudian mereka memilih apatis dan tak peduli.

Harapan agar kaum muda dan publik memilih pemimpin yang benar-benar tepat tentu harus tetap dipertahankan. Semoga di 2012, tahun yang digadang-gadang akan terjadi kiamat, benar-benar menjadi kiamat bagi keterpurukan Gehol.

2 comments:

Mengais Peluang di Gehol

4:06:00 PM Gehol Gaul 0 Comments

Melihat Gehol di kekinian jaman tentu tak lepas dari meninjau Indonesia secara keseluruhan. Jika dilihat dari segi budaya instant, maka Gehol dan Indonesia umumnya tentu mencemaskan. Namun percayalah bahwa kecemasan tersebut bisa dijadikan tambang emas bagi yang mampu memanfaatkannya.

Hampir semua hal diinginkan terjadi dengan serta merta oleh hampir setiap orang. Gaya hidup adalah salah satu manifestasi dari instanisme yang paling mencolok. Tentu saja hal ini dibalut dengan tingginya gengsi yang disandang. Lalu, peluang apakah yang bisa diraih?

Bagaimanapun cepatnya masyarakat Gehol mencoba up to date, harus diakui bahwa masih ada pemisah baik itu jarak, waktu maupun pemahaman tentang gaya hidup yang ingin ditiru. Untuk lebih berfokus terhadap peluang yang diambil, maka kita khususkan tinjauannya melalui teknologi. Sebab, teknologi adalah salah satu instumen sekaligus ikon dari gaya hidup yang instan.

Kehadiran jejaring sosial kembali harus diakui sebagai faktor penting yang membuat budaya instan kian merebak bahkan di desa sekalipun. Masalahnya, kecepatan desa dalam menduplikasi budaya di perkotaan melalui media apapun masih lambat. Disinilah peluang tersebut terbuka, menyediakan sebuah media atau alat agar masyarakat di desa kian mampu mengejar ketertinggalan budaya.

Bisnis teknologi dimanapun berada adalah bisnis yang paling menggiurkan. Selain ceruk pasar yang masih terbuka, Gehol sebagai sebuah bagian dari dunia global baik maya maupun nyata tentu membutuhkannnya. Masalahnya sejauh mana kita menguasai teknologi untuk kemudian kita terapkan sebagai potensi bisnis. Penguasaan teknologi dan informasi tentu sangat penting demi penguasaan pasar yang sangat potensial ini.

Harus diakui bahwa Gehol dalam hal penguasaan teknologi masih jauh tertinggal. Selain karena begitu cepatnya perkembangan yang ada, infrastruktur yang adapun tidak atau belum mendukung. Oleh karena itu, sungguh aneh ada program internet masuk di desa. Sebuah program yang selain menghamburkan uang juga sangat minim efek positifnya bagi warga Gehol yang sebagian besar adalah petani.

Jika saja mau berinvestasi lebih, maka mendirikan usaha berbasis IT di Gehol tentu sangat menjanjikan. Sasaran utama dari bisnis ini bisa ditujukan kepada para kawula muda Gehol yang demam teknologi dan informasi. Hanya saja, perlu dibatasi juga asupan informasi yang disediakan agar konflik dengan masyarakat bisa diminimalisir. Yang pasti, melakukan edukasi sosial sebelum pendirian bisnis IT adalah hal mutlak.

Setelah jelas pangsa yang dituju, sekali lagi pastikan bahwa penyedia bisnis harus juga bertindak sebagai ahli atau minimal lebih tahu dari masyarakat awam. Hal ini sangat dibutuhkan mengingat kehadiran "barang baru" dalam sebuah komunitas akan sangat mengagetkan baik secara psikologis maupun kultural. Kemampuan teknis ini selain sebagai preventif terhadap operasional bisnis juga sangat jitu dalam meredam gejolak konflik yang timbul akibat berubahnya kultur dan tradisi.

Mengenai modal tentu bukan hal yang sulit saat ini untuk mendapatkannya. Bahkan desa sebagai sebuah pemerintahanpun menyediakannya. Hal ini bisa didapat melalui paket PNPM Mandiri. Sebuah program yang di Gehol bisa dikategorikan sebagai program yang jauh dari tujuan awal. Dengan adanya program ini, yang hingga kini masih dianggap uang gratis, seseorang yang ingin menjadi pengusaha betulan seharusnya lebih mudah mendapat akses.

Nah, dengan ceruk pasar yang terbuka, kemampuan teknis yang jumpuni dan kemudahan mendapatkan modal bukankah bisnis ini layak dijalani? Selamat mencoba!

Kuliner Gehol II: Pecak Botor

2:14:00 PM Gehol Gaul 0 Comments

Membahas kuliner Gehol tentu masih banyak yang terpendam dan belum muncul kepermukaan. Selain kian tenggelam oleh aneka makanan cepat saji yang dijajakan oleh pedagang keliling. Kerepotan sekaligus bahan yang kian sulit didapat adalah alasan kenapa kuliner Gehol kian tidak dikenal oleh anak jaman sekarang. Apalagi, hal-hal yang berbau tradisi seolah merenggut gengsi.

Salah satu kekayaan kuliner Gehol yang sangat akrab pada masa lalu adalah Pecak Botor. Botor adalah biji dari kecipir atau Psophocarpus tetragonolobus (L. D.Cang.) yang merupakan tumbuhan merambat polong mudanya dimanfaatkan sebagai sayuran. Kecipir berasal dari Indonesia bagian timur. Di Sumatera dikenal sebagai kacang botol atau kacang belingbing. Nama lainnya adalah jaat (bahasa Sunda), kelongkang (bahasa Bali), serta biraro (Ternate).

Kecipir sendiri memang biasa dijadikan lalaban oleh masyarakat Gehol. Yang muda bisa dijadikan coel saat masih mentah. Jika tak suka mentah, maka kecipir muda cukup direbus dan siap dijadikan lalapan. Jika sudah agak tua, maka bisa dijadikan sayur oseng.

Biji kecipir sendiri biasanya dijadikan benih untuk melangsungkan siklus hidup kecipir. Namun, karena di masa lalu sering terjadi paceklik, maka benihnyapun terkadang dijadikan lauk yang menggoda. Cukup sangrai hingga matang, lalu campurkan dengan sambal. Maka jadilah Pecak Botor.

Kenikmatan pecak botor tentu saja sulit ditandingi, karena meski sederhana, perpaduan bumbu pecak yang khas Sunda berpadu dengan wangi sekaligus renyahnya biji Botor. Botor yang dipecak tidak dalam bentuk bulat-bulat lagi. Botor telah digerus bersama sambal yang biasanya terdiri dari cabe, garam, bawang merah, bawang putih, dan terasi. Pedas gurihnya Pecak Botor biasa disajikan sebagai teman nasi panas dan disantap di siang hari saat istirahat di sawah atau kebun.

Nah, ingin menikmati Pecak Botor khas Gehol? Datanglah ke Gehol, tempat yang dijaga oleh dua bukit cantik dan kekar, Gunung Geulis dan Gunung Cikadingding. Siapa tahu masih banyak masyarakat yang menjadikan Pecak Botor sebagai santapan teman nasi.

Melihat Gehol dari Google

1:04:00 PM Gehol Gaul 0 Comments

Ketiklah kata Jetak di mesin pencari Googel, maka akan muncul sekitar 130,000 hasil (0.17 detik). Sayangnya Jetak bukan hanya nama dari wilayah Gehol semata. Deretan Jetak sebagai sebuah nama daerah ternyata bervariasi mulai dari Jawa hingga Kalimantan. 

Tapi jika Jetak dengan embel-embel Bantarkawung, Brebes, Jawa Tengah yang diketik, maka hasilnya akan  sekitar 30,500 hasil (0.17 detik) dengan situs yang benar-benar membahas Jetak-nya Gehol bisa dihitung dengan jari. Jika kata di atas diikuti tanda kutip maka hanya akan muncul tiga antri. Jika melihat dari gambaran tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Jetak-nya Gehol sungguh minim diketahui atau dibahas oleh masyarakat.

Ingin tahu lebih lanjut bagaimana sosok Jetak-nya Gehol di dunia maya, maka gunakan saja Google Maps. Maka yang akan muncul hanya kata Sindangwangi dengan pemandangan satelit yang masih begitu kosong dan tandus. Hal tersebut karena yang ditunjuk sebagai sindangwangi adalah sebuah bukit, bukan desa Jetak alias Gehol atau kampung lainnya yang ada dalam administratif Desa Sindangwangi. Gehol sendiri nampak sebagai sebuah kerumunan rumah yang padat nan tak teratur. Sayangnya, gumpalan awan terlihat menghalangi pemandangan Gehol.

Jika melihat bagaimana lalu-lintas kata Jetak yang sangat minim, maka perlulah kiranya kita sebagai putra Jetak asli memopulerkannya. Mungkin dengan mengaitkan kata Gehol dengan Jetak atau sebaliknya maka desa kita akan kian dikenal oleh masyarakat luas.

Sebagai tambahan statistik, Gehol sendiri jika diketik di Google, maka akan muncul sekitar 125,000 hasil (0.26 detik). Sayangnya kebanyakan berasal dari situs luar negeri. Lain waktu, perlulah kiranya kata Gehol ini ditelusuri dalam berbagai bahasa asing tersebut apa maknanya. Selain itu, Gehol sebagai nama sebuah daerah ternyata banyak juga. Mulai dari sebuah sungai di Malaysia hingga nama wilayah geografis di Makassar.
Kembali lagi ini adalah tugas kita sebagai anak Jetak alias Gehol untuk lebih memopulerkan wilayah kita. Berbagai hal telah diulas di blog ini mulai dari wilayah geografis, asal nama hingga beragam makanannya. Tentu saja hal itu masih sangat kurang.

Semoga data-data statistik di atas mampu memacu kita lebih kreatif mengenalkan Jetak alias Gehol dimanapun dan kapanpun. Tentu saja pengenalan yang kita lakukan dalam hal-hal positif belaka.







Antara Apple dan Gehol

9:59:00 AM Gehol Gaul 0 Comments

Kabar mengejutkan dari raksasa IT asal Amerika yang menelurkan produk inovatif mulai dari iMac, Macbook, iPhone, iPod hingga iPad. Steve Jobs yang sangat melegenda di dunia IT meninggal dunia. Sang komandan sekaligus salah satu pendiri Apple yang digaji US$1 perbulan itu meninggalkan dunia dengan penuh kegemilangan. Membawa Apple merajai industri IT untuk Tablet sekaligus menjadi inovator untuk beberapa perangkat keras.

Kehilangan Steve Jobs adalah kehilangan besar bagi dunia IT. Sebagai innovator ulung, banyak karyanya yang menajdi master piece dan memengaruhi kehidupan masyarakat dunia secara langsung maupun tidak. Satu yang pasti, kepergiannya telah banyak meninggalkan jejak-jejak peradaban yang sangat bermanfaat bagi kehidupan. Di atas semua itu, kemampuannya mengelola sebuah perusahaan yang menuju kebangkrutan menjadi salah satu raksasa patut diteladani.

Melihat Apple di era 1997 yang sedang menuju kebangkrutan, mengingatkanku pada Gehol. Meski berbeda dari segi apapun, namun keadaannya sama, membutuhkan seorang leader sekaligus innovator.

Gehol sendiri sebagai sebuah wilayah sekaligus lembaga tentu pernah memiliki legenda yang dianggap paling berjasa bagi kemajuan desa. Sederet nama pantas disebut mulai dari kepala desa, kyai hingga individu-individu yang mendedikasikan dirinya lebih banyak untuk Gehol daripada untuk diri mereka sendiri.

Legenda yang sangat sulit ditandingi di Gehol adalah Alm. Mbah Durmi, sang pemimpin sejati dari Gehol baik dari segi pemerintahan administratif maupun secara spiritual. Ada juga sepasang kyai yang meninggal akibat kecelakaan, Kyai Murtado dan Kyai Akhyar. Keduanya adalah legenda dalam penyebaran Islam di Gehol. Figur penting lainnya namun tidak pernah menonjolkan diri adalah Alm. Kyai Matori. Visinya yang murni menjalankan agama dan tak terpengaruh oleh isu-isu politik dan kekuasaan sangat mengagumkan.

Siapa Selanjutnya?

Jika Apple sebagai sebuah perusahaan memiliki sederet penerus yang siap mengeksplorasi ide-ide dan visi dari Steve Jobs, maka sebaliknya dengan Gehol. Untuk melanjutkan kejayaan Gehol dimasa lalu sungguh sulit. Hal ini karena sulitnya menemukan figure yang mampu mendekati secara visi, misi dan kepribadian dengan figure-figur yang telah pergi di atas.

Jikapun ada yang memiliki kualitas lebih dari segi keilmuan dan materi, namun semuanya terjebak dalam pusaran perebutan kuasa dan uang. Parahnya, keadaan tersebut seolah diwariskan kepada anak-cucu segenap warga Gehol. Terdepaknya banyak pemuda dan warga Gehol ke kota demi mempertahankan hidup adalah bukti konkrit betapa perkembangan peradaban mengalami penurunan secara signifikan. Kemampuan Gehol dalam menyejahterakan rakyat terlihat gagal, meski hal tersebut memang menjadi kecenderungan di negeri ini.

Lalu apakah solusi yang harus diambil? Perubahan radikal wajib dilakukan oleh Gehol jika ingin pergi dari lembah keterpurukan. Menemukan figur pemimpin adalah kunci utamanya. Di masa datang, Gehol dan segenap rakyatnya harus mampu memilih pemimpin yang visioner. Pemimpin yang mampu mencarikan jalan keluar yang radikal dan tidak terlalu text book.

Pertanyaannya, mampukan masyarakat Gehol mengedepankan nurani dan mengenyampingkan ego serta sifat pragmatis? Layak ditunggu di 2012.

Kuliner Gehol

2:57:00 PM Gehol Gaul 0 Comments

Umumnya daerah yang berpenghuni, maka daerah tersebut dipastikan memiliki kekayaan kuliner. Sayangnya Gehol sebagai sebuah peradaban yang masih dan akan terus bergerak seolah absen dalam memeriahkan dunia kuliner. Sebagai daerah yang secara sosial budaya termasuk Sunda namun secara geografis berada di Jawa, mestinya ada ciri khas yang unik dari Gehol dilihat dari sudut kuliner.

Sayangnya, hingga saat ini kuliner khas Gehol belum menonjol bahkan cenderung tenggelam. Harus diakui juga bahwa kuliner khas Gehol susah dicari, alias nihil. Jika kita mengenal ada Soto Betawi, Sate Madura, Telor Asin Brebes, Peuyeum Bandung, Coto Makassar dan lain sebagainya, maka sangat susah menemukan makanan yang bersanding dengan nama Gehol alias Jetak.

Namun sebagai putra Gehol, penulis akan mencoba menawarkan menu makanan yang sangat sulit atau bahkan tidak ada di daerah lain. Tentu saja kemungkinan makanan khas Gehol yang akan dijelaskan ada di daerah lain sangat terbuka.

1. Pais Loto (Pepes Loto)

Masakan ini terbuat dari daun keladi alias talas yang masih muda. Kemudian ditumbuk dan dicampurkan beberapa bumbu rempah. Tumbukan daun talas ini kemudian dibungkus oleh daun pisang. Setelah itu bungkusan daun talas tersebut dibakar, lebih tepatnya diasap di “jidat tungku”.

Makanan ini sangat lezat, namun jika salah memilih daun dari jenis talas tertentu maka akan berakibat cukup fatal. Jika daun tersebut berasal dari beberapa jenis talas, maka rasanya akan sangat gatal sekali. Jika ini terjadi, maka lidah pemakannya akan menebal sebagaimana umumnya reaksi alergi kulit terhadap gatal.

Loto ini sepertinya memang sangat khas Gehol. Entah apakah daerah lain ada yang menumbuk daun talas menjadi pepes seperti Loto Gehol.

2. Lalaban Pucuk Jambu Monyet dan Daun Pepaya Muda

Jika melahap salah satu dari bahan ini, maka bisa dipastikan akan sangat sedikit yang mampu dan mau melakukannya. Dari sudut rasa, daun pepaya semuda apapun pasti pahit. Sedangkan daun muda (pucuk) Jambu Monyet sangat getir.

Hebatnya jika dipadukan dan dicocol ke dalam sambel, keduanya sangat nikmat. Pahit dan getir berpadu dengan pedasnya sambal sangat nikmat menggoyang lidah. Ingat, semua daun tersebut dimakan dalam kondisi mentah! Jika ingin menikmati yang satu ini, maka Anda harus pandai memadukan keduanya. Jika salah satu bahan terlalu dominan, maka yang muncul adalah salah satu dari rasa kedua daun tadi.

Makanan di atas pasti terdengar ekstrim mengingat di jaman sekarang begitu banyaknya pilihan makanan. Namun, jika melihat kondisi Gehol dahulu bisa jadi hal ini biasa saja. Kini, kedua makanan tersebut sangat jarang ditemui bahkan di Gehol sendiri. Selain keduanya memang mewakili kaum bawah, kesulitan mendapatkan bahan dan mengolah juga menjadi salah satu sebabnya.

Tertarik menikmati Loto dan Pucuk Jambu Mede dipadu dengan Daun Pepaya? Sesekali berkunjunglah ke Gehol!

Melihat Potensi Gehol

9:15:00 AM Gehol Gaul 4 Comments

Akhirnya ada waktu untuk Gehol.

Gehol dengan keadaannya yang serba minim, ternyata jika dilihat dengan seksama memiliki sejumlah keunggulan. Negeri yang peradabannya sangat dibantu oleh Cigunung ini ternyata memainkan peranan kunci bagi desa sekitarnya.

Salah satu yang sangat berharga dimiliki oleh Gehol adalah Cihirup. Sumber air yang hadir sepanjang tahun ini menghidupi sekitar 5 desa. Jika saja Gehol mampu melobi pemerintah daerah untuk mengelolanya atau minimal memiliki hak sebagai pemilik, maka bukan tidak mungkin hasilnya secara materil sangat besar. Bukan sekedar air gratis seperti sekarang.

Potensi air bersih ini kian tinggi seandainya Gehol dan pemerintahnya mau mengundang para investor untuk menanamkan modalnya. Dengan kapasitas mata air yang besar, maka bukan tidak mungkin industri air mineral bisa dilakukan. Selain menyerap tenaga kerja lokal, keuntungan pajak dan restribusi serta geliat ekonomi di sekitarnya bisa kian meningkat.

Hal kedua yang bisa dijadikan salah satu sarana Gehol menangguk keuntungan adalah Petahunan dan irigasi yang meliputinya. Jika selama inipemerintah desa dan daerah abai dengan hal ini dan memang begitu keadaannya, maka bisa saja pengelolaan lebih teratur bisa dilakukan pihak ketiga. Dari sinilah keuntungan itu bisa didapat. Dengan pengairan yang lebih profesional dan teratur bukan hal yang susah meminta retribusi kepada para petani. Termasuk mereka yang ada di desa lain. Melihat kemampuannya saat ini, minimal 3 desa yang bisa diairi oleh irigasi.

Yang sering disadari namun teracuhkan adalah fakta bahwa Gehol merupakan jembatan penghubung antara beberapa desa menuju kota. Dengan kondisi sebagai satu-satunya akses, seharusnya bisa dimanfaatkan Gehol untuk "membajak" kaum desa yang akan ke kota. Jika mereka ke kota hanya untuk sekedar membeli keperluan dapur, entah apa sebabnya tidak satupun warga Gehol menyediakan bumbu dapur di jalur akses tadi. Padahal dengan keuntungan mengenal karakter serta jarak yang dipangkas, maka bukan hal yang sulit merebut konsumen pedesaan yang selama ini ke kota.

Seandainya ketiga hal itu saja bisa dioptimalkan, maka kesejahteraan masyarakat Gehol bisa meningkat dari taraf yang sekarang ini. Hanya saja hal ini sangat sulit terwujud mengingat mental pamong yang sempit sekaligus miskin inovasi. Ditambah lagi pusaran ekonomi dan modal di Gehol yang feodalistik. Maka jikapun hal diatas terlaksana bisa dipastikan yang kaya akan makin kaya dan yang miskin kian terpinggirkan.

Solusi yang harus dilakukan adalah dengan mengoptimalkan desa seabagai wadah sekaligus lembaga ekonomi pelindung masyarakat. Jika saja mau, maka desa sesungguhnya bisa saja mengelola Cihirup, irigasi sekaligus meramaikan jalur akses tadi. Mengenai modal, desa tentu tidak kekuranga sebab hampir tiap tahun puluhan juta dikucurkan pemerintah. 

Jika saja modal itu dikelola dengan semangat dari, oleh dan untuk rakyat maka tidak ada lagi kabar mengenai dana pinjaman yang dipinjam rakyat namun tidak pernah kembali. Sebab dengan kemampuan desa bertransformasi menjadi mesin usaha, kecukupan dasar rakyat bisa diayomi desa. Bukankah selama ini rakyat meminjam untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka?




4 comments: